Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali, Jangan menua tanpa karya dan Inspirasi !!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Persyaratan Ambang Batas Threshold Keadilan Publik dan Keadilan Politik

28 Juni 2023   03:57 Diperbarui: 3 Februari 2024   15:43 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ambang Batas Threshold. (sumber gambar: Perludem)

Menurut Mahkamah Konstitusi, praktik yang telah berlangsung dalam sistem ketatanegaraan sampai saat ini, di mana pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD ternyata tidak berhasil menjadi instrumen transformasi sosial sesuai yang diharapkan. Hasil dari pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan setelah pemilihan umum anggota parlemen tidak mampu memperkuat sistem pemerintahan presidensial yang ingin dibangun sesuai konstitusi. Mekanisme pengawasan dan keseimbangan antara DPR dan Presiden, terutama, tidak berjalan dengan baik. 

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sering kali membentuk koalisi taktis yang bersifat sementara dengan partai politik, sehingga tidak terwujud koalisi jangka panjang yang dapat menyederhanakan sistem partai politik secara alami.

Dalam pelaksanaannya, pola koalisi yang terbentuk antara partai politik dan/atau pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden justru tidak menguatkan sistem pemerintahan presidensial. Penyampaian pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh koalisi partai politik tidak menghasilkan koalisi permanen antara partai politik atau gabungan partai politik yang akan menyederhanakan sistem partai politik.

Berdasarkan pengalaman praktik dalam urusan pemerintahan, pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden setelah pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD tidak memberikan penguatan yang sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial yang diatur oleh UUD 1945. Oleh karena itu, norma yang mengatur pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden setelah pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD jelas tidak sesuai dengan semangat yang terkandung dalam UUD 1945, serta tidak sejalan dengan arti pemilihan umum yang dimaksudkan dalam UUD 1945.

Terutama dalam Pasal 22E ayat (1) yang menyatakan bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali, Pasal 22E ayat (2) yang menyatakan bahwa pemilihan umum dilakukan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden anggota DPR, DPD, DPRD. Pasal 1 ayat (2) yang menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Dasar.

Original intent dan penafsiran sistematik.

Apabila diteliti lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa para perumus perubahan UUD 1945 sebenarnya bermaksud agar pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara bersamaan dengan pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD. Pernyataan tersebut secara tegas diungkapkan oleh Slamet Effendy Yusuf, salah satu anggota Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perdebatan mengenai masalah ini, para anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat mencapai kesepakatan bahwa "pemilihan umum dimaksudkan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden anggota DPR, DPD, DPRD. Dengan demikian, semuanya berada dalam satu rezim pemilihan umum."

Lebih jelasnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan pemilihan umum nanti, akan ada 5 (lima) kotak sebagai representasi berbagai posisi yang dipilih. Kotak 1 akan digunakan untuk memilih DPR, kotak 2 untuk memilih anggota DPD, kotak 3 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, kotak 4 DPRD tingkat provinsi, dan kotak 5 untuk memilih anggota DPRD tingkat kabupaten/kota.

Dengan demikian, jika dilihat dari perspektif niat asli para pembuat perubahan Undang-Undang Dasar 1945, terdapat visi yang jelas mengenai mekanisme pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, yaitu bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden akan diadakan secara bersamaan dengan pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD ini sesuai dengan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilihan umum mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, dan Presiden dan Wakil Presiden yang semuanya dilakukan dalam satu waktu yang sama.

Dalam konteks tersebut, UUD 1945 memang tidak memisahkan pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dengan pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD. Oleh karena itu, frasa "sebelum pelaksanaan pemilihan umum" dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum," mengacu pada pemilihan umum sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945.

Maksud dari penyusun perubahan UUD 1945, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, adalah agar pelaksanaan pemilihan umum dilakukan secara bersamaan antara pemilihan umum untuk memilih anggot DPR, DPD, DPRD, serta pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dengan menggunakan interpretasi sistematis terhadap ketentuan Pasal 6A ayat (2) tersebut, yang menyatakan bahwa "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum," yang dikaitkan dengan Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun