Sumber foto: laduni.id
Malam itu (06/01/2022) saya mengikuti pengajian online "Ngaji Ihya'" oleh Gus Ulil Abshar Abdalla. Temanya bagus sekali, yaitu persoalan dharuri, atau yang utama, yang pokok pada kehidupan manusia.
Gus Ulil memberikan pengandaian petani. Yang dharuri, atau yang pokok bagi petani adalah cangkul. Tanpa cangkul, petani tak bisa menjalankan pekerjaan utamanya. Sama seperti driver ojol, tanpa sepeda motor atau mobil, ia tidak dapat menjalankan pekerjaannya sebagai ojol. Di sini cangkul dan kendaraan menjadi dharuri bagi masing-masing.
Sekaligus membuktikan bahwa dharuri tidak sama antara semua orang. Kehilangan cangkul bagi Pak Tani tentu berbeda psikologi dan fungsinya dengan kehilangan cangkul bagi pegawai negeri. Sebab bagi pegawai negeri cangkul bukanlah penopang utama kehidupan.
Yang menarik dari bagian kitab Ihya' yang dikaji malam itu adalah dharuri bagi para ulama, atau penuntut ilmu. Yaitu buku atau kitab-kitab. Atau bisa kita balik bahasanya: buku-buku atau kitab-kitab adalah benda yang dharuri bagi penuntut ilmu atau ulama.
Buku bagi ulama atau penuntut ilmu (di sini saya tidak mengatakan penuntut ilmu otomatis adalah ulama, tetapi cenderung memandangnya memiliki kesamaan kebutuhan pokok), tentu tidak sama dengan buku bagi para pedagang, Pak Tani, pejabat kantoran, dan lain-lain yang pekerjaan utamanya tidak perlu bergelut dengan buku.
Kita bisa mengajukan keberatan di sini, buku-buku kan tidak termasuk dalam tri-kebutuhan dasar manusia Indonesia: sandang, pangan, dan papan. Ketiga-tiganya dipenuhi tanpa buku-buku pun bisa.
Juga bisa sekaligus menjadi bahan kritik yang diajukan dalam ngaji itu, kehilangan cangkul bagi petani bukan hanya berarti masalah bagi petani, tetapi juga pada kita semua rakyat Indonesia yang menggantungkan nasib pangan pada petani. Ini adalah salah satu contoh tri-kebutuhan dasar--yang sudah saya sebutkan di atas--sesungguhnya terikat secara sistemik. Saling keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Lalu mengapa Imam al-Ghazali tetap saja meletakkan buku-buku atau kitab-kitab menjadi yang pokok bagi satu golongan manusia, yakni penuntut ilmu? Sebab kebutuhan dasar manusia idealnya tak hanya meliputi kebutuhan fisik. Berpikir dan merasa juga perlu disehatkan.
Saya teringat Cak Nun di bukunya "Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai" berkata: