Debat Capres di tanggal 12 Desember malam itu membuat Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menjadi sorotan. Anies banyak memberi jawaban-jawaban tak terduga.
Sebagai contoh ketika Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo menanyakan sikap Anies terhadap IKN, tidak langsung dinyatakan menolak atau menerima pembangunan IKN.
Anies malah menggiring pertanyaan Ganjar itu kepada proses pembuatan keputusan. Secara pribadi saya setuju dengan analisa ini:Â https://mercusuar.web.id/opini/ikn-bagi-anies-setuju-atau-tidak/.
Lebih jauh dari itu tidak sedikit baik rakyat non akademisi maupun yang akademisi mengakui performa Anies. Di media sosial juga banyak poling yang membuktikan pengakuan itu.
Lalu apakah dengan itu bisa disimpulkan bahwa Anies yang terbaik? Belum tentu, sebab yang lainnya memandang bahwa debat Capres itu persolan retorika, dan Anies memang jagonya di situ.
Kata sebagian, Anies itu hanya pandai menata kata dan gagal menata kota. Banyak bicara tapi nol kinerja. Banyak retorika tapi tak bisa kerja.
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto, meskipun rada emosian, tetapi patut diakui bahwa analisa keprajuritan dan geopolitiknya hebat. Misalnya ketika dia bicara tentang terorisme di Papua, Prabowo memandangnya lebih luas ketimbang kedua Capres lainnya.
Maka wajarlah jika Prabowo menasihati Anies, 'tidak segampang itu, Mas Anies!' itu karena anugerah nalar intelijen yang ada di dalam kepala Prabowo, kena dia soal yang begituan.
Ganjar sendiri terlihat lebih seperti motivator yang tampaknya punya banyak solusi dari cerita-cerita indahnya. Tapi Ganjar tidak setajam Anies untuk membuat Prabowo marah.Â
Ganjar tidak berhasil menampilkan bahwa kubunya adalah lawan sengit Jokowi (yang kini ada di belakang Prabowo-Gibran). Juga Ganjar berada dalam posisi yang dilematik, antara menghantam Jokowi dan harus kena Mahfud MD sebagai salah satu menterinya, atau memilih lebih soft yang berarti Jokowi tidak begitu bermasalah, baginya (dan PDIP).