Mohon tunggu...
Saffanah Syani
Saffanah Syani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa tahun 2023 Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mewujudkan Kesiapan Psikososial Anak Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Peran Guru BK?

2 Januari 2025   23:22 Diperbarui: 2 Januari 2025   23:21 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan inklusi merupakan perkembangan dari program pendidikan terpadu yang diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1980. Istilah pendidikan inklusi, yang diusung oleh UNESCO, berasal dari istilah "Education for All" yang berarti pendidikan yang dapat diakses oleh semua orang dengan pendekatan yang berusaha mencakup semua individu tanpa terkecuali (Rusmono, 2018). Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus diatur dalam Undang-Undang No. 70 Tahun 2009 pasal 1, yang menjelaskan bahwa "Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik dengan kelainan atau potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan bersama peserta didik lainnya di lingkungan pendidikan." Hal ini mencerminkan wujud keadilan terhadap hak-hak warga negara Indonesia yang memiliki kebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan (Hanifah dkk., 2021). Pendidikan inklusi untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus kini menjadi perhatian utama dalam dunia pendidikan, terutama untuk menjamin bahwa setiap individu mendapatkan kesempatan yang setara dalam mengakses pendidikan yang berkualitas (Wijaya, 2019). Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia pada Juni tahun 2022 berkisar  usia 5-19 tahun adalah 3,3% atau 2.197.833 jiwa. Menurut data pokok pendidikan (Dapodik) pada Desember 2022, terdapat 40.928 sekolah yang telah mengimplementasikan pendidikan inklusi di berbagai jenjang, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), baik negeri maupun swasta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 135.946 siswa berkebutuhan khusus telah mengikuti pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut (Kemendikbud.go.id, 2023). Dalam dunia pendidikan, kehadiran ABK telah menjadi perhatian penting, terutama dengan semakin berkembangnya konsep pendidikan inklusi yang bertujuan memberikan kesempatan belajar yang setara bagi semua anak, tanpa memandang perbedaan kemampuan (Sutisna dkk., 2020). Pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan unik mereka, memberikan dukungan yang sesuai, serta memungkinkan mereka untuk mengembangkan potensi secara maksimal (Oktaviani & Harsiwi., 2024). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah individu yang memiliki karakteristik unik, baik dari segi fisik, intelektual, emosional, maupun sosial, yang membedakan mereka dari anak-anak lainnya. Karakteristik ini membuat mereka memerlukan layanan pendidikan yang spesifik dan dukungan khusus untuk mengatasi hambatan yang mereka hadapi sekaligus mengoptimalkan potensi yang dimiliki (Hanifah dkk., 2021). Keadaan ini dapat berupa keterbatasan fisik, hambatan perkembangan, kesulitan dalam belajar, atau gangguan emosi dan perilaku (Sari & Susanti., 2024).Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sering menghadapi berbagai tantangan psikososial yang mempengaruhi perkembangan mereka, terutama dalam lingkungan sekolah, tantangan ini meliputi kesulitan dalam mengelola emosi secara efektif, keterbatasan dalam kemampuan untuk beradaptasi secara sosial (Azwar, 2022).

Permasalahan ini kerap diperburuk oleh adanya stigma negatif dan diskriminasi yang masih sering terjadi di lingkungan sekolah, baik dari teman sebaya maupun pihak lain. Situasi tersebut tidak hanya menghambat perkembangan emosional dan sosial mereka, tetapi juga berpotensi menurunkan motivasi belajar dan partisipasi aktif mereka dalam kegiatan sekolah (Afriyani dkk., 2024). Di sisi sosial, ABK mungkin merasa terisolasi atau kurang diterima oleh teman-teman sebayanya, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi rasa percaya diri dan kemampuan mereka untuk berkomunikasi atau bekerja sama dengan orang lain (Wulandari, 2018). Stigma sosial dan kurangnya pemahaman dari lingkungan sekitar juga memperburuk keadaan ini, membuat mereka merasa terpinggirkan dan tidak memiliki tempat yang aman untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu yang terlibat dalam pendidikan ABK, termasuk Guru BK/Konselor, guru, dan orang tua, untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung, inklusi, dan responsif terhadap kebutuhan khusus mereka. Dalam pendidikan inklusi, guru dan lingkungan sekolah berperan penting dalam menciptakan suasana yang mendukung, di mana setiap peserta didik, terlepas dari latar belakang atau kebutuhan khusus mereka, merasa diterima, dihargai, dan mampu berpartisipasi secara aktif (Budiarto & Salsabila, 2022).

Dalam hal ini, Bimbingan dan Konseling memegang peran yang sangat penting dalam membantu Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mengatasi berbagai tantangan psikososial yang mereka hadapi. Guru BK/Konselor berfungsi tidak hanya sebagai alat untuk mendukung ABK dalam proses akademik, tetapi juga untuk mempersiapkan mereka agar dapat berpartisipasi secara penuh dalam lingkungan sekolah inklusi (Shabrina, 2022). Guru BK/Konselor memiliki peran utama dalam membantu ABK mengidentifikasi dan mengatasi berbagai hambatan psikologis yang dapat mengganggu perkembangan mereka, seperti kecemasan, kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya, atau ketidakpercayaan diri (Irmayanti & Yuliani., 2020). Kesiapan psikososial mengacu pada kemampuan individu untuk menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari, yaitu dengan mengelola emosi, membangun hubungan sosial yang positif, serta mengembangkan identitas diri yang kuat dan positif (Kusumawati dkk., 2023). Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), kesiapan psikososial menjadi komponen yang sangat penting untuk mendukung keberhasilan mereka di sekolah inklusi. Kesiapan psikososial ABK dipengaruhi oleh berbagai faktor utama yaitu Keluarga dan Pendidikan Sekolah yang Inklusi, dua faktor ini yang memegang peranan penting dalam mendukung perkembangan mereka di sekolah inklusi. Adapun alasannya adalah sebagai berikut (Nurhayati dkk., 2023; Ikhwanisifa dkk., 2024; Winarsih dkk., 2020; Haryana, 2022; Rilci & Nugraha., 2024; Yunus dkk., 2021; Kristiyani, 2019; Rachman dkk., 2023; Ramadani dkk., 2024).

1. Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat  dalam membentuk kesiapan psikososial ABK. Lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang, stabil, dan mendukung dapat membantu ABK mengembangkan rasa percaya diri yang kuat, yang sangat penting untuk mereka dalam berinteraksi dengan orang lain, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Orang tua yang terlibat aktif dalam pendidikan anak-anak mereka dan menyediakan dukungan emosional dapat membantu ABK mengelola tantangan emosional yang mereka hadapi, termasuk kecemasan atau perasaan tidak diterima. Sebaliknya, kurangnya dukungan dari keluarga dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional mereka, serta memperburuk masalah adaptasi di lingkungan sekolah. Selain itu, penghargaan terhadap potensi yang dimiliki ABK, meskipun mungkin berbeda dari anak-anak lainnya, mampu memperkuat keyakinan mereka terhadap kemampuan diri. Ketika keluarga memberikan apresiasi atas usaha dan pencapaian anak, ABK cenderung merasa lebih termotivasi untuk terus berkembang dan percaya bahwa mereka juga mampu berkontribusi di masyarakat. Dalam konteks ini, keluarga bukan hanya menjadi tempat berlindung, tetapi juga sumber kekuatan utama yang membantu ABK mengatasi hambatan dan mencapai potensi terbaik mereka.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah yang inklusi, ramah, dan bebas dari diskriminasi menjadi hal  penting dalam mendukung perkembangan sosial dan emosional ABK. Lingkungan sekolah yang inklusi memberikan ruang bagi semua siswa, termasuk ABK, untuk merasa diterima tanpa memandang perbedaan mereka. Hal ini membantu ABK mengembangkan rasa percaya diri serta memperkuat kemampuan mereka untuk bersosialisasi dengan teman sebaya. Sekolah yang ramah juga menciptakan atmosfer yang hangat dan mendukung, di mana ABK dapat merasa nyaman untuk belajar dan berinteraksi. Pendekatan ini mencakup penerapan metode pengajaran yang fleksibel, penggunaan materi pembelajaran yang beragam, serta dukungan dari guru yang terlatih dalam menangani kebutuhan khusus. Selain itu, bebas dari diskriminasi berarti sekolah memastikan bahwa tidak ada siswa yang diperlakukan secara tidak adil atau diabaikan karena perbedaan mereka. Ketika ABK merasa dihormati dan dihargai sebagai bagian dari komunitas sekolah, mereka cenderung lebih termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar maupun sosial. Dengan lingkungan yang inklusi, ABK dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal, baik dalam aspek akademik maupun non-akademik.

Selanjutnya adapun peran bimbingan dan konseling yang dapat dilakukan dalam mendukung psikososial anak berkebutuhan khusus sebagai berikut (Shabrina, 2022; Utomo, 2021; Ahmad, 2024; Widayati, 2022; Nurhaliza dkk., 2023; Astianti & Anggrellanggi., 2024; Sidabutar dkk., 2024;  Silviana dkk., 2024; Aminah dkk., 2021; Ashari., 2024; Aflikah, 2019; Farisiyah & Budiarti 2023; Khomsidah & Arifin., 2024; Puteri & Hajar., 2024. Aminah dkk., 2021; Hadi & Laras., 202; Sidabutar dkk., 2024; Nugraheni dkk., 2022; Una dkk., 2022; Lutfiyah, 2023; Rahmat, 2019).

1. Identifikasi Kebutuhan
Guru BK/Konselor memiliki peran penting dalam mengidentifikasi kebutuhan psikososial Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai langkah awal untuk mendukung kesiapan mereka di sekolah inklusi. Melalui proses asesmen individual, Guru BK/Konselor dapat memahami secara mendalam aspek kekuatan, kebutuhan, dan tantangan unik yang dihadapi setiap ABK. Asesmen ini mencakup evaluasi terhadap berbagai aspek, seperti kemampuan sosial, pengelolaan emosi, serta tingkat kemandirian dan adaptasi mereka terhadap lingkungan sekolah. Pemahaman mendalam dari asesmen ini menjadi dasar yang sangat penting untuk merancang intervensi yang sesuai dengan kebutuhan individu ABK. Misalnya, Guru BK/Konselor dapat mengidentifikasi apakah seorang siswa membutuhkan dukungan dalam mengelola kecemasan sosial, keterampilan komunikasi, atau penguatan rasa percaya diri. Selain itu, asesmen ini juga membantu Guru BK/Konselor dalam memfasilitasi komunikasi antara guru, orang tua, dan pihak lain yang terlibat dalam pendidikan ABK. Dengan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada semua pihak mengenai kebutuhan spesifik ABK, Guru BK/Konselor dapat memastikan bahwa semua intervensi yang dilakukan berjalan selaras, sehingga mendukung terciptanya lingkungan yang inklusi dan mendukung bagi perkembangan ABK.
2. Dukungan Emosional
Guru BK/Konselor sekolah berperan penting dalam memberikan dukungan emosional kepada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk membantu mereka mengelola berbagai emosi yang muncul, seperti kecemasan, frustrasi, dan ketidakpercayaan diri. Dukungan emosional yang diberikan Guru BK/Konselor tidak hanya berfokus pada pengelolaan emosi negatif, tetapi juga pada penguatan rasa percaya diri ABK. Dengan mendorong pengembangan keyakinan diri, Guru BK/Konselor membantu ABK menghadapi tekanan sosial, seperti tuntutan akademik atau kesulitan dalam bersosialisasi. Peningkatan rasa percaya diri ini juga berdampak pada kemampuan mereka untuk berpartisipasi lebih aktif dalam lingkungan sekolah inklusi. Melalui pendekatan yang holistik, Guru BK/Konselor tidak hanya mendukung kesejahteraan emosional ABK tetapi juga menciptakan fondasi yang kuat bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang secara optimal di lingkungan yang penuh tantangan.
3. Penguatan Interaksi Sosial
Program dirancang secara khusus untuk membantu Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosialisasi mereka. Salah satu metode yang digunakan adalah role-playing atau simulasi sosial, di mana ABK diajak untuk mempraktikkan berbagai situasi interaksi dalam lingkungan yang aman dan terstruktur. Aktivitas ini memungkinkan ABK untuk belajar cara berkomunikasi secara efektif, memahami norma sosial, dan merespons berbagai situasi sosial dengan lebih percaya diri. Melalui pendekatan ini, ABK tidak hanya mempelajari keterampilan teknis dalam berkomunikasi, tetapi juga mengembangkan empati, pengendalian emosi, dan kemampuan untuk membaca ekspresi sosial orang lain. Misalnya, mereka dapat belajar bagaimana memulai percakapan, menyelesaikan konflik, atau meminta bantuan dari teman sebaya atau guru dengan cara yang sesuai. Hasil dari kegiatan seperti role-playing atau simulasi sosial adalah peningkatan kemampuan ABK dalam membangun hubungan yang positif dengan orang-orang di sekitar mereka, baik dengan teman sebaya maupun guru.
4. Kolaborasi dengan Guru dan Orang Tua
Selain itu, Guru BK/Konselor juga memberikan pendampingan kepada orang tua, membantu mereka dalam mendukung perkembangan anak di rumah melalui panduan praktis dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kondisi anak. Dengan kerja sama antara guru, orang tua, dan Guru BK/Konselor, ABK mendapatkan dukungan yang konsisten baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga, sehingga memaksimalkan potensi mereka untuk berkembang secara holistik.
5. Pengembangan Layanan Individual dan Kelompok
Sekolah menyediakan layanan bimbingan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik ABK, baik melalui konseling individu maupun kelompok. Konseling individu memungkinkan Guru BK/Konselor untuk fokus pada tantangan pribadi yang dihadapi oleh setiap ABK, seperti kecemasan, kesulitan beradaptasi, atau pengelolaan emosi. Pendekatan ini memberikan ruang bagi ABK untuk mengeksplorasi perasaan mereka secara mendalam dan menerima dukungan yang terfokus sesuai kebutuhan mereka. Di sisi lain, konseling kelompok menawarkan kesempatan bagi ABK untuk berinteraksi dengan teman sebaya yang memiliki pengalaman serupa. Melalui aktivitas kelompok seperti diskusi terarah atau permainan peran (role-playing), ABK dapat belajar keterampilan sosial, memahami dinamika kelompok, dan meningkatkan rasa percaya diri dalam lingkungan sosial. Dengan mengintegrasikan layanan individu dan kelompok, Guru BK/Guru BK/Konselor mampu menciptakan pendekatan yang holistik untuk mendukung ABK, memastikan bahwa mereka mendapatkan bantuan yang komprehensif dalam menghadapi tantangan sehari-hari dan memaksimalkan potensi mereka di lingkungan inklusi.
6. Pendekatan Konseling Berbasis Kekuatan
Pendekatan berbasis kekuatan (strength-based approach) merupakan salah satu strategi penting dalam bimbingan konseling yang dirancang untuk membantu Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mengenali dan memanfaatkan potensi unik yang mereka miliki. Pendekatan ini berkontribusi pada peningkatan resiliensi ABK, yaitu kemampuan untuk bangkit dan tetap tangguh dalam menghadapi tekanan atau kegagalan. Melalui bimbingan yang terarah, Guru BK/Konselor membantu ABK untuk mengembangkan strategi positif dalam menyelesaikan masalah, memperkuat hubungan interpersonal, dan menghadapi tuntutan akademik dengan lebih baik. Dengan demikian, pendekatan berbasis kekuatan tidak hanya memberdayakan ABK dalam menghadapi tantangan sehari-hari, tetapi juga memberikan landasan yang kuat bagi mereka untuk berkembang secara optimal dalam lingkungan sekolah inklusi.
7. Pelatihan Keterampilan Sosial dan Adaptasi Lingkungan
Pelatihan ini dirancang untuk membantu ABK berinteraksi dengan lebih baik di lingkungan sekolah, memahami dan merespons situasi sosial dengan cara yang sesuai, serta menyelesaikan konflik dengan lebih konstruktif. Kemampuan ini sangat penting untuk mendukung keberhasilan ABK dalam membangun hubungan yang positif dengan teman sebaya dan guru. Selain pelatihan keterampilan sosial, Guru BK/Konselor juga bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mengadaptasi lingkungan belajar agar lebih inklusi dan sesuai dengan kebutuhan khusus ABK. Adaptasi ini mencakup modifikasi ruang kelas, metode pembelajaran yang fleksibel, serta penyediaan alat bantu yang relevan untuk mendukung proses belajar ABK. Dengan pendekatan yang menyeluruh ini, Guru BK/Guru BK/Konselor memastikan bahwa ABK tidak hanya memiliki keterampilan sosial yang memadai tetapi juga belajar dalam lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Peran Bimbingan dan Konseling (BK) dalam mendukung kesiapan psikososial Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah inklusi sangatlah penting. Melalui identifikasi kebutuhan, pemberian dukungan emosional, pengembangan layanan individu dan kelompok, serta penerapan pendekatan berbasis kekuatan, Guru BK/Konselor membantu ABK mengatasi berbagai tantangan yang mereka hadapi. Selain itu, pelatihan keterampilan sosial dan adaptasi lingkungan belajar juga menjadi upaya strategis untuk memastikan ABK dapat berpartisipasi secara aktif dan merasa diterima dalam lingkungan sekolah. Dengan pendekatan yang holistik, BK tidak hanya memfasilitasi perkembangan sosial dan emosional ABK, tetapi juga membangun fondasi yang kuat bagi keberhasilan mereka di masa depan. Sinergi antara Guru BK/Guru BK/Konselor, guru, dan orang tua menjadi kunci utama dalam menciptakan ekosistem yang mendukung, sehingga ABK dapat mengoptimalkan potensi mereka dan berkontribusi secara positif di lingkungan inklusi.

DAFTAR PUSTAKA
 
 
Aflikah, U. (2019). Pengembangan Konselineg Berbasis Kekuatan Diri Melalui Media Komik Untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Pada Tunadaksa di Desa Purworejo-Pasuruan. Suranaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Afriyani, D. N., Fitriani, A. N., & Tarsidi, D. Z. (2024). Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus: Memaknai Sila Kelima Pancasila Di Sekolah Dasar. Sindoro: Cendikia Pendidikan, 9(1), 71-80.
Ahmad, S. (2024). Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Melalui Penerapan Role-playing pada Siswa Tunagrahita Kelas IX di SLB Negeri 1 Makassar. Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Pembelajaran, 6(3), 743-746.
Aminah, S., Rahman, F., & Nurmalasari, Y. (2021). Peningkatan Kompetensi Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Pendampingan Siswa Berkebutuhan Khusus. QUANTA: Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan, 5(3), 79-86.
Ashari, A. (2024). Alternatif Pendidikan Positif: Mendisiplinkan Siswa tanpa Menggunakan Kekerasan. Journal of Education and Contemporary Linguistics, 1(1), 1-11.
Astiani, S., & Anggrellanggi, A. (2024). The Effect of Role-Playing Method on Shopping Skills in Self-Development Learning for Children with Intellectual Disability in SLB Negeri Surakarta. Special and Inclusive Education Journal (SPECIAL), 5(1), 52-60.
Azwar, B. (2022). The Role of The Counseling Teacher In Developing The Social Dimensions of Children With Special Needs . Munaddhomah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(2), 126--138. https://doi.org/10.31538/munaddhomah.v3i2.238
 Farisiyah, A., & Budiarti, Y. (2023). Analisis Keterampilan Sosial Siswa Slow Learner di Sekolah Inklusi UPT SD N 1 Ganjaran. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(1), 2712-2720.
Hadi, A., & Laras, P. P. B. (2021). Peran guru bimbingan dan konseling dalam pendidikan inklusi. Jurnal Selaras: Kajian Bimbingan Dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan, 4(1), 17-24.
Hanifah, D. S., Haer, A. B., Widuri, S., & Santoso, M. B. (2021). Tantangan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam menjalani pendidikan inklusi di tingkat sekolah dasar. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (JPPM), 2(3), 473-483.
HARYANA, H. C. (2022). Pengaruh Dukungan Keluarga dan Kendala Terhadap Prestasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA).
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/03/kemendikbudristek-ajak-wujudkan-pendidikan-inklusi-yang-adil-dan-merata (Diakses pada 27 Desember 2024).
Ikhwanisifa, I., Marettih, A. K. E., Susanti, R., & Zahira, G. R. (2024). Peran Dukungan Keluarga Dan Kebersyukuran Terhadap Kualitas Hidup Keluarga Pada Orang Tua Dengan Anak Berkebutuhan Khusus: Dukungan keluarga, kebersyukuran, kualitas hidup keluarga, anak berkebutuhan khusus. Generasi Emas, 7(1), 13-20.
Irmayanti, R., & Yuliani, W. (2020). Peran bimbingan dan konseling di sekolah inklusif. JPK (Jurnal Pendidikan Khusus), 16(2), 87-93.
Khomsidah, N., & Arifin, Z. (2024). Implementasi Pembelajaran Inklusif untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus (ABK): Sebuah Studi Kasus. Jurnal Ilmiah Research Student, 1(4), 137-149.
Kristiyanti, E. (2019). Model Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas Intelektual: Studi Kasus di DKI Jakarta. Indonesian Journal of Religion and Society, 1(1), 67-79.
Kusumawati, S., Zakiyah, R., Amalia, Y., & Dini, S. S. T. (2023). Penanganan Problematika Sekolah Inklusi Melalui Skrining Tumbuh Kembang, Psikososial Pediatric Symptom Checklist-17 (PSC-17), Program Parenting dan Pelatihan Guru ABK di MI Insan Kamil Desa Tulusbesar Tumpang Kabupaten Malang. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 6(3), 507-512.
Lutfiyah, I. (2023). Bimbingan konseling anak berkebutuhan khusus. Childhood Education: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2), 127-137.
Muslichah, A. N. A., & Nisa, A. N. S. (2020). Analisis Kompetensi Pedagogik Guru IPS dalam Pengembangan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus SMP N 12 Semarang). Harmony: Jurnal Pembelajaran IPS dan PKN, 5(1), 52-59.
Nugraheni, D., Rosida, L., & Illiandri, O. (2022, December). Pendidikan inklusi terhadap anak berkebutuhan khusus. In Lambung Mangkurat Medical Seminar (Vol. 3, No. 1, pp. 20-32).
Nurhaliza, S., Nurjuliani, A., Septiani, S., Putri, N. A., Anugrah, E. S., Purnamasari, R., ... & Sahdi, S. (2023). Implementasi Penggunaan Metode Role Playing Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik Tkkh Dengan Hambatan Pendengaran Di Skh Negeri 02 Kota Serang. Sindoro: Cendikia Pendidikan, 1(4), 41-50.
Nurhayati, S., Harmiasih, S., Kaeksi, Y. T., & Yunitasari, S. E. (2023). Dukungan keluarga dalam merawat Anak Berkebutuhan Khusus: literature review. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 6(11), 8606-8614.
Oktaviani, E., & Setiyono, I. E. (2023). Pengembangan ethnoscience puzzle guna mendorong kemampuan kognitif anak berkebutuhan khusus. Journal of Telenursing (JOTING), 5(2), 3060-3068.
Oktaviani, F., & Harsiwi, N. E. (2024). Tantangan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus di Kelas Inklusi SDN Gebang 1. Journal of Special Education Lectura, 2(1), 24-30.
Puteri, A. S. A., & Hajar, S. (2024). Analisis Kebutuhan Untuk Menumbuhkan Kemampuan Merawat Diri Siswa Berkebutuhan Khusus Melalui Program Bk. Jurnal Penelitian Bimbingan dan Konseling, 9(2).
Rachman, M. A., Raihan, M., & Anida, N. (2023). PERAN KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM MERAWAT DAN MENDUKUNG ANAK-ANAK DENGAN DISABILITAS. Religion: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya, 2(4), 384-398.
Rahmat, H. K. (2019). Implementasi strategi layanan bimbingan dan konseling komprehensif bagi siswa tunanetra di MTs Yaketunis Yogyakarta. Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam, 16(1), 37-46.
Ramadani, H., Hakim, M. S., Ayunda, Z., & Mustika, D. (2024). Optimalisasi Pendidikan Inklusi Di Sekolah. Gudang Jurnal Multidisiplin Ilmu, 2(6), 1-14.
Rilci, A., & Nugraha, B. T. (2024). Pendidikan Inklusif: Mengakui Keberagaman dan Membangun Kesetaraan. Journal Educational Research and Development| E-ISSN: 3063-9158, 1(2), 41-43.
Rusmono, D. O. (2020). Optimalisasi pendidikan inklusi di sekolah: literature review. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, 7(2), 209-217.
Sari, A. P., & Susanti, L. (2024). Pendidikan Berkebutuhan Khusus pada Anak Tunalaras (Gangguan Sosial-Emosi). EJIP: Educational Journal of Innovation and Publication, 3(1), 17-36.
Shabrina, A. I. A. (2022). Bimbingan dan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus. The World of Counselor: Graflit, 1.
Sidabutar, D., Manik, S. M., & Turnip, H. (2023). Kolaborasi Orang Tua Dan Guru Dalam Meningkatkan Kemampuan Anak Tunagrahita. Jurnal Pendidikan Sosial dan Humaniora, 2(4), 12505-12510.
Silviana, A., Surtijah, E., Novianti, M., Rohatul, M., Azzahra, N., Hidayat, R. M., & Ramadhana, Z. F. (2024). Peran Guru Dan Orang Tua Terhadap Layanan Konselor Abk Anak Tunarungu Pada Kelas Tinggi Di Slb Wijaya Kusumah. Cendikia: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 2(3), 475-481.
Sutisna, D., Indraswati, D., Nursaptini, N., Novitasari, S., & Sobri, M. (2020). Penerapan program pendidikan inklusi di SDN 1 Sangkawana Lombok Tengah. Progres Pendidikan, 1(2), 115-127.
Una, L. M. W., Beku, V. Y., Soro, V. M., & Laksana, D. N. L. (2023). Pendekatan Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Pendidikan Inklusi Citra Bakti, 1(2), 148-158.
Utomo, P. (2021). Model Konseling Kelompok Berbasis Terapi Bermain Asosiatif Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa ABK. Al-Isyrof: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 3(2), 56-72.
Widayati, H. (2022). Efforts to Improve Indonesian Learning Achievement in Reading Materials Using the Role-Playing Method in Class XI of the Special State School of Trustees in the Province of East Kalimantan. Educationist: Journal of Educational and Cultural Studies, 1(1), 115-126.
Winarsih, M., Nasution, E. S., & Ori, D. (2020). Hubungan dukungan keluarga dengan penerimaan diri orang tua yang memiliki ABK di SLB Cahaya Pertiwi Kota Bekasi. Ikra-Ith Humaniora: Jurnal Sosial dan Humaniora, 4(2), 73-82.
Yunus, M., As, H. A. H., Hasyim, A., Yahya, M., & Sapinah, S. (2021). Mengenal dan Mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi Sekolah Ramah Anak. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bagi Masyarakat, 1(3), 118-123.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun