Sampai hari ini, masih banyak orang-orang dewasa yang berpikiran bahwa anak-anak tidak pantas diberikan gadget. Sebabnya adalah alasan kesehatan tubuh, psikis, hingga sosial.
Sebagian orang tua akan mulai bercerita mengenai pengalaman indahnya di masa kecil sebelum dunia mengenal gadget. Bermain kelereng, petak umpet, main kasti, lompat tali, gasing, dan lain sebagainya. Lalu cerita-cerita masa lalu itu menjadi idealisasi yang coba didoktrinkan kepada anak-anak zaman kini, bahwa mereka juga mesti seperti orang tuanya dahulu.
Tidak tanggung-tanggung, beredar pula video-video kolase tentang nostalgia permainan anak-anak di tahun 70 sampai 90-an di media sosial--yang tanpa sadar jika itu dimaksudkan untuk diperlihatkan kepada anak-anak sekarang, mereka terlebih dahulu harus menontonnya di gadget.
Cerita-cerita orang tua dulu dianggap akan efektif untuk membujuk anak supaya jangan main gadget. Sekadar penambah bujukan dan idealisasi orang tua atas masa lalunya, terkadang terselip kisah bagaimana orang-orang tua dahulu dihukum guru-guru mereka di sekolah secara bengis.Â
Prototipe dunia sekolah orang tua dahulu dikesankan layaknya serdadu yang mengikuti pelatihan militer. Guru merupakan komandan yang wajib ditaati, dan siswanya adalah anggota regu yang bergerak sesuai perintah.
Nyatanya, mereka yang mengidealkan hukuman militeristik di sekolah di masa lalu, kini juga adalah mereka yang mengecam kekerasan yang sama oleh guru terhadap siswa di sekolah, apalagi jika siswa itu anak mereka sendiri.
Sama halnya cerita mengenai permainan dan hiburan anak-anak dahulu, menjadi tidak realistis di masa kini. Selain memang karena ini sudah zamannya gadget, juga karena orang tua kerap mencontohkan melakukan sesuatu yang sesungguhnya mereka larang; mereka melarang anak bermain gadget, pada saat bersamaan, diri mereka--orang tua--sendiri enggan meletakkan gadget demi bermain bersama anak.
Maka sesungguhnya pelarangan gadget untuk anak merupakan buntut dari tidak berjalannya proses pendidikan di rumah. Jika pendidikan adalah usaha sadar dan terencana orang dewasa kepada anak demi perubahan tingkah laku dan menuju kedewasaan, maka usaha itu tidak berjalan dengan optimal.
Pendidikan terhadap anak di rumah bukan hanya soal mengajarkan mereka apa-apa yang belum mereka tahu, tetapi juga bagaimana mereka dibentuk menjadi manusia yang mampu berkomunikasi serta menjalin hubungan emosional dengan baik, terutama terhadap gurunya. Jika di dalam rumah tangga, itu dilakukan terhadap orang tua dan saudara-saudaranya.
Masalah yang timbul pada anak lantaran gadget sesungguhnya termasuk dalam rangkaian pola asuh dan pendidikan yang keliru di lingkungan keluarga. Kedekatan anak dengan orangtua, saling pengertian, saling memahami, saling sadar akan posisi (sistem kepemimpinan keluarga), serta keteladanan, akan menjadi sederet faktor penting yang dapat mencegah terjadinya masalah-masalah itu.