Mohon tunggu...
Safanja Azka Djatmiko
Safanja Azka Djatmiko Mohon Tunggu... Lainnya - a 16 years old girl

siswa SMAN 28 jakarta, kelas XI MIPA 5, no absen 33

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Black Beauty

21 November 2020   18:09 Diperbarui: 21 November 2020   18:19 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest/austincadle

     Dia sudah hilang. Semuanya terlambat. Kini hanya air mata yang terlihat dan memori yang mengiang.

Kami tertawa bersama, menikmati musik bersama, dan berbagi kebahagiaan bersama. Semuanya tampak sempurna. Marlene, sahabat baikku yang terkenal periang. Kami memulai persahabatan kami sejak kelas 7 SMP. Walaupun kami menyukai jenis musik sadcore, tapi sifat kami justru mencerminkan yang sebaliknya. Terlebih Marlene. Ia sangat riang dan menyukai semua orang. Tidak pernah terlihat raut wajahnya yang muram. Ya, itu yang dilihat orang lain.

Tapi bagiku, mental illness yang dialami Marlene merupakan rahasia kami berdua. Sudah sering Marlene menangis membasahi seluruh bajuku atau berusaha melakukan cutting didepanku. Ini semua kami jadikan rahasia demi kenyamanan Marlene. Latar belakangnya yang tidak seindah teman-temannya yag lain menambah penderitaannya. Sering ia terjerumus ke pergaulan yang tidak sewajarnya. Merokok, meminum minuman alkohol, dan memasukkan heroin kedalam tubuhnya sudah pernah ia lakukan setidaknya sekali selama hidupnya.

Melihat kondisinya, banyak temannya yang menjauhinya, tetapi aku tidak. Aku tau ia perlu teman untuk melewati semua ini. Setiap hari aku datang kerumahnya, berbagi cerita bersama, bahkan sering aku menginap dirumahnya. 

Tak jarang Marlene yang ke rumahku. Segala suka duka sudah kami jalani bersama selama 5 tahun. Tidak ada yang tau lebih tentang Marlene selain Tuhan dan aku. Bahkan orang tua Marlene terkadang tidak peduli dengan keadaan Marlene.

Hingga tiba malam ini. Aku menginap di rumahnya. Berbeda dari malam yang biasanya, kami memutar musik bergenre folk. Sangat kebalikkan dari yang selami ini kami lakukan. Aku juga tidak melihat wajah sedih dan putus asa dari Marlene, hanya senyum manisnya dan cerita indah yang aku dengar. Senang sungguh aku rasakan. Aku pikir ia sudah sembuh. Aku hanya ikut tersenyum dan tertaw bersama.

Tetapi aku salah. Lusanya, aku menemukan surat dari Marlene diselipan bukuku.

Ini tidak sehat. Aku sudah tidak bisa lagi. Terima kasih 5 tahun  yang sangat berarti di hidupku yang gelap ini. Tidak, aku tidak berbohong tentang malam terakhirku yang sangat gembira itu. Aku memang sangat gebira untuk mengambil keputusanku ini. Aku pergi dulu. Aku yakin kita akan bertemu lain waktu.

Your beloved one, Marlene.

Dan dihari yang sama beredar berita Marlene bunuh diri dengan menenggelamkan dirinya ke danau yang sering kami kunjungi. Aku tidak tau harus berbuat apa lagi. Ribuan tetes air mata sudah aku keluarkan. Ribuan penyesalan juga telah aku ucapkan. Kini aku sendiri. Ditemani dengan kenangan yang indah dan juga gelap. Aku selalu merasakan bayangan Marlene menemaniku disaat aku kesepian dan menyendiri di tempat yang gelap. Apapun itu, aku akan selalu menyayangimu, Marlene.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun