Abu Naser Al-Farabi dalam filsafatnya berusaha untuk memadukan agama dan filsafat. Sebagaimana Pendahulunya Al-Kindi. Menurut Al-Farabi kebenaran akal dan kebenaran wahyu bisa bersatu padu. Istilahnya metode burhani yang berdasarkan teks kitab suci dan metode irfani yang berdasarkan ilham langsung dari Allah bisa dipadukan dengan metode bayani yang berdasar kan argumen yang jelas dan tegas hasil dari berpikir logis. Selain memadukan antara agama dan filsafat, Al-Farabi juga memadu kan pemikiran-pemikiran para filsuf Yunani, Plato, Aristoteles dan Plotinus.Â
Dalam penjelasan terkait metafisika Al-Farabi mengikuti Aristo teles dan Neoplatonisme. Menurutnya Tuhan sebagai al-maujud al-awwal adalah sebab pertama (causa prima) bagi segala yang ada. Berbeda dengan Al-Kindi yang menyatakan proses penciptaan adalah dari yang tiada (creatio ex nihilo), Al-Farabi mengikuti pendapat para Filsuf Yunani. Penciptaan berdasarkan bahan yang sudah ada. Karena menurut akal tidak mungkin proses penciptaan terjadi tanpa didahului keberadaan materi. Al-Farabi tidak mau terjebak kepada penambahan wujud yang kekal seperti Ar-Razi. Dia mengemukakan teori emanasi, bahwa yang wajib wujud hanya satu (Tuhan) selebihnya adalah mumkin wujud. Keberadaan yang mumkin selalu bergantung kepada yang wajib. Sedangkan yang wajib ada dengan sendirinya.Â
Kata emanasi berarti pancaran. Proses keberadaan semesta melalui teori emanasi seperti adanya cahaya dari matahari. Keberadaan cahaya berasal dari matahari dan adanya cahaya tidak mengurangi wujud matahari. Teori emanasi adalah buah pemikiran filsuf neoplatonis bernama Plotinus. Al-Farabi berusaha menyempurnakan teori emanasi dengan menghadirkan tahapan penciptaan. Teori emanasi Al-Farabi menyatakan bahwa Allah menciptakan alam semesta beserta isinya melalui proses pancaran. Lebih detailnya dia menyebut ada sebelas tangga emanasi;
1. Allah sebagai wajib al-wujud berpikir tentang dzat-Nya, menghasilkan akal pertama.
2. Akal pertama berpikir tentang Allah menghasilkan akal kedua. Akal pertama juga berpikir tentang dirinya mewujud langit.
3. Akal kedua berpikir tentang Allah menghasilkan akal ketiga. Akal kedua berpikir tentang dirinya mewujud alam bintang.
4. Akal ketiga berpikir tentang Allah menghasilkan akal keempat. Akal ketiga berpikir tentang dirinya mewujud saturnus.
5. Akal keempat berpikir tentang Allah menghasilkan akal kelima. Akal keempat berpikir tentang dirinya mewujud jupiter.
6. Akal kelima berpikir tentang Allah menghasilkan akal keenam. Akal kelima berpikir tentang dirinya mewujud Mars.
7. Akal keenam berpikir tentang Allah menghasilkan akal ketujuh. Akal keenam berpikir tentang dirinya mewujud matahari.
8. Akal ketujuh berpikir tentang Allah menghasilkan akal kedelapan. Akal ketujuh berpikir tentang dirinya mewujud venus.