Film ini mengangkat tema yang berat dan sensitif, seperti perundungan di sekolah dan kekerasan dalam rumah tangga, yang dikemas dalam balutan thriller.Â
A Place Called Silence adalah film yang berlatar di sebuah kota fiktif bernama Doma, meskipun pada kenyataannya pengambilan gambar dilakukan di Penang, Malaysia.Sutradara Quah menempatkan tokoh utama Li Han, seorang ibu tunggal yang diperankan oleh Janine Chang, sebagai pembersih di Sekolah Menengah Jing Hwa, sekolah yang sama tempat putrinya bersekolah.Â
Chen Yutong, yang akrab dipanggil Tong, diperankan oleh Wang Shengdi, adalah seorang siswi remaja yang bisu. Tong harus menghadapi kenyataan pahit berupa perundungan terus-menerus oleh teman-teman sekelasnya, yang bahkan pada satu titik menyiksanya dengan cara menempelkannya ke dinding.
Cerita mulai memuncak ketika tiga siswi yang dikenal sebagai pelaku perundungan terhadap Tong ditemukan tewas secara brutal. Mereka dibunuh oleh sosok misterius yang mengenakan jas hujan hitam dan menggunakan kapak sebagai senjata. Pembunuhan ini kemudian memicu penyelidikan yang dipimpin oleh Brother Dai, diperankan oleh Francis Ng, seorang penyidik yang mencoba mengungkap siapa pembunuh sebenarnya.
Misteri ini memunculkan pertanyaan apakah mungkin Tong atau bahkan ibunya, Li Han, yang terlibat dalam pembunuhan tersebut. Selain itu, film ini memperkenalkan karakter-karakter lain yang mungkin memiliki hubungan dengan kejadian tragis ini, salah satunya adalah Lin Zaifu, diperankan oleh Wang Chuanjun, seorang pekerja sosial dari organisasi Build Together Charity yang juga bekerja sebagai tukang di sekolah tersebut.
Quah sebagai sutradara memberikan perhatian lebih pada latar belakang karakter utama, terutama melalui penelusuran masa lalu Li Han yang suram. Dikisahkan bahwa Li Han memiliki hubungan yang penuh kekerasan dengan suaminya, yang membuat kehidupan keluarga mereka berada dalam bayang-bayang trauma. Selain itu, karakter Tong juga mengalami tekanan dari ayah tirinya, yang diperankan oleh Xing Jiadong.Â
Hubungan yang kompleks dan penuh konflik ini diceritakan melalui serangkaian kilas balik yang diselipkan di berbagai bagian film. Penggunaan kilas balik ini menambah dimensi emosional pada karakter-karakter utama, tetapi juga berpotensi mengganggu alur cerita jika tidak diolah dengan baik. Di tangan sutradara yang kurang cakap, kilas balik yang berlebihan bisa membuat film terjebak dalam penjelasan yang terlalu panjang atau memberikan informasi yang terlalu gamblang kepada penonton, sehingga merusak unsur misteri.
Namun, Quah berhasil menghindari jebakan tersebut. Ia mampu menampilkan kilas balik dengan cara yang efektif, menggunakan potongan-potongan adegan untuk memperkaya cerita tanpa membuatnya terasa terlalu bertele-tele. Pacing film, meskipun memiliki elemen yang kadang berbelit, tetap terjaga dengan baik, membuat penonton tetap tertarik mengikuti perkembangan cerita.Â
Meski demikian, tema utama film ini, yakni perundungan di sekolah, diceritakan dengan intensitas yang sangat emosional. Beberapa adegan yang menampilkan kekerasan terhadap Tong mungkin bisa membuat penonton merasa gelisah, karena kekejaman yang diperlihatkan terasa begitu nyata. Meskipun tema ini berat dan sulit, Quah berhasil menyeimbangkan narasi sehingga tidak terjebak dalam melodrama yang berlebihan.
Selain itu, Quah tidak ragu-ragu dalam menampilkan kekerasan yang terjadi di rumah tangga Li Han. Adegan yang menunjukkan bagaimana Li Han menderita di tangan suaminya yang sadis memberikan dimensi yang lebih dalam pada karakter Li Han dan menjelaskan sebagian besar dari tindakan serta sikapnya dalam menghadapi hidup. Film ini berhasil memotret dua bentuk kekerasan, yaitu kekerasan fisik di sekolah dan di rumah, dengan cara yang kuat dan efektif.
Yang menarik dari A Place Called Silence adalah elemen genre slasher yang diselipkan di dalamnya. Kemunculan sosok pembunuh misterius yang mengenakan jas hujan hitam dan bersenjatakan kapak membawa film ini ke arah yang berbeda, memberikan sensasi menegangkan dan membangkitkan unsur thriller.Â