Pemberian nama Pasar Baru di kalangan penduduk setempat masih terbilang baru, karena sebelumnya Pasar Baru lebih dikenal dengan sebutan Pasar Balcony. Penamaan Pasar Balcony, merujuk pada nama salah satu mall di Kota Balikpapan yaitu mall Balcony City, yang kemudian berganti nama menjadi Balikpapan Ocean Square. Lokasi asar Baru itu sendiri terletak di area basement mall. Itu sebabnya banyak orang mengenalnya sebagai Pasar Balcony. Berdasarkan cerita yang dikumpulkan dari beberapa pedagang yang ada di pasar, diyakini pasar tersebut telah berdiri sekitar tahun 1970-an. Beberapa pedagang juga menyatakan, pemberian nama Pasar Baru sebab pasar tersebut mengalami renovasi seperti kembali dibangun menjadi baru. Pedagang mengatakan Pasar Baru beberapa kali terbakar. Awalnya, Pasar Baru berada lebih jauh dari lokasinya saat ini, tepatnya yaitu di sepanjang jalan utama. Pasar ini sesungguhnya tidak resmi dibangun oleh pemerintah, melainkan terbentuk karena perkumpulan pendatang yang membuka usaha lapak kayu. Lokasi Pasar Baru Balikpapan kini berada di basement Mall Balikpapan Ocean Square. Pasar tradisional ini tidak sulit ditemukan karena terdapat sebuah gapura yang bertanda Pasar Baru Balikpapan berdiri kokoh di pinggir Jalan Jenderal Sudirman, yaitu jalan utama yang ada di kota Balikpapan. Bangunan pusat perbelanjaan Balikpapan Ocean Square yang memiliki bentuk gelombang laut juga dapat menjadi sebuah penanda khusus yang memudahkan pengunjung untuk datang ke Pasar Baru, kota Balikpapan.Â
Saat survei ini dilaksanakan, belum semua blok yang ada di Pasar Baru ditempati. Contohnya, beberapa blok di bagian barat masih banyak yang belum terisi dan beberapa blok yang ada di sisi selatan juga belum memiliki banyak pengisi. Hanya terdapat beberapa lapak yang tampak terbuka dan pedagang terlihat aktif. Kedua blok ini terlihat lebih gelap meski aktivitas di pasar sedang dalam keadaan ramai. Hal tersebut karena beberapa lampu yang mati dan banyak terdapat warung yang kondisinya tidak baik karena tidak memiliki penyewa. Para pedagang mengatakan bahwa penyebab utamanya yaitu kondisi pasar yang tidak seramai sebelumnya, serta keterbatasan modal yang dimiliki oleh para pedagang.Â
Sistem Sosial Pedagang di Pasar Baru, Kota Balikpapan Sebagian besar pedagang yang 6 di Pasar Baru, kota Balikpapan adalah pendatang yang berasal dari berbagai daerah. Diantaranya dari Sulawesi, Jawa, Madura, Banjarmasin, dan juga Sumatera. Tentunya setiap pedagang memiliki produk yang beragam dan berbeda-beda satu sama lain. Selain barang, lokasi dan media usaha para pedagang di Pasar Baru, kota Balikpapan juga sangat beragam. Hal tersebut berbeda dengan para pedagang yang ada di Pasar Beringharjo yang umumnya menggunakan kios, los, lapak dan terpal untuk menyimpan dan menjual barang dagangannya.. Pedagang yang ada di Pasar Baru Balikpapan lebih banyak menggunakan berbagai alat atau tempat untuk usaha seperti mobil, sepeda motor,, gerobak dorong, kios, terpal, toko dan lesehan (menggelar dagangan mereka di atas tanah). Beberapa diantara pedagang juga menjelaskan bahwa alasan memilih lokasi serta alat berdagang karena beberapa pedagang tidak berlokasi tetap. Misalnya, pedagang sayur yang menggunakan mobilnya sebagai tempat berdagang menyatakan tidak hanya berdagang di Pasar Baru. Usai berdagang pagi di Pasar Baru, mereka berjualan sayur mayur sambil berkeliling di pemukiman penduduk kota Balikpapan. Sementara itu, pedagang yang memilih menggunakan gerobak dorong menyatakan bahwa pilihan sarana komersial adalah untuk memudahkan pergerakan barang dalam situasi ketika cuaca buruk. Pedagang yang berdagang di pasar biasanya menggunakan warung, los dan toko sebagai tempat usahanya. Jenis pedagang di pasar lebih beragam, terutama barang yang mereka jual. Pasar Baru Balikpapan sebagai tempat sosial ekonomi merupakan tempat bertemunya orang-orang dari budaya yang berbeda. Pedagang juga memiliki bentuk yang berbeda di antara mereka sendiri. Hal ini memunculkan budaya universal dan subkultur yang dibangun oleh para pedagang yang tinggal di Pasar Baru Balikpapan. Budaya yang terjadi di pasar tradisional biasanya dibangun oleh pelaku usaha pasar adalah sebuah proses memaknai yang berkesinambungan. Pedagang, baik disadari ataupun tidak, membawa serta nilai-nilai dan budaya yang ia miliki dari tempat asalnya sekaligus juga menyerap kebudayaan lain yang dibawa oleh sesama pedagang, yang nyata ketika melakukan perdagangan di pasar tradisional. Sebagai pusat terjadinya interaksi sosial ekonomi, pasar menjadi arena penciptaan nilai, kemudian dimaknai pedagang oleh para pelaku pasar. Suatu nilai budaya itu sendiri bisa dimaknai sebagai seperangkat kesepakatan tentang "besarnya" suatu kegiatan atau praktik yang dilaksanakan dalam kegiatan pemasaran tradisional. Adanya nilai budaya tersebut dijadikan pedoman bagi para pedagang, khususnya ketika bekerja di pasar tradisional. Suatu nilai-nilai budaya yang ada di pasar tradisional juga berarti bahwa mereka juga menentukan cara berpikir para pedagang di toko mereka. Dalam konteks pelaku bisnis dalam berbisnis, baik disadari ataupun tidak, para pelaku bisnis berupa mencari, menyerap serta merepresentasikan nilai-nilai budaya yang dianggap universal. Contohnya, ketika melakukan penimbangan dagangannya, para pedagang sepakat bahwa barang-barang seperti sayuran, ikan, buah, daging, dan barang lainnya harus dijual menggunakan cara penimbangan. Hal tersebut bertujuan untuk membentuk kepercayaan diantara pembeli dan pedagang. Selain itu, nilai-nilai keramahtamahan juga dikonstruksikan dan direkonsiliasi oleh para pedagang. Dimana nilai tersebut menjadi nilai yang ditampilkan oleh para pedagang, nilai tersebut bersifat umum. Kebaikan serta kejujuran adalah nilai-nilai yang ditujukan untuk menciptakan suasana sosial yang baik melalui hubungan dan interaksi dengan pembeli dan sesama pedagang yang ada di pasar. Selain nilai-nilai yang secara sadar ditunjukkan oleh para pedagang, juga terdapat nilai-nilai yang bersifat khusus serta bersifat pribadi sehingga tidak dapat ditampilkan secara terbuka. Namun, bukan berarti nilai-nilai khusus tersebut tidak akan pernah muncul dan diterapkan. Nilai budaya khusus ini seringkali dapat menjadi perekat sosial bagi rekan kerja sesama pedagang di Pasar Baru. Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, sebagian besar pengusaha memakai bahasa Indonesia untuk alat berkomunikasi dalam kegiatan jual beli. Karena bahasa Indonesia adalah nilai yang dianggap universal sehingga dapat digunakan oleh setiap pebisnis dan pembeli yang dianggap sebagai bahasa yang dapat dimengerti oleh berbagai pihak. Lain halnya ketika pedagang yang berasal dari daerah Jawa bertemu dengan sesama pedagang yang berasal dari Jawa atau pembeli yang juga merupakan pendatang dari Jawa. Tidak lagi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi ketika melaksanakan transaksi, melainkan bahasa Jawa. Bahasa Jawa berfungsi untuk mempererat ikatan sosial, sesama perantau dari daerah yang sama. Konsumen sering memesan dari pedagang ini jika mereka mengetahui wilayah yang sama dan berbicara bahasa yang sama. Barang dagangan para pedagang yang ada di Pasar Baru, kota Balikpapan umumnya juga menjadi tanda identitas tersendiri bagi para pedagang. Sedikit banyaknya para pedagang menjual barang yang dianggap "dekat" dengan budaya asal daerah pedagang. Beberapa pedagang bahkan telah menjual barang tertentu secara turun-temurun. Misalnya penjual ikan yang ada di Pasar Baru, dimana sebagian besar adalah pedagang yang berasal dari Sulawesi Selatan yang secara turun temurun berjualan ikan. Adapun alasan yang melatarbelakangi para pendatang dari daerah Sulawesi Selatan ini memilih menjual ikan adalah karena gaya hidup masyarakatnya yang mayoritas sebagai nelayan dan hidup dekat dengan daerah laut.. Budaya pedagang saat ini merupakan langkah diakronis, dibangun dari masa lalu dan berkelanjutan dengan perubahan dan negosiasi semua pemangku kepentingannya, para pedagang. Misalnya, dulu banyak pedagang yang menerapkan sistem tumpuk untuk menjual ikan, sayur dan buah-buahan. Dengan berkembangnya timbangan ukur, sebagian besar diantara pedagang yang menjual buah-buahan dan ikan memilih menggunakan alat timbangan sebagai alat ukur utamanya. Sebelumnya para juga hanya melakukan transaksi perdagangan secara langsung (pedagang bertemu dengan pembeli secara langsung), akan tetapi seiring perkembangan zaman teknologi, sekarang beberapa pedagang juga menawarkan pesanan pembelian melalui alat komunikasi seperti SMA, Whatsapp, ataupun melalui telepon. Budaya yang terbentuk di pasar tentuny juga dipengaruhi oleh beberapa beberapa faktor diantaranya: kebudayaan asal daerah para pedagang, kondisi kebudayaaan dari masyarakat daerah setempat, keadaan pasar tradisional, regulasi pasar dan dinamika perkembangan zaman dan teknologi. Ada adat-istiadat atau aturan-aturan yang secara formal disepakati bersama, contohnya aturan pemasaran pemimpin pasar. Sanksi yang berlaku sudah jelas, sehingga pedagang harus menanggung akibat pelanggaran aturan. Di sisi lain, terdapat juga adat atau aturan dan norma yang terbentuk secara informal, contohnya nilai kebaikan dan sifat jujur. Tentunya nilai tersebut tidak dibuat secepat tertulis sehingga disepakati secara informal, dimana sanksi yang diberikan lebih kepada sanksi sosial. Bagi pedagang yang terkenal kurang ramah atau bahkan memiliki sifat yang suka berbohong akan sering dibicarakan di kalangan pedagang. Akhirnya para pedagang terus menginterpretasikan dan menegosiasikan budaya Pasar Baru Balikpapan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan para pedagang itu sendiri.
 Budaya pada hakikatnya merupakan sekumpulan kesepakatan yang dapat selalu dimaknai oleh pemangku kepentingan, sehingga tidak dapat terlepas dari perubahan serta tranformasi. Sama halnya dengan kebudayaan yang ada di pasar tradisional Pasar Baru, kota Balikpapan yang berubah dari waktu ke waktu. Perubahan budaya yang terus terjadi mengidentifikasikan bahwa pedagang sebenarnya adalah agen yang aktif, selalu membuat akal dan membuat keputusan logis untuk berdagang dan menafsirkan budaya yang sebenarnya. Budaya sebenarnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak sehingga sulit untuk dapat didefinisikan. Salah satu cara untuk melihat budaya dalam kajian ini yaitu dengan fokus mempelajari kegiatan serta praktik para pedagang yang ada di Pasar Baru, kota Balikpapan. Sehingga penelitian ini menyimpulkan bahwasanya budaya pasar Pasar Baru merupakan suatu pedoman bagi para pelaku bisnis yang ada di Pasar Baru. Budaya pemasaran tidak hanya menjadi panduan bisnis, tetapi juga terdiri dari nilai-nilai budaya yang secara sadar dibanggakan oleh para pebisnis. Budaya yang terbentuk di pasar Pasar Baru Balikpapan tidak seluruhnya terjadi secara alami, melainkan dibangun dalam jangka waktu yang lama oleh pemangku kepentingan dan terus berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H