Wanita bertubuh tambun itu bernama Rukmini. Ia adalah guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Surabaya. Rukmini sangat suka mengajar dan menikmati setiap detik yang ia habiskan bersama murid-muridnya. Siang itu, seperti biasa Ia mengajar mata ajaran Pendidikan Moral Pancasila kepada murid-muridnya. Namun, saat itu murid-muridnya sangat bandel. Sepertinya tak ada satupun yang memperhatikan atau mendengarkan materi yang telah ia susun malam sebelumnya. Rukmini lepas kendali.
“Semuanya diam!!!!” Rukmini berbicara lantang di depan kelas.
Seluruh murid di kelas itu pun diam. Suasana sunyi.
“Baik, karena tidak ada yang menghargai saya di kelas ini, untuk hari ini pelajaran disudahi saja!!”, Rukmini berkemas mengambil tasnya, meninggalkan kelas.
Tak ada satupun murid yang berbicara. Rukmini ingin segera menuju meja kerjanya, di sudut kantor guru. Namun, badannya yang tambun menyulitkannya untuk berjalan cepat. Rukmini sekuat tenaga membendung air matanya yang hendak turun. Saat sampai di meja kerjanya, Rukmini langsung terdiam, Ia menangis, tak mampu lagi membendung airmatanya. Ia menyesal mengapa ia tak mampu menahan emosinya. Ia menyesal tak dapat melupakan masalahnya yang pelik itu hingga pikirannya tak bisa lagi berpikir jernih saat mengajar tadi.
*****
Rukmini menarik napas panjang. Bulir air mata meleleh di pipinya. Suster-suster ini akan membawanya ke meja operasi. Ia kini mengenakan daster biru khas rumah sakit. Ia pasrah sekarang, menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan. Setelah beberapa minggu ia berpikir, Ia akhirnya berani membuat suatu keputusan besar dalam hidupnya yaitu mengangkat sebelah payudaranya yang terkena kanker. Keberanian untuk mengambil keputusan ini membuatnya kalut beberapa hari ini.
Rukmini takut. Takut jika nanti ia tak lagi membuka mata sesudah operasi, takut akan ejekan orang akan dirinya yang hanya memiliki sebelah payudara saja. Apa nanti kata orang tentang dirinya. Badannya yang tambun saja sekarang sudah banyak membuat orang tertawa, apalagi dengan kondisinya nanti setelah operasi. Terbayang sudah fisiknya yang semakin tak sempurna. Ia membayangkan dirinya sebagai Rukmini yang tambun dan memiliki sebelah payudara saja. Lengkap sudah cemoohan orang pada dirinya. Rukmini terus terkungkung dalam ketakutannya, sampai Ia teringat sahabatanya Amanda. Sahabatnya Amanda itu telah wafat. Nyawa sahabatnya itu direnggut oleh sesuatu yang bernama kanker. Mengingat Amanda, semangat Rukmini pun tumbuh Ia tak Ingin nasibnya seperti sahabatanya yang menyerah pada penjahat bernama kanker.
Rukmini berdoa. Ia pasrah sekarang, menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan tentang apapun yang terjadi saat dan pasca operasi pengangkatan sebelah payudaranya ini.
****
Lagi-lagi Rukmini tak dapat membendung airmatanya. Ia malu akan kondisi fisiknya. Tubuhnya saja sudah tambun, sekarang payudaranya pun hanya sebelah. Ingin sekali Rukmini memecahkan cermin di kamarnya, tapi Rukmini tak boleh menangis untuk penjahat yang bernama kanker itu. Rukmini lalu mengenakan seragam untuk mengajar. Hari ini Rukmini kembali mengajar selama cuti selama beberapa minggu untuk operasi pengangkatan payudaranya. Bajunya terlihat aneh karena hanya satu payudaranya yang tampak. Jujur, Rukmini malu. Tapi sekali lagi, ia tak ingin membuat penjahat yang bernama kanker itu tertawa. Ia harus bisa mengalahkannya dan membuktikan bahwa Ia lebih hebat jika dibandingkan dengan penjahat yang bernama kanker itu.
****
Rukmini mengendarai motornya ke sekolah. Rukmini heran, begitu dirinya turun dari motor semuanya menghampirinya dan memeluknya dengan sangat hangat. Rukmini bisa merasakannya. Semua rekan sesama guru menyalaminya dan semuanya mengucapakan ucapan selamat datang kembali di sekolah. Rukmini senang sekali, ternyata tak seorangpun temannya mengoloknya. Malahan semua berkata bahwa mereka salut kepada dirinya atas keberaniannya mengangakat sebelah payudaranya.
Rukmini lalu menuju ke kelas. Betapa terkejutnya ia saat melihat tulisan besar di papan tulis yang dibuat oleh murid-muridnya.
“SELAMAT DATANG KEMBALI IBU GURU KAMI TERCINTA IBU RUKMINI, KAMI MERINDUKAN IBU…”
Rukmini tak kuasa menahan air mata harunya. Ia senang. Rukmini tersenyum dan membuktikan bahwa ia bisa mengalahkan penjahat yang bernama kanker itu, setidaknya untuk sementara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI