Mohon tunggu...
Isep Saepul
Isep Saepul Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

soy un chico y hay unas personas que dicen que estoy loco :0. jajaja\r\n\r\nIch hasse Gott weil er niemals mich seht, niemal mich versteht! \r\n\r\nso what else\r\n\r\nah ja! vanavond gaat ik met mijn vriendje. Hij is een mooi man, weet jij!?\r\n\r\npourquoi? oh je ne peux pas parler Francais beaucoup! c'est seul, si! je suis un gai! haha mais ... tha-ra!\r\n\r\nani ohev otakh!\r\n\r\nya tebya lyublyu!\r\n\r\nsa agapo! thata!! :-)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Satu-satunya Ideologi Manusia Adalah Komunisme

27 Oktober 2012   08:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:20 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukanlah filsafat dadu bahwa segala bentuk kepemilikan pribadi yang individualistik adalah sebuah pelestarian metode hukum purba. Segala materi duniawi dari zaman prasejarahnya didominasi oleh ketamakan yang piawai memainkan sandiwaranya dengan memerankan diri atas kebutuhan.

Maklum sekali rasanya, kala manusia berbangga diri dengan materi duniawi, dengan memaksimalkan cara apapun untuk mendapat materi duniawi. Karena dalam kaca mata biologisnya, manusia adalah binatang. Bedanya, manusia membatasi cara mendapatkan dunia fananya dengan alasan moralitas, norma, dan hak azazi kepemilikan individu. Misal, mendapatkan harta dengan cara mencuri, adalah tidak diterima secara moral.

Praktik non-komunis dalam sebuah negara hanyalah merupakan hasil dari pemikiran filsafat yang garing dan tidak essensif menyentuh palung samudra siapa dan apa jatidiri manusia. Para fanatis dan naif anti-komunis, tak ubahnya gembala keledai yang pandai beretorika. Tak terkecuali agama, malahan lembaga spiritual inilah yang sudah membuat rekayasa hakiki yang sungguh gadungan. Doktrin Tuhan yang metodenya Teori-Telan, sesungguhnya cuman berprestasi dalam membajak pemikiran masal dan memasung manusia dalam sifat hewaninya.

Slogan "Homo Homini Socius" sudah dipahami secara dangkal dan hanya dipakai untuk mengisolasikan manusia dari binatang. Tambahan latar belakangnya, yaitu masih terismenya Nicolous Driyakara oleh kedongkolan wawasan sosial yang tak surut bahananya.

Sebagai fenomena lawakannya, manusia tidak mengetahui sejarah hukum sosialnya (bukan komunisme) yang didewakan itu dengan sentuhan falsafah yang sepatutnya menjadi bahan tafakuran mereka.

Secara dealektika historis, kebutuhan manusia adalah makan, minum, tempat tinggal, dan yang lainnya. Tak dapat disangkal bahwa manusia adalah termasuk kingdom animalia, jadi pada dulunya, tak mengherankan perebutan makanan, daerah, dan lainnya menjadi naluri manusia seperti yang dipraktekan oleh sekelompok srigala. Dalam bentuk modernnya, hukum rimba ini terlestari dalam sungai dalil ekonomi manusia (bukan ekonomi komunis-sosialis) yang bermuara pada laba dan kesenangan pribadi tanpa melihat individu lain atau maksimal organisasi tertentu. Jangan heran kalau kesenjangan sosial adalah sebuah pemandangan lumrah.

Saatnya menghapus hierarki manusia dalam sosialitas! Adapun otonomi-otonomi yang masih bisa atau absolut untuk jadi hak milik pribadi adalah semua yang menjadi bawaan manusia dari lahir, misalnya: hak hidup, hak menyampaikan gagasan, hak memilih keyakinan spiritual, hak memilih cita-cita dan impian, dan hak kesetaraan gender dan orientasi seksual.

(tambahan suara dari kaum marjinal, khusus untuk negeri gulatan ini), negara ini adalah negara demokrasi oplosan, dan tidak mengherankan jika demokrasinya prematur. Kecacatan dari sistem demos-kratos di negeri ini bisa dilihat dari dikeraskepalakannya keharusan rakyat untuk menganut suatu agama dan dihapuskannya otonomi dalam orientasi seksual. Hal ini tak lain dikarenakan pelestarian budaya barbar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun