Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Gejala Tunasejarah dalam Penolakan atas 'Penolakan' Timnas Israel U-20

29 Maret 2023   07:14 Diperbarui: 29 Maret 2023   07:39 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: www.goodnewsfromindonesia.id

Saya melihat satu berita yang lagi ngetrend, yaitu mengenai unggahan salah satu pemain timnas Indonesia U-20, Hokky Caraka, di Instagram:

"Berjuang untuk kemerdekaan negara orang lain (Palestina), tapi kalian semua merusak impian anak-anak bangsa sendiri. Mimpi indah kawan-kawan, sampai berjumpa lagi."

Media yang memuat berita itu memberi judul "Hokky Caraka: Kalian Semua Rusak Impian Anak-Anak Bangsa Sendiri." Saya kemudian menjadi maklum, aroma ketidaksukaan dari pemain Timnas itu menunjukkan bahwa ia menganut paradigma "sport untuk sport", olahraga untuk olahraga.

Sinyal mengenai siapa saja yang menganut paradigma ini juga bisa terdeteksi dari pelbagai sikap terhadap polemik penolakan timnas Israel U-20 di ajang piala dunia U-20. Khususnya pada kalimat "jangan mencampur adukkan urusan olahraga dengan politik". Terlebih lagi jika ada yang menarasikan bahwa sepak bola berupaya dikemas dalam politik identitas oleh para penolak timnas Israel U-20 itu, sebab di dalamnya memuat unsur sentimen agama.

Inilah repotnya, ketika dua kata kunci yakni "agama" dan "politik" terdapat di dalam wacana yang diusung oleh pihak tertentu, maka pihak itu akan distigmatisasi sebagai pendukung politik identitas. Padahal dalam literatur-literatur politik, politik identitas tidaklah khas agama. Politik identitas itu bisa berjubah ras maupun ideologi tertentu.

Lebih repot lagi jika menganggap penolakan pelbagai pihak terhadap timnas Israel U-20 adalah sesuatu yang baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Lalu dengan anggapan itu seenaknya saja mengata-ngatai penolak timnas itu sebagai pihak yang egois, mencampur adukkan agama dan politik dan olahraga, atau ingin merusak impian anak bangsa (seperti kata pemain timnas Indonesia U-20 di atas).

Penolakan terhadap timnas Israel sudah pernah terjadi di tahun 1962 pada Asian Games ke-IV di Jakarta. Indonesia adalah tuan rumah, dan even itu dibuka langsung oleh Presiden Soekarno. Di situ bukan hanya Israel, tetapi Taiwan juga ditolak kepesertaannya.

Kenapa bisa ditolak? Jawabannya adalah karena Soekarno tidak memisahkan antara kebijakan olahraga dari politik. Soekarno tidak menganut paradigma olahraga untuk olahraga semata, melainkan paradigma yang ia pakai adalah olahraga (dalam skala internasional) merupakan bagian dari strategi politik luar negeri.

Kepesertaan Israel ditolak karena komitmen Presiden Soekarno atas pembelaan terhadap Palestina. Juga Taiwan ditolak, sebab Presiden Soekarno ingin menjaga solidaritas Asia-Afrika, dengan Tiongkok sebagai poros utamanya. Sedang Indonesia hanya mengakui satu Tiongkok yaitu RRT. 

Di sinilah dapat dinilai bahwa berkat paradigma olahraga sebagai bagian dari kebijakan politik, Soekarno berhasil meraih simpati, ia dianggap mampu menghormati konflik internal di tubuh Tiongkok, waktu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun