Mohon tunggu...
La Ode Muhsafaat
La Ode Muhsafaat Mohon Tunggu... -

Petarung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mentari Pagi

16 Desember 2014   14:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:13 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Malam telah berlalu, Adzan subuh sebagai panggilan sholat membangunkan aku. Mentari pagi datang menyambut, dengan sedikit malu menyapa "selamat pagi wahai pujangga". Sejenak kumelamun membayangkan indahnya rembulan malam. Keindahan yang dihiasi dengan cahaya bintang-bintang yang gemerlapan yang telah meninggalkanku seiring datangnya pagi. Namun lamunanku cepat berlalu seketika, begitu mendengar sapaan dan merasakan sejuknya mentari pagi.

Kuambil sebuah pena, kuukir di atas ketas putih nan suci, sajak-sajak indah tentangmu wahai mentari pagi. Kedatanganmu bagai sebuah obat inspirasi baru, menggantikan indahnya rembulan malam yang semalaman membayangiku. Cahaya manismu memberi warna berbeda pada embun-embun di atas rerumputan. Kecantikan dan keanggunanmu menjadi bunga-bunga di taman, mekar dan semua tersenyum akan kedatanganmu.

Mentari pagi, selembar kertas tak cukup untuk menuliskan rasa kagumku padamu. Namun rasa kagum seakan tersandung pada batu-batu kecil pertanyaan dalam hati. Akankah engkau mau menemaniku sampai siang nanti, saat berubah menjadi mentari siang yang panas. Sudihkah engkau tetap memberikan keindahan padaku saat duduk menatap senja di sore hari, sebelum malam menjemput ajalku ke peristrahatan terakhirku. Hanya tuhan dan engkau wahai mentari pagi yang mengetahuinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun