Mohon tunggu...
Safinatun Naja Akaleva
Safinatun Naja Akaleva Mohon Tunggu... -

Lahir di Ukraina, tapi tanah airku Indonesia. Mahasiswa Tingkat Akhir, Suka Menulis Tentang Apa Saja. Mari Belajar Tentang Banyak Hal, Jangan Batasi Ilmu di Ruang Sempit Fakultas.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelajaran dari TeleNovela

20 Agustus 2014   17:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:03 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Telenovela –meminjam dari Wikipedia— adalah  judul kolektif untuk serial drama Amerika Latin yang memunculkan berbagai jenis novel televisi. Tele adalah kependekan untuk televisi dan novela, dari novel sastra yang bernilai romantis. Telenovela genre yang berbeda berbeda dari opera sabun. Telenovela memiliki akhir dan berakhir setelah jangka panjang (umumnya kurang dari satu tahun). Telenovela menggabungkan drama dengan roman bersambung pada abad ke-19 dan radionovela Amerika Latin.  Cerita romantic itu seperti Upik Abu, Cinderella, Putri Salju atau Bawang Merah Bawang Putih. Mereka mula-mula dihinakan, tapi kemudian menjadi mulia dan terhormat. Tampil elegan sebagai orang terhormat.

Pejuang Demokrasi

Agaknya kisah hidup Novela Nawipa bisa diangkat menjadi telenovela. Paling tidak dia menjadi terkenal karena televisi. Siapa dia? Novela adalah saksi yang dihadirkan kubu Prabowo-Hatta dalam sengketa pilpres di MK pada Selasa 12 Agustus 2014. Novela merupakan saksi mandat tingkat Kampung Awaputu, Papua itu dalam kesaksiannya memberikan keterangan bahwa tidak ada proses pemungutan suara di Kampung Awaputu pada Pilpres 9 Juli lalu.

Tengok peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI ke-69 di beberapa titik jalanan Surabaya. Gambar Novela Nawipa, salah satu saksi pasangan Prabowo-Hatta saat sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) turut mewarnai perayaan HUT RI kali ini. Dalam baliho tersebut, wanita asal Papua ini dianggap sebagai pejuang demokrasi.

Situs Okezone melaporkan, baliho itu berlatar belakang Bendera Merah Putih dan bertuliskan 'Segenap Anak Bangsa mengucapkan selamat dan sukses kepada Novela Nawipa SIP sebagai pejuang demokrasi'. Dalam baliho terpampang logo milik ormas kepemudaan yakni Pemuda Pancasila (PP). Baliho-baliho itu tampak terpasang di Jalan Raya Diponegoro (depan KBS), Jalan Raya Darmo, Jalan HOS Cokroaminoto dan Jalan Raya Jemursari Surabaya.

Nama Novela Nawipa memang tengah melejit. Rahardi, salah satu pengguna jalan di Kawasan Jalan Raya Jemursari meski mengaku tidak tahu menahu sejak kapan baliho tersebut dipasang. Namun ketika ditanya, siapa Novela itu, Rahardi mengaku tahu dari media televisi. Novela adalah saksi dari pasangan Prabowo-Hatta saat sidang di Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, dengan kesaksisannya itu mengungkapkan ada kecurangan saat pilpres di Papua. "Tahu dari televisi saat lihat siaran sidang di MK. Dia saksi dari pasangan Prabowo-Hatta," ujarnya.

Seperti diketahui, dalam kesaksiannya di depan 9 hakim MK,  Novela Nawipa menyebut tidak ada pemilu di kampung Awabutu, Kabupaten Paniai saat sidang gugatan PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kesaksian Novela Nawipa dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) memberi warna berbeda. Selain mengocok perut, juga bisa membuat kita ngeri. Tapi ini bukan telenovela asli sebuah realita persidangan. Saksi asal Papua itu berani berbicara lantang dan tidak segan-segan memarahi hakim MK yang saat itu dipimpin oleh Hamdan Zoelva.

Nama Novela Nawipa mendadak tenar pasca-kesaksian dirinya dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK) awal Agustus lalu. Dia (bersaksi) untuk kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, selaku pemohon gugatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilai melakukan pelanggaran Pilpres.

Belakangan Novela terus menjadi buah bibir, khususnya di kalangan media. Apalagi setelah perusakan pagar rumahnya di Kampung Awaputu, Kabupaten Doiyai, Papua namanya semakin melejit bak selebritis. Keman pun dirinya pergi, awak media pun membuntuti.

Seperti saat Novela mendatangi kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat pada Ahad 17 Agustus kemarin. Awak media langsung mengendus agenda yang disebut-sebut sebagai pertemuan silaturahmi antara Novela dengan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

Tiba di kantor Komnas HAM, Novela yang disambut Natalius setelah turun dari Kijang Inova hitam itu disambut langsung Natalius. Dia enggan memberikan pernyataan kepada awak media. Dia Hanya tersenyum lebar dan langsung menuju ke lantai 3 di ruang rapat pleno bersama Natalius.

Usai pertemuan tertutup itu, Novela mengaku kedatangan ke Komnas HAM hanya untuk mempertegas dirinya tidak mendapat intimidasi atau tekanan dari siapa pun sebelum atau sesudah kesaksiannya di MK.

"Sampai saat ini saya tidak merasa diintimidasi dan tak ada tekanan. Itu keluar dari hati saya," ungkap dia.

Novela enggan berkomentar banyak kepada awak media, karena merasa pertemuan ini hanya sebagai pertemuan keluarga. "Ini pribadi. Keluarga, antara kakak dan adik," tegas dia.

Pernyataan Novela juga ditegaskan Natalius sore itu. Bahwa tidak ada ancaman dari siapa pun. "Adik ini seperti dalam ancaman serius. Kondisi di kampung adik tak ada kondisi serius, tak ada ancaman. Tidak seperti diceritakan teman media."

"Kalau di media sosial, itu hanya respon bias. Tak perlu tokoh politik nasional bicara dia dalam ancaman. Biarkan saja adik kembali jadi ibu bagi anaknya," tegas Natalius.

Selain itu, Natalius juga mengimbau semua pihak agar dugaan adanya ancaman Novela tidak dipolitisir. Dia menegaskan, dalam perbincangan pribadi selama 20 menit itu, Novela mengaku tidak pernah mendapatkan ancaman.

"Dia tak dapat ancaman seperti yang beredar. Dengan ini kuasa hukum Prabowo-Hatta sudah selesailah, jangan politisasi Novela," imbau dia.

Selain itu, Natalius juga memimnta agar sesama putra-putri Papua tidak saling mencibir. "Saya minta orang Papua jangan mencibir atau kritik, memuja berlebihan juga jangan. Biarkanlah dia jadi dirinya sendiri," tegas dia.

Pernyataan Berbeda

Malam harinya usai mengunjungi kantor Komnas HAM, Novela mengunjungi Rumah Polonia, markas tim pemenangan kubu Prabowo-Hatta di Jakarta Timur. Lagi-lagi Novela bak artis. Saat tiba di tempat tersebut, pendukung Prabowo-Hatta menyambut Novela dengan antusias.

Namun ada pemandangan berbeda saat kedatangan Novela di markas kubu pasangan capres nomor urut 1 itu. Kuasa hukum Prabowo-Hatta Razman Nasution menuding Natalius telah memengaruhi Novela. Maka itu berniat membawa kasus ini ke bihak berwajib. "Pejabat negara yang mulai coba bangun sikap kontraproduktif dengan kewenangannya. Dia (Natalius Pigai) mempengaruhi Novela," ungkap Razman

Setali tiga uang dengan Razman, Novela mengakui seperti yang disebut-sebut semula. Dia mengaku menerima intimidasi dan ancaman dari pihak yang belum diketahui itu. Pernyataan yang disampaikan di kantor Komnas HAM mendadak berubah. "Setelah beri kesaksian di MK, saya diteror via telepon dan SMS. Itu benar-benar ada," ungkap Novela.

Bahkan yang mengejutkan lagi, Novela mengaku kecewa setelah kedatangan dirinya ke Komnas HAM. Lantaran dia merasa diarahkan dan dijebak Natalius meski pun mengakui sebagai saudara dengan suku yang sama di kampungnya, Papua. Novela mengaku diarahkan Natalius agar mengakui tidak ada intimidasi atau kekerasan terhadap dirinya oleh siapa pun, baik sebelum maupun sesudah kesaksiannya di MK.

Menurut Razman, Natalius telah mengarahkan 2 hal kepada Novela. Pertama agar kliennya mengakui bahwa tidaka da intimidasi dan ancaman kepada Novela, baik sesudah maupun sebelum kesaksiannya di MK.

"Sementara dia (Novela) mengaku sebelum pengakuan di MK tidak ada intimidasi dan setelahnya ada intimidasi. Tapi oleh saudara Natalius bilang akui saja itu tidak ada. Yang kedua disuruh mengakui bahwa memang ada 2, 3 TPS ada Pilpres, padahal tidak ada, kelakuan macam apa ini?" ujar Razman.

Selain meminta disidangkan di Komnas HAM dengan menghadrikan pihak terkait, Razman juga meminta Natalius mengklarifikasi pernyataan dirinya terkait dugaan mengarahkan Novela. "Agar Komnas HAM yang memperjuangakan HAM tapi menindas kemerdakaan hak asasi Novela. Karena itu beliau ini patut dicopot," ketus Razman.

Sementara Natalius saat dikonfirmasi terkait tudingan ini, dirinya enggan berkomentar banyak. Dia justru meminta agar media tidak memberitakan Natalius terus-menerus.

Dari kesaksian Novela, kita bisa belajar bahwa jangan takut-takut untuk memperjuangkan kebenaran. Karena begitu kita bergerak membela kebenaran, maka serentak akan datang bala bantuan yang tidak kita sangka-sangka. Sebaliknya di era demokrasi ini intimidasi memang sudah bukan zamannya lagi. Media sebagai pilar demokrasi tak bisa dibungkam. Namun hidup bukalah telenovela yang hanya berlangsung setahun atau kurang dari itu. Memperjuangkan kebenaran bisa lebih panjang dari usia manusia itu sendiri.

"Untuk saudaraku, terima kasih teman-teman jurnalis tidak lagi lakukan blow up tentang adik saya Novela. Mohon agar menjaga privasi dia. Selamat malam," ujar Natalius saat dikonfirmasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun