menyusuri jalur kereta api Dayeuhkolot - Majalaya, catatan ini adalah terusan dari artikel saya sebelumnya, pada segmen sebelumnya kita membahas sejarah dari jalur tersebut. akan tetapi rasanya kurang afdol kalau tidak menyusuri langsung ke lokasi nya. penelusuran kami awali dari jalur yang berada di daerah Cipicung Baleendah. memasuki gang yang berada tidak jauh dari PT BLS Baleendah. saya memasuki gang untuk menyusuri jalur kereta api yang sudah lama mati tersebut, di sana memang tidak menemukan bekas sedikitpun baik rel maupun bekas yang dulunya kereta api melintas di sana bangunan tempat tinggal menjadi pemandangan di jalur mati tersebut.Â
namun, seonggok patok memberikan saya petunjuk berupa patok dari PT KAI itu sendiri, alhasil itu menjadi sebuah patokan bagi saya untuk menyusuri jalur tersebut. patok dengan warna putih bertuliskan angka serta poin dan juga logo dari PT KAI menghiasi sepanjang jalur bekas rel, hal yang menarik ialah dari bekas pondasi jembatan dengan ukuran kecil, menjadikan sebuah bukti walaupun hanya sedikit dan terkubur oleh tanah namun itu adalah penemuan yang menarik. namun untuk kesana agak sedikit sulit karena di penuhi oleh hewan ternak seperti ayam, angsa dan sebagainya, namun saya bisa melihat sedikit berupa bekas rel / bayangan dari besi rel yang melintang walaupun sudah tidak ada. saya berpikir mungkin jembatan yang saya pijak ini dulunya bekas jembatan rel ternyata salah. jembatan kecil dari jembatan kereta itu bersebelahan dengan jembatan yang di lintasi oleh warga di sana.
saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju halte cilelea, karena dari tempat yang saya pijak itu tidak jauh sekitar 1 km menuju lokasi, di depan, saya menemukan patok serupa dan bekas railbed. namun sekarang sudah di jadikan jalan setapak dan sawah, untuk kesana memang sedikit sulit karena banyak semak serta lumpur, saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju halte cilelea. satu kilometer akhirnya saya sampai juga di tujuan, halte cilelea sekarang berganti menjadi sekolah SDN CIPTAWANGUN Cipicung, namun nama cilelea masih bertahan walaupun hanya sedikit, mungkin untuk mengenang bahwa dulunya di sini bekas halte. suasana di dekat halte cilelea itu ramai oleh para pedagang yang menjajakan dagangannya untuk berbuka puasa, serta tempat ngabuburit untuk warga.Â
salah seorang warga yang berjualan di lokasi sempat bertanya kepada saya, apa tujuan saya datang ke lokasi, saya hanya menjawab " mau melihat bekas halte cilelea" ungkap saya sambil tersenyum. Mereka sudah mengetahui tentang SDN CIPTAWANGUN yang dulunya bekas halte, saya tidak mengetahui siapa yang bertanya kepada saya, namun dia menjawab " iya kang, dulunya ini halte, saya juga tidak tahu secara rinci kang, namun kata sepuh saya bercerita. dulunya kereta api sempat singgah di sini malahan sang masinis sering membeli kayu bakar ke kakek saya" itu sedikit relevan karena dulu lokomotif uap mengandalkan kayu bakar sebagai bahan bakar.Â
setelah berbincang saya melanjutkan perjalanan saya menuju halte Manggahang, dan di sini saya menelusuri melalui gang dengan deretan rumah masyarakat. deretan rumah melintang memanjang seakan mengingatkan dan membayangkan saya sedang mengendarai kereta api pada masa tersebut, namun sekitar 2 km kita harus kembali ke jalan raya karena di sana jalurnya terpotong oleh rumah serta lapangan voli yang di gunakan oleh warga sebagai sarana berolahraga bagi masyarakat di sana.Â
saya memutuskan melalui jalan raya menuju panti asuhan Pertiwi yang ada di jalan Laswi manggahang, hingga akhirnya saya tiba di tujuan kedua saya di sekitar halte Manggahang, area di bekas halte Manggahang relatif cukup luas namun untuk bekas haltenya sudah hancur dan berganti ke gedung baru sebagai panti asuhan serta panti jompo. saya di tanyakan lagi salah seorang penjaga panti, saya hanya menjawab " saya ingin lihat halte Manggahang" namun penjaga halte sempat bingung masa iya ini dulunya bekas halte kereta api, kan sudah berganti menjadi gedung panti asuhan, saya menjawab " mungkin saja bisa, karena dulunya pada masa kolonial Belanda, Belanda membangun jalur kereta api menuju Dayeuhkolot" hingga akhirnya perbincangan serta obrolan yang membuat waktu menjadi tidak terasa, jam tangan saya menunjukkan waktu adzan Maghrib sekitar 15 menit. rencana saya untuk melanjutkan menuju halte Jelekong kemungkinan tidak bisa di lanjutkan, karena waktu hampir mendekati waktu Maghrib. sampai akhirnya saya mengakhiri perbincangan saya dan memutuskan untuk pulang dan akan di lanjutkan di ke esokan harinya.
Kesimpulan
berdasarkan informasi serta catatan dari para sesepuh yang mengetahui tentang jalur kereta api Dayeuhkolot - Majalaya mengungkapkan bahwa dari jalur Dayeuhkolot menuju Majalaya memiliki satu jalur, sedangkan dari halte cilelea dan Halte manggahang memiliki 2 jalur. ada pula yang menyebutkan halte Manggahang memiliki 3 jalur, satu sepur lurus, satu sepur belok, dan sepur simpang. biasanya halte memiliki satu atau dua jalur sebagai pemindah atau melindungi kereta supaya tidak saling bertabrakan. kalau tiga jalur kenapa di sebut halte ? bukannya stasiun ?. tapi itu hanya perkataan orang lain, karena setiap tempat memiliki versi nya masing - masing. salah satu hal yang menarik adalah terdapat bekas langsiran di dekat halte Manggahang. yang mungkin sekarang menjadi SMKN 7 Baleendah yang ada di kawasan Munjul, namun saya tidak akan membahas sekarang, itu akan saya bahas di yang akan datang.