Hasrat berkuasa dapat menyusup di setiap sudut kehidupan, dari yang terkecil keegoisan diri sendiri, merasa benar dan ingin dipandang sosok yang sempurna, juga kerap muncul di lingkungan keluarga seperti perebutan peran dalam mengatur roda rumah tangga, perebutan menjadi pemain utama dalam keluarga besar. Belum hilang di lingkungan keluarga bermunculan hasrat kekuasaan tersebar di muka umum, wajah kekuasaan beragam dan menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri sebagai oposisi biner keindahan dan kedamaian. Kekacauan sering muncul dalam gejolak sosial, benturan kehendak, benturan kepentingan, benturan pola pikir menjadi wajah yang cukup populis di masyarakat. Kehendak berkuasa bisa berbentuk ketenaran, kepandaian, kekayaan, bisa juga berbentuk ketakpedualian pada perasaan orang lain. Seberapa objektif berita elektronik dan cetak mengangkat suatu kejadian? Adakah 50%, 40%, 20% atau 10%, lainnya hanya bumbu dan kepentingan yang terselubung. Apa objektifitas itu? Ukurannya apa? Kecurigaan terhadap media elektronik dan cetak sangat-sangat wajar, di tengah persoalan yang menyengkram bangsa ini. Persoalan yang tak kunjung usai, issu perkawinan penguasa dengan pengusaha adalah indikasi dahsyatnya kepentingan yang ingin menguasai bangsa ini. So, kepentingan masyarakat jadi nomor 13, yang lainnya adalah kepentingan kelompok, kepentingan kekuasan golongan tertentu, kepentingan personal tertentu. Prinsip utama adalah keuntungan, bisnis dan kepentingan. Tidak banyak sisa “space” bagi kebutuhan utama masyarakat. lebih lengkap lihat : http://ciberpsychology.blogspot.com/ dan http://widadarisenja.blogspot.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H