Pernahkah Anda mengamati perilaku orang lain dan di kemudian hari Anda melakukan hal yang sama seperti orang yang Anda amati sebelumnya? Atau pernahkah Anda melihat seorang anak yang tengah menonton kartun dari luar negeri mulai berbicara dengan aksen yang mirip, atau bahkan mencoba menggunakan bahasa asing? Hal ini adalah salah satu komponen yang dikaji dan disebutkan dalam Teori Belajar Sosial atau yang selanjutnya berkembang dan disebut sebagai Teori Kognitif Sosial sejak tahun 1970-an.
Teori Kognitif Sosial adalah teori yang dikembangkan oleh Albert Bandura, seorang psikolog dari Kanada. Teori ini memberikan gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam lingkungan sosial. Sementara secara singkat, kognitif diartikan sebagai studi tentang berpikir, atau pemrosesan suatu informasi (Littlejohn, 2002).Â
Sehingga dengan mengamati orang lain, manusia kemudian dinilai mampu memperoleh pengetahuan, aturan, keterampilan, strategi, keyakinan, dan sikap dalam mengambil keputusan (Yanuardianto, 2019). Atau lebih singkat, teori ini menjelaskan tentang bagaimana seseorang belajar berdasarkan pengamatannya terhadap orang lain.
Proses pengamatan mungkin telah akrab dan lekat dalam diri kita sejak kecil. Mulai dari ketika kita mulai belajar bagaimana cara melafalkan abjad, belajar bagaimana cara berjalan, hingga mempelajari cara-cara lainnya dalam menyikapi dan melakukan sesuatu.
Melanjutkan dari contoh yang telah disebutkan diatas, ternyata secara tidak disadari penerapan teori ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Contoh lainnya adalah ketika seorang selebriti atau influencer yang kita ikuti di media sosial melakukan aktivitas sehat seperti olahraga atau memasak makanan sehat, kita mungkin akan merasa terinspirasi dan mulai mencoba melakukan hal yang sama.Â
Lebih lanjut, teori ini juga menyatakan bahwa terdapat dua cara yang dapat digunakan dalam meniru perilaku orang lain:
- Peniruan
Peniruan adalah replikasi langsung dari perilaku yang diamati. Sebagai contoh, setelah melihat kartun Marsha and The Bear saat sosok kartun Marsha memukul tokoh beruang dengan tongkat, seorang anak mungkin akan memukul adiknya dengan tongkat juga sebagai bentuk replikasi langsung dari perilaku tokoh Marsha.
- Identifikasi
Lain halnya dengan peniruan, dalam konteks identifikasi pengamat bukan meniru secara persis apa yang telah mereka lihat, melainkan membuat respons serupa dengan sifat yang lebih umum. Misalnya, seorang anak mungkin masih bersikap agresif terhadap adiknya setelah menonton kartun Marsha and The Bear, namun anak tersebut memilih untuk menyiramkan seember air ke kepala adiknya alih-alih memukul dengan tongkat seperti yang dilakukan tokoh Marsha.
Dapat diketahui bahwa pengamatan merupakan bagian utama dari teori ini. Pengamatan ini dapat terjadi dalam berbagai konteks termasuk di rumah, di sekolah, atau bahkan di lingkungan sosial. Setelah mengamati perilaku orang lain, individu cenderung meniru perilaku tersebut. Terlebih jika perilaku yang mereka amati dianggap sebagai perilaku yang berhasil.
Setelah mengamati dan meniru, hasil dari tindakan tersebut dapat memengaruhi keinginan mereka untuk kembali melanjutkan perilaku tersebut atau tidak. Respons positif akan suatu perilaku mampu meningkatkan kemungkinan seseorang akan mengadopsi perilaku tersebut kedepannya. Â Misalnya, jika seorang anak melihat temannya mendapat pujian karena perilaku tertentu, anak itu mungkin akan mencoba perilaku tersebut juga untuk mendapatkan pujian serupa.Â