Mohon tunggu...
La Ode Muhsafaat
La Ode Muhsafaat Mohon Tunggu... -

Petarung

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Integrasi Tanaman Pangan (Padi), Hijauan Tanaman Pakan (Pennisetum purpureum dan Brachiaria Sp), dan Peternakan Sapi

11 Juli 2014   13:07 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:40 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Sejumlah hewan ternak yang selamat dari erupsi Gunung Kelud. (KOMPAS.com/DEYTRI)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi - Sejumlah hewan ternak yang selamat dari erupsi Gunung Kelud. (KOMPAS.com/DEYTRI)"][/caption]

Persaingan penggunaan lahan untuk tanaman pakan, tanaman pangan, perumahan, dan kebutuhan manusia seperti jalan dan sarana yang lain dewasa ini telah mempengaruhi pembangunan sektor pertanian di Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman pangan dan populasi ternak. Di daerah padat penduduk dan padat ternak misalnya, hijauan pakan ternak berasal dari rumput alam dan limbah hasil pertanian yang berkualitas rendah dan tidak mencukupi sepanjang tahun.Mengingat semakin sempitnya lahan yang dimiliki petani, maka usaha peningkatan produksi ternak disarankan agar dititikberatkan pada usaha tani intensifikasi. Sejalan dengan ini para petani juga dituntut untuk memanfaatkan lahan yang sempit seoptimal mungkin agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

Pola integrasi antara tanaman pangan dan ternak atau yang sering kita sebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Selain itu, memanfaatkan lahan-lahan kosong di sekitar tanaman pangan untuk hijauan pakan dapat meningkatkan suplai pakan dan efisiensi penggunaan lahan. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung, dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.

Sasaran pengembangan sistem integrasitanaman pangan dengan peternakan, terutama adalah pada kawasan sawah beririgasi, dengan skala cukup luas sehingga cakupan petani cukup besar dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman pangan serta populasi ternak sapi melalui pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal.

Integrasi hijauan pakan di sekitar daerah tanaman pangan khususnya padi sawah irigasi yaitu dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong pada daerah pematang, batas lahan, dan lahan sepanjang saluran irigasi sawah. Integrasi ternak dilakukan dengan menyediakan petakan lahan di sekitar persawahan untuk kandang pemeliharaan sapi dan bangunan-bangunan lain yang mendukung misalnya tempat penampungan jerami, instalasi biogas, dan yang lainnya. Pola integrasi diarahkan pada pembentukan kelompok petani-ternak, dengan memanfaatkan sepetak lahan untuk dijadikan sebagai kandang kelompok dan bangunan-bangunan lain yang menunjang pola integrasi. Pemeliharaan kelompok diharapkan dapat mempermudah dan mengefisienkan pengeluaran pada sarana-sarana yang dibutuhkan dalam integrasi, misalnya pembangunan tempat amoniase jerami, pembangunan instalasi biogas, pengeluaran pembangunan kandang, efisiensi penggunaan lahan untuk perkandangan, dan lain sebagainya.

Potensi Jerami Padi sebagai Pakan Ternak

Pengembangan ternak ruminansia sangat tergantung pada ketersediaan pakan hijauan. Pakan hijauan dapat diperoleh dari berbagai sumber di antaranya padang penggembalaan, penanaman hijauan makanan ternak di lahan khusus, dan pemanfaatan limbah pertanian berupa jerami padi. Pemanfaatan limbah jerami padi sebagai salah satu alternatif sumber hijauan merupakan salah langkah yang dapat ditempuh. Hal ini didasarkan pada potensi yang dimiliki, yakni produksinya yang sangat besar setiap tahun dan pemanfaatan yang masih kurang. Berdasarkan luasan panen tanaman pangan di Indonesia terutama padi yang mencapai lebih dari 10 juta hektar per tahun menunjukkan bahwa limbah padi dalam bentuk jerami padi sangat besar yang pada saat ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Rumput Gajah dan Rumput Bede Sebagai Hijauan Integrasi

Rumput gajah dan rumput bede sebagai hijauan integrasi merupakan rumput unggul yang disukai ternak dengan produksi tinggi dan telah dikenal petani. Hijauan rumput gajah dan rumput bede dapat ditanam di sepanjang pematang persawahan, lahan sepanjang saluran irigasi dan di sepanjang lahan batas persawahan yang sekaligus berfungsi sebagai pagar pembatas. Selain masalah kualitas hijauan yang tinggi, rumput gajah dan rumput bede juga tidak memberikan naungan terhadap tanaman padi.

Potensi Kotoran Sapi sebagai Pupuk Organik

Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai kotoran sapi tersusun dari feses, urine dan sisa pakan yang diberikan (terutama untuk ternak yang dikandangkan). Hasil sampingan ini merupakan bahan utama pembuatan kompos yang sangat baik dan cukup berpotensi untuk dijadikan pupuk organik serta memiliki nilai hara yang cukup baik. Pemeliharaan ternak sapi yang dilakukan secara intensif dengan cara dikandangkan dan penyediaan pakan dilakukan dengan sistem "potong angkut". Dengan sistem demikian maka hasil sampingan tersedia di sekitar kandang dan sangat mudah dalam pengumpulannya.Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, sehingga menjadi pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman.

Biogas sebagai Sumber Energi Alternatif dan Solusi Pelestarian Alam

Selain sebagai pupuk organik, kotoran sapi juga dapat dijadikan sebagai pembentukan biogas. Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan. Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan karbon dioksida (CO2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house effect) yang bermuara pada pemanasan global (global warming). Biogas memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3 cara. Pertama, Biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak, dan pemanasan. Kedua, metana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2. Pembakaran metana pada Biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah metana di udara. Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka akan CO2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan oksigen yang melawan efek rumah kaca.

Nilai Tambah Bagi masyarakat Petani-Peternak

Penerapan model integrasi ini, dapat menambah sumber-sumber pendapatan baru bagi para petani. Sumber pendapatan tersebut meliputi: penjualan ternak, penjualan kelebihan pupuk organik, penjualan penghasilan padi, efisiensi pengeluaran untuk energi baik untuk proses memasak maupun untuk penerangan, dan efisiensi pengeluaran pembelian pupuk. Penggunaan biogas dan pupuk organik selain memberi manfaat kepada peternak, juga dapat mengurangi beban subsidi pemerintah mengenai penyediaan sumber energi dan pupuk untuk pertanian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun