Gethek Artinpiration, eh ... Edi Romadhon menggebrak pada acara "Laga Para Juara Baca Puisi" malam Jumat, 18 Oktober 2018 di Auditorium Ukhuwah Islamiyah UMP (Universitas Muhammadiah Purwokerto) Tampil terakhir mengolah anak-anak Teater Boled SMKN Ajibarang berteaterikalisasi puisi karyanya meredupkan 10 para juara baca puisi Pemksimida/nas dan FLSN yang tampil sebelumnya.
Jan, pancen joss pisan, tampilan para juara baca puisi lintas generasi itu. Ada yang kinyis-kinyis karena menang di lomba baca puisi FLSN tingkat SMA se-Jateng 2018 dan kaki-kaki ganjen kang Ajibarang yang nggak pernah capai ngguli mbarang puisi ke mana-mana.
Saya jadi terkenang, dulu jaman tahun 1973-1990-an kegiatan baca puisi marak di Purwokerto. Bagaimana riwayatmu dulu? Berbagai lomba baca puisi yang diselenggarakan berbagai komunitas pesertanya dari  berbagai kalangan dari tingkat TK sampai PT, pemuda, para guru dan orang tua. Malah ada pemecahan baca puisi rekor Muri di Gedung Kesenian Soetedja.
Baca puisi, lebih keren poetry reading sebuah artikel tentang baca  puisi saya tulis dan  dimuat di Berita Yudha Minggu tahun 1973. Kala itu tidak dikenal istilah baca puisi, apalagi poetry reading, berbagai kalangan lebih mengenal deklamasi.Â
Ketika pulang kampung karena drop out kuliah di Sanata Dharma Yogyakarta, pengalaman srawung dengan Linus Suryadi AG, Cunong Cucuk Suraja, dan anak-anak De Britto di bawah asuhan Gr. Sukardi bareng-bareng ngefans sama Rendra diamalkan di Purwokerto.
Pada 28 April 1970 pada peringatan meninggalnya Chairil Anwar,WS Rendra tampil di Teater Arena TIM Jakarta mementaskan puisi-puisi Chairil Anwar. Oleh Dami N Toda dalam bukunya Apakah Sastra (IndonesiaTera, 2005) menyimpulkan tradisi akar pelisanan sastra telah lahir kembali.Â
Berikut kutipannya : Dengan teks terhafal WS Rendra berhasil mengangkat deklamasi yang rutin ke taraf "pementasan" puisi-puisi Chairil dengan perhitungan seni pertunjukan, kemampuan acting, tata set pentas dan lampu (lighting). Menyadarkan kembali ciri akar pelakonan sastra Nusantara yang bukan membaca teks untuk seorang diri melainkan berpawang  melisankan hayatan langsung publik penonton dan pendengar.
Lewat Teater Rosana saya memperkenalkan poetry reading ala Rendra. Pernah suatu ketika pada suatu acara di Gedung Kesenian Soetedja saya membacakan puisi Rendra "Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta" dengan berdiri di atas meja, buntutnya selesai acara saya dikejar-kejar oleh Kasi Intel Polres Banyumas saat itu Pak Purba. Mas Wahyu Mandoko (mantan wartawan Sinar Harapan) selalu mengolok-olok saya menakuti mau ditangkap polisi.
Peringatan Harkitnas (Hari Kebangkitan Nasional) merupakan lomba baca puisi pertama yang saya gelar di Purwokerto tahun 1974. Dikenal sebagai Lomba Baca Puisi Harkitnas di Gedung Kesenian Soetedja untuk katagori umum dengan kriteria bebas, pemenangnya Aris Munandar dari Karangsalam.Â
Pernah juga saya menyelenggarakan Lomba Teaterikalisasi Puisi bekerjasama dengan AMPI Banyumas di balai desa Sidabowa, pemenangnya Bambang Wadoro membawakan Marto Klungsu dari Leiden karya Darmanto Yatman.
Setelah itu banyak komunitas pecinta baca puisi menyelenggarakan lomba baca puisi, ada Lomba Baca Puisi Perjuangan, Lomba Baca Puisi Hardiknas dll. seperti yang diselenggarakan oleh Teater Jaseta (Jalan Setasiun Raya) Bantarsoka yang dikoordinir oleh Dimas Yoto.Â