[caption caption="(Ki-Ka) Suci Hendrina (PR Wardah Cosmetics), Alessandra Usman, Tatjana Saphira, Janna Soekasah, Wilawati, Wulan Guritno, Adilla Dimitri, Fauzi Baadilah. "][/caption]Berlangsung di XXI Epicentrum, Jakarta gala premiere I am Hope dilaksanakan pada Selasa (9/2). Tepat pukul 15:30 media yang menghadiri press screening dan press conference menyaksikan sisi scene demi scene adegan I am Hope.
Film yang menceritakan tentang pengidap kanker adalah bukan hal yang biasa. Melainkan sebuah kisah terunik yang akan disampaikan.
Jika melihat data statistis dari World Health Organization pada tahun 2012 bahwa penderita kanker mencapai 14,1 juta orang. Sedangkan bagi negeri Indonesia sendiri tercatat bahwa pada tahun 2013 Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan mencatat setidaknya terdapat 347.792 orang Indonesia yang mebderita kanker. Hal inilah yang melandasi terbuatnya film i am Hope.Â
Sang produser film Janna Soekasah mengatakan bahwa film ini adalah rangkaian kegiatan 3 M yang dilakukan yaitu Movement, Music, dan Movie. "Movement yang dilakukan yaitu dari adanya gelang harapan, sedangkan Music dilakukan bertepatan dengan Hari Kanker Sedunia 4 Februari kemarin, dan Movie melalui film I am Hope." tutur Janna penuh semangat.
Menurut hemat penulis, sebenarnya ada beberapa kelebihan dalam hadirnya film ini yaitu :
1. Film ini menceritakan semangat untuk hidup sang tokoh yaitu Mia dan Maia. Film ini tidak mengexplore akan penyakit kanker sebenarnya. Hal ini jelas film ini lebih menginginkan inspirasi berupa harapan dan perjuangan untuk melawan penyakit. Saat conference press terdapat pula ulasan bahwa penyakit kanker justru akan berkembang lebih pesat jika sang penderita itu hopeless. Namun sebaliknya jika semangat untuk sembuh tinggi maka akan semakin cepat untuk sembuh.
2. Spirit untuk berbagi terhadap sesama. Hal ini digambarkan bagaiman orang sekeliling Mia sang tokoh utama memberikan sokongan untuk terus berjuang melawan kankernya.
3. Film ini memberikan pesan secara halus melalui perbuatan tokoh utama maupun pendukung. Pesan yang ingin disampaikan tidak serta merta melalui ucapan yang ada, namun kegigihan dalam adegan tokoh menandakan bahwa itulah pesan yang ingin disampaikan.
I am Hope sendiri diawali dari kisah ibu Mia yang meninggal karena kanker. Segala tabungan keluarga yang dimiliki habis untuk mengobati penyakit ibunya. Bahkan Mia dan ayahnya harus pindah ke rumah lain demi pengobatan ibunya meskipun ibunya tidak terobati.
pesan yang halus terlihat dalam adegan dimana mereka harus rela hidup sederhana bahkan harus rela turun dari taxi karena uangnya tidak cukup meski tujuan akhir belum sampai.
4. Berdonasi melalui film. Sebagaimana dijelaskan oleh Wulan Guritno yang juga sebagai produser film ini bahwa keuntungan film ini akan disumbangkan melalui yayasan kanker Indonesia. "Beberapa sumbangan yang telah tersalurkan melalui kegiatan sebelumnya yaitu gelang harapan dan Music antara lain disumbangkan ke RS Dharmais Jakarta, RSCM Jakarta, Yayasan Kasih Anak Kanker Bandung, serta Yayasan Onkologi Anak Indonesia," ujar istri dari Adilla Dimitri.
Wulan pun melanjutkan bahwa beberapa pemain figuran rela untuk tidak dibayar saat ikut dalam proyek film I am Hope.
Berharap hanya ibunya saja yang menderita penyakit kanker, namun Mia yang diperankan oleh Tatjana Saphira (salah satu brand ambassador Wardah) juga harus mengidap kanker. Bagaimana Mia berjuang melawan kankernya ditemani oleh Maia sang spirit hidupnya penuh ketar ketir dalam scene adegan. Begitupula sokongan semangat dari diri Mia dan kerabat di sekelilingnya membuat Mia bangkit untuk menjadi kuat melawan kanker. Bahkan project Mia dalam menyutradarai teaternya juga dijalani dengan penuh semangat.
Tidak mungkin jika tidak ada kekurangan dalam setiap film. Film ini memiliki kelemahan yaitu dalam hal pemeran tambahan seperti suster, wartawan, supir taksi dan lainnya yang perannya kurang dapet dan tidak menghayati perannya. Namun, kalau tokoh utama dan figuran sudah saling memberikan kekuatan dalam adegan filmnya. Terlebih penulis melihat kekuatan peran ayah Mia (diperankan Tio Pakusadewo), peran dokter yang memerik$a Maia (diperankan Fauzi Baadillah), peran David (diperankan Fachri Albar).
Akankah Mia bisa sehat dan normal atau sebaliknya mengalami kematian seperti ibunya? kiranya film yang berdurasi 90 menitan ini sangat cocok dan layak ditonton oleh siapapun dari segala jenis umur, segala jenis kelamin, hingga segala jenis kepribadian dan kepentingan.
Jangan lupa saksikan di bioskop kesayangan mulai 18 Februari 2016.
Salam film Indonesia. Jayalah film Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H