Masuknya orang asing ke suatu negara, termasuk Indonesia, merupakan fenomena global yang melibatkan berbagai aspek hukum. Pengawasan terhadap orang asing menjadi tanggung jawab utama aparat imigrasi yang bertugas menjaga kedaulatan negara sekaligus memastikan kepatuhan terhadap hukum nasional dan internasional. Dalam konteks Indonesia, pengawasan ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Namun, penerapannya juga dipengaruhi oleh hukum internasional, seperti Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
Aspek Hukum Internasional yang Relevan
1. Prinsip Kedaulatan Negara
  Prinsip kedaulatan negara merupakan landasan utama dalam hukum internasional, sebagaimana diatur dalam Piagam PBB Pasal 2(1). Setiap negara memiliki hak eksklusif untuk mengatur siapa yang boleh masuk atau keluar dari wilayahnya. Dalam konteks Indonesia, aparat imigrasi bertindak sebagai garda terdepan untuk menegakkan prinsip ini melalui kebijakan seleksi dan pemeriksaan di pintu-pintu masuk negara.
Implementasi :
  Aparat imigrasi di Indonesia menerapkan sistem visa dan izin tinggal sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan domestik. Namun, dalam hal pelaksanaan, mereka juga harus mempertimbangkan norma-norma internasional terkait perlindungan hak asasi manusia.
 2. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
  Hukum internasional mengakui perlindungan terhadap HAM, termasuk hak untuk bepergian, seperti diatur dalam Pasal 13 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Namun, hak ini bukan tanpa batas. Negara berhak membatasi masuknya orang asing jika dianggap membahayakan keamanan atau melanggar peraturan keimigrasian.
Implementasi di Indonesia :
  Aparat imigrasi harus memastikan bahwa proses pengawasan tidak melanggar hak-hak dasar orang asing, seperti hak atas non-diskriminasi. Misalnya, jika ada pelanggaran imigrasi, aparat tetap harus memberikan akses kepada individu tersebut untuk membela diri melalui jalur hukum.
 3. Prinsip Non-Refoulement
  Non-refoulement adalah prinsip hukum internasional yang melarang negara untuk mengembalikan pengungsi atau pencari suaka ke negara asalnya jika mereka berisiko mengalami penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, atau ancaman serius lainnya. Prinsip ini tercantum dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokolnya pada 1967.
 Implementasi di Indonesia :
  Meskipun Indonesia bukan negara pihak pada Konvensi 1951, prinsip non-refoulement telah diadopsi dalam kebijakan imigrasi untuk melindungi pengungsi dan pencari suaka. Aparat imigrasi bekerja sama dengan lembaga internasional seperti UNHCR untuk menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan pengungsi.
4. Perjanjian Internasional Terkait Perbatasan dan Keimigrasian
  Perjanjian bilateral atau multilateral, seperti perjanjian bebas visa ASEAN, memengaruhi pengawasan masuknya orang asing. Indonesia, sebagai anggota ASEAN, memiliki kewajiban untuk mematuhi perjanjian tersebut, namun tetap dapat memberlakukan pembatasan dalam situasi tertentu, seperti pandemi atau ancaman keamanan.
Implementasi :
  Aparat imigrasi menerapkan kebijakan khusus untuk situasi darurat, seperti pembatasan perjalanan selama pandemi COVID-19. Kebijakan ini harus sejalan dengan ketentuan hukum internasional terkait kesehatan masyarakat, seperti International Health Regulations (IHR).
 5. Kerja Sama Internasional dalam Penegakan Hukum
  Kerja sama internasional, baik dalam bentuk pertukaran data maupun operasi bersama, menjadi aspek penting dalam mengawasi pergerakan orang asing. Interpol, misalnya, menyediakan sistem peringatan dini untuk mengidentifikasi individu yang terlibat dalam kejahatan transnasional.
Implementasi di Indonesia :
  Aparat imigrasi bekerja sama dengan lembaga internasional untuk mengidentifikasi dan menangani individu yang terlibat dalam tindak pidana, seperti perdagangan manusia atau terorisme. Hal ini membantu memastikan bahwa pengawasan tidak hanya bersifat nasional tetapi juga mendukung keamanan global.
 Tantangan dalam Pelaksanaan
Meskipun berbagai aturan telah diterapkan, pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, antara lain:
- Keterbatasan Sumber Daya : Aparat imigrasi sering kali kekurangan sumber daya manusia dan teknologi yang memadai untuk memeriksa jumlah besar orang asing yang masuk.
- Ketidakselarasan Regulasi Nasional dan Internasional : Beberapa kebijakan domestik terkadang bertentangan dengan kewajiban internasional, seperti dalam kasus penanganan pengungsi.
- Ancaman Keamanan Transnasional : Kejahatan lintas negara, seperti perdagangan manusia dan penyelundupan, semakin kompleks dan sulit untuk diawasi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Pengawasan terhadap masuknya orang asing ke Indonesia oleh aparat imigrasi tidak hanya berlandaskan hukum nasional tetapi juga melibatkan berbagai aspek hukum internasional. Prinsip-prinsip seperti kedaulatan negara, perlindungan HAM, dan non-refoulement harus diterapkan secara seimbang untuk menjaga keamanan nasional sekaligus menghormati kewajiban internasional.
Rekomendasi :
1. Meningkatkan kapasitas aparat imigrasi melalui pelatihan dan penyediaan teknologi canggih.
2. Menyelaraskan regulasi domestik dengan norma internasional untuk menghindari konflik hukum.
3. Memperkuat kerja sama internasional, baik dalam pertukaran data maupun penegakan hukum bersama.
Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat menjalankan pengawasan imigrasi yang efektif, adil, dan sesuai dengan standar internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H