Begitulah salah satu warga di RT saya yang menjadi tetangga saya dan rumahnya bersebelahan dengan rumah saya. Masalah cucu Mbah Soeh anak bontotnya Mas Handoyo dan Mba Sarah ini yang mogok nggak mau sekolah gara-gara mau ikut ekstrakurikuler sekolah IT itu dan belum bisa disembadani persyaratannya oleh orang tuanya sudah terjadi dual kali. Warga wilayah RT ku ini memang prural. Ada warga yang Tionghoa yang jadi pengurus yayasan sekolah di perguruan Tionghoa yang ngebranding sekolah nasional  tiga bahasa dan yayasannya berbasis Konghucu ada yang jadi guru di Yayasan Dominikus dan ada pula yang jadi tu di SMK Maranata.
        Tampaknya para warga RT yang memiliki 40-an kk beragam agama atau keyakinan atau terpengaruh agama tempat mereka bekerja,, guyub rukun.  Oh, ya. Belum lagi Mba Rahayu yang sering kirim salam rahayu ke wa-ku bila berkomunikasi. Mba Lestari adalah Sekretaris Umum DMW Gema Pakti (Generasi Muda Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME-Indonesia) pustakawan bergelar master di kampus negeri di kotaku dan para warga yang bhineka di RT-ku ini enggak pernah aeng-aeng, neko-neko Wajar saja..
        Pada awal bulan mereka para ibu kumpulan untuk arisan yang diinisiasi PKK RT. Para emak inilah yang paling getol mengadakan kegiatan. Bikin bank sampah, posyandu dan selalu ribet jadi seksi kosumsi kalau ada acara kegiatan peringatan hari nasional, senam sehat setiap Minggu pagi dan heboh banget ngadain lomba konyol-konyolan saat 17-an.
Para bapak juga sering kerja bakti merawat lingkungan. Membersihkan sampah yang dibuang ke kali dari warga RT,  RW di sebelah utara wilayah RT-ku. Gotong royong membuat balai pertemuan warga RT sekaligus dijadikan Posko Covid 19. Yaaah ... pokoknya guyub rukun saling menghargai, menghormati saling membantu walau berbeda-beda agama dan keyakinannya. Terbukti pada  perayaan hari besar agama. Semua warga berkumpul di Gang Cempaka gang utama yang berada di RT-ku. Mereka berhalal-buihalal bersalam-salaman saling memaafkan berjajar sepanjang gang tersebut. Juga ada perayaan  Natal di awal tahun baru sekaligus menyambut tahun baru.
"Mbak nyong arep takon, Mba" suatu hari saya bertanya pada Mba Iyeng yang buka warung sembako di seberang gang depan rumahku.
"Tangled napa, Pak?" Mba Iyeng balik tanya sambil gramakan di grobog mencari rokok yang akan saya beli.
"Kuwe lho, Bu Umi" saya menanyakan tentang Bu Umi, nama aslinya saya tak tahu. Ia sering dipanggil anak-anaknya umi ... umi, istrinya Pak Gufron.
"Nggih, kenging napa, Bu Umi?"
"Kae angger njujugna anake sekolah meng TK Â jan mriggani pisan"
"Lha, pripun, si?" Mbak Iyeng tanya lagi heran.
"Kuwe lho, angger numpak motor njujugna anake sekolah. Mriggani banget, mbok kesrimpet apa tabrakan. Bahaya"