Globalisasi dan Hak Asasi Manusia: Review dan Relevansi pada Buku "Kemanusiaan dan Pembaharuan Masyarakat Muslim Indonesia"Â
Oleh: Saeful Fahri
Judul        : Kemanusiaan dan Pembaharuan Masyarakat Muslim Indonesia
Pengarang  : Neng Dara Affiah
Bidang Ilmu: Sosial
ISBNÂ Â Â Â Â Â Â Â : 978-623-321-245-8
Ukuran     : xx + 226 hlm; 14,5 x 21 cm
Penerbit    : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun Terbit: November 2023
Di era globalisasi yang semakin terkoneksi, pertemuan antara beragam budaya, agama, dan ideologi menjadi semakin tak terelakkan. Seiring dengan laju waktu yang terus berputar, perbincangan tentang hak asasi manusia menjadi sorotan yang tak terelakkan. Dalam buku ini ini, kita menemukan ragam sub tema di antaranya yang menyoroti kompleksitas hubungan antara globalisasi, agama dan hak asasi manusia.
Pada buku ini, penulis membagi dalam tiga babak tulisan. Pertama, Spritualitas Kemanusiaan dan Kesemestaan. Kedua, Islam dan Ikhtiar Pembaharuan Ajaran Islam. Ketiga, Keindonesiaan dan Kemajemukan.
Buku dengan tebal 226 halaman ini sangat direkomendasikan untuk di baca dipersiapkan untuk diskusi atau seminar, sebagai tanggapan terhadap peristiwa dan fenomena tertentu yang terjadi dalam rentang waktu yang sama.
Pertama "Spritualitas Kemanusiaan dan Kesemestaan." Di antaranya tentang konsep manusia unggul dari Allamah Iqbal, pemikir besar muslim dari Pakistan. la menulis tentang pentingnya manusia mempunyai pencapaian tertinggi dalam hidupnya. "Seseorang yang memperoleh pencapaian tertinggi, ia ibaratkan seperti burung rajawali" sementara manusia yang kerdil yang mematikan akal dan mematikan hati dibaratkan "seperti semut yang merangkak di atas tanah yang mudah terinjak oleh orang yang lewat. Ia tak pernah di hargai". Iqbal pun menekankan serta pentingnya manusia bekerja keras. Menurut Iqbal, "para pekerja keras akan memenangkan dunia, sementara para pemalas akan ditinggalkan dunia".
Seiring dengan kerja keras, manusia pun dalam pandangan Iqbal semestinya tak berhenti bergerak. Gerak adalah ciri hidup manusia la adalah kreativitas dan penciptaan-penciptaan baru. "Di jagat raya ini, berhenti sedetik pun merupakan ketidakpatutan. Berhenti berarti kematian. Siapa yang berjalan, ia melangkah ke depan, sedangkan siapa yang berhenti untuk beristirahat, ta hancur." Dalam sajak lainnya. "Hidup adalah gerakan yang melaju dan menggelombang."
Terkait dengan Hak Asasi Manusia di buku ini di bahas dalam tema "Menyoal Paham Teologi Tulang Rusuk." Pada bagian ini penulis ingin menyoal tentang bahwa perempuan di ciptakan dari tulang rusuk pria, dan bengkok pula. Menurut penulis ini adalah kepercayaan yang diajarkan berabad-abad dan di generasikan ke generasi selanjutnya yang dianggap sesuai dengan kebenaran dan kepercayaan dan tidak bisa di bantahkan. Dari hal itu lah yang menyebabkan manusia yang berjenis kelamin perempuan di pandang tidak utuh sebagai manusia.
Pembahasan penciptaan manusia tentang perempuan diciptakan dari tulang rusuk pria, pada bagian lain tersurat dalam al-Qur'an: "Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya, Ia menciptakan pasangan-pasangan bagimu dari jenis kamu sendiri, supaya kamu hidup tenang dengan mereka, dan Ia menanamkan rasa cinta dan kasih di antara kamu (Qs, Ar-Rum: 30: 21).
Lalu penulis mengingatkan tentang penciptaan perempuan adalah perempuan telah di rendahkan keberadaannya melalui sistem makna (kekerasan simbolik) yang dibangun oleh masyarakat. Sistem makna yang cenderung merendahkan ini sama dengan bentuk kekerasan fisik dan psikis, kekerasan simbolik ini berdampak buruk pada perempuan seperti menimbulkan rendah diri, penakut, mudah cemas, tidak berdaya dan bentuk-bentuk pelemahan lainnya. Karena itu, bentuk kekerasan simbolik tentang tafsir penciptaan perempuan dari tulang rusuk pria ini harus segera diakhiri, karena dengan cara itulah salah satu cara untuk menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam pelbagai bentuknya.
Perendahan ini oleh Pierre Bourdie disebut sebagai bentuk kekerasan simbolik, yakni bentuk kekerasan yang samar, halus dan tersembunyi, sehingga makna tersebut nampak tidak bermasalah serta diterima oleh banyak kebudayaan sebagai sesuatu yang sah. Karena itu, ia di reproduksi sedemikian rupa melalui beragam media pendidikan, mulai dari pendidikan keluarga, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Akibat lebih jauh dari pemahaman tersebut adalah manusia berjenis kelamin perempuan ini dibeda-bedakan, baik dari aspek hukum agama, hukum negara dan pembedaan dalam beragam kebudayaan masyarakat.
Pada bagian kedua dalam buku ini berjudul "Islam dan Ikhtiar Pembaharuan Ajaran Islam."Â Menurut Cak Nur "sebuah bangsa akan sulit mengalami kemajuannya jika warga bangsanya tidak kokoh memegang etika nya. Pancasila oleh umat Islam harus diterima sebagai landasan etik, karena semua perinsip dalam Pancasila tak ada yang bertentangan dengan etika Islam". Menurut penulis dalam tulisannya tentang "Islam Esoteris" yaitu "Islam tidah hanya berwajah politik melainkan Islam yang bersifat ruhaniah, berwajah damai, agama yang mengajarkan kasih sayang dan cinta, yang membingbing dan membentuk peradaban umat Islam, baik ilmu pengetahuan, seni dan agama."
Pada bagian ini penulis memberikan sub tema "Mengembangkan Critical Thinking (Nalar Kritis) Dalam Mencegah Ekstrimisme Beragama." Lalu, penulis meberikan suatu fenomena yang terjadi ada tahun 2021 yaitu seorang perempuan bernama Zakiah Aini yang berusia 25 tahun Ia menjadi simpatisan ISIS. Ia melakukan aksi penyerangan Mabes Polri, Jakarta Selatan dengan enam kali tembakan pada tiga kesempatan, pada Rabu (31/3/2021). Sebelum melakukan aksinya Zakiah menuliskan wasiat di antarnya yang ia wasiatkan, misalnya meminta orang tuanya untuk lebih banyak beribadah kepada Allah Swt. Ia meminta orang tuanya untuk meninggalkan sistem ekonomi yang potensial riba. Ia meminta orang tuanya untuk berhenti mengagumi Ahok, karena ia kafir. Ia juga meminta kakaknya untuk menggunakan pakaian jilbab.
Aspek-aspek tersebut yang perlu dikritisi itulah yang disebut dengan critical thinking. Karena, apakah mengagumi orang yang bukan agama Islam seperti Ahok berdosa, padahal di sangat baik dalam mengelola ibu kota. Aspek ini lah yang perlu kita kritisi. Critical thinking merupakan sebuah metode belajar yang memungkinkan seseorang membuat keputusan logis berdasarkan informasi yang di dapat lalu di olah serta di fahami. Pada sub tema ini penulis menyajikan tentang ciri-ciri critical thinking, apa yang akan di lakukan oleh orang yang memiliki critical thinking, dan halangan dalam berpikir kritis.
Lalu bagaimana dalam mengembangkan nalar kritis dalam agama.? Banyak orang yang tidak bisa membedakan ajaran utama agama dan produk tafsiran. Ajaran utama agama adalah hal-hal bersifat keimanan sebagaimana adanya dasar-dasar keimanan dalam Islam (Arkanul Iman). Ia tidak bisa di ubah dan harus di terima tanpa harus dipertanyakan (taken for granted). Selain itu, hal-hal yang bersifat ritual seperti dasar-dasar ajaran Islam atau rukun Islam (Arkanul Islam) yang terdiri dari: 1) Syahadat; 2) Salat; 3) Puasa; 4) Zakat dan 5) Haji.
Masih ada kaitannya dalam pembahasan hak asasi manusia. Di Amerika memilih beragama atau tidak beragama bagi masyarakat Amerika adalah merupakan kelanjutan pandangan hidup yang menekankan kepada kemerdekaan atau otonomi individu yang sangat dijunjung tinggi sejak negeri ini didirikan dan berlangsung hingga sekarang ini. Pemahaman seperti ini secara sederhana dikenal dengan istilah sekularisme.
Agama yang tumbuh di Amerika mengalami kemajuan dan berkembang, para imigran yang datang ke Amerika ini umumnya mereka yang merindukan adanya kebebasan untuk memeluk keyakinan agama dan kepercayaan apapun, sesuatu yang tidak diperoleh sebelumnya di negara-negara Eropa di mana mereka berasal.
Pada awalnya pemikiran dasar tentang agama yang tanpa menyebut Tuhan ini sulit diterima di negara yang mencetak mata uangnya dengan kalimat "In God We Trust" dan mempunyai sumpah "One nation, under God, indivisible (Satu bangsa di bawah Tuhan yang tak terbagikan) ini, tetapi justru karena tidak rumit nya membincangkan soal Ketuhanan inilah yang menjadi daya tarik agama Budha. Didukung dengan gerakan-gerakan konkret yang mereka lakukan, seperti gerakan perdamaian, kepedulian terhadap lingkungan, pelayanan kesehatan serta perawatan khusus bagi mereka yang hampir meninggal yang dianggap sebagai jalan untuk melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik (Diana L. Eck 2002.329)
Dalam tema ini, memberikan cara bagaimana untuk mengelola keberagaman agama di Amerika yaitu adalah dengan pendekatan plularisme agama. Pluralisme agama, sebagaimana dinyatakan Diana Eck (2002), adalah bahasa untuk saling mengenal, berdialog, berdebat, saling memahami dan bekerja bersama untuk mengatasi masalah-masalah kemanusiaan. Pluralisme agama bukanlah pendekatan yang menihilkan atau merelatifkan agama, ia justru menghargai agama sebagai sebuah sumber kekayaan ajaran, kekayaan nilai dan dapat memberikan insipirasi bagi pekerjaan-pekerjaan kemanusiaan.
Pada bagian buku ini yang bertemakan "Mengelola Keragaman Agama: Belajar dari Amerika" ada beberapa potret agama pada tema ini. Pertama, Umat Islam di Amerika imigran dari Indonesia, Bangladesh, Pakistan, Timur Tengan dan Nigeria. Mereka ikut berkontribusi dalam kemajuan Amerika. Di antara mereka pun mengusahakan bagaimana hidup berdampingan dengan kelompok masyarakat yang berbeda, baik dari aspek agama, kultur, ras, gender, dan dari latar belakang negara yang berbeda.
Pada bagian ketiga dalam buku ini berjudul "Keindonesiaan dan Kemajemukan."Â Kemajemukan merupakan prinsip nilai bangsa Indonesia sebagaimana yang tertulis dalam lambang semboyan kita, yakni Bhineka Tunggal Ika, yang bermakna: "bermacam ragam etnis dan agama yang hidup dikawasan Nusantara, tetapi memiliki satu tujuan yang sama."
Pada sub tema pertama di atas tentang perempuan tercipta dari tulang rusuk pria "Menyoal Paham Teologi Tulang Rusuk." sehingga perempuan di pandang rendah dari peria. Namun, pada sub tema ini penulis memberikan sub tema yang menggambarkan sosok wanita hebat Indonesia dengan tentang "Mengapa Kita Perlu Memperingati Hari Kartini.?
Jawabannya sebagai berikut: Kartini diperingati, karena ia mempunyai keistimewaan di antaranya sebagai pemikir pertama yang menyuarakan hak-hak perempuan dan penganjur pendidikan perempuan. la menyuarakan dengan lantang bahwa pendidikan perempuan sama pentingnya dengan pria. la percaya bahwa jika para perempuannya terdidik dan terpelajar, maka ia dapat mendidik anak dan keluarganya secara terdidik dan terpelajar pula. Serta menentang praktik perkawinan poligami.
Namun pada jalan hidupnya Kartini menikah dengan Bupati Rembang yang sudah mempunyai enam anak dan Kartini istri keduanya padahal poligami ini sangat bertentangan dengan dirinya. Karena menjadi istri yang mempunyai kedudukan Kartini memanfaatkan ini dengan mendirikan sekolah putri dengan sembilan anak murid serta dengan kurikulum nya sendiri.
Relevansi pemikiran Kartini yang tak pernah usang hingga sekarang adalah memandang dan meletakkan manusia berjenis kelamin perempuan sama mulia dan bermartabat nya dengan pria. Demikian pula dengan hak-hak kemanusiaan nya. Karena itu, penyelenggara negara perlu memastikan terlaksanakan nya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak perempuan sebagaimana diamanatkan UU No. 7 tahun 1984 mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
Pembahasan terakhir yaitu tentang "Revolusi Islam Iran, Mahsa Amini dan Pelajaran Bagi Indonesia. Sebelum revolusi islam berjalan di iran sekitar 43 tahun terjadi perubahan aturan hak-hak personal, hukum dan sosial perempuan, hakim perempuan di cabut,sekolah teknik dan kejuruan perempuan di cabut, perempuan dilarang memasuki perguruan tinggi bahkan diberlakukan juga peraturan pemisahan antara perempuan dan laki-laki di tempat umum.
Hampir tiga minggu setelah revolusi Islam di Iran diberlakukan, warga negara perempuan diwajibkan menggunakan jilbab melalui peraturan yang diputuskan pada 1983 oleh parlemen Iran. Bagi perempuan yang tidak menutup rambutnya di muka umum akan dihukum dengan 74 cambukan. Sejak tahun 1995, perempuan yang tidak berjilbab juga bisa di penjara hingga 60 hari.
Karena negara membuat standar bagaimana semestinya warga negara berpakaian, maka aturan tersebut menelan korbannya. la seorang perempuan bernama Mahsa Amini, berusia sangat belia, yakni 22 tahun, berasal dari kota Kurdi, Iran. la meninggal pada 16 September 2022 atau tiga hari setelah ditahan polisi moral. Dari kematiannya memicu terjadinya protes dan demontrasi besar-besaran.
Penulis sendiri berpendapat bahwa kewajiban negara adalah memberikan kesejahteraan, keamanan dan keadilan hakiki bagi warga negaranya. Biarlah pemakaian jilbab bagi perempuan ini menjadi kultur berpakaian dalam masyarakat dan kehendak kesadaran personal yang dilakukan oleh individu perempuan, dan bukan diwajibkan oleh negara atas pakaian yang hendak dikenakan oleh warga negaranya.
Buku yang di terbitkan pada tahun 2023 ini di dalamnya menyajikan beragam perspektif terkait globalisasi, hak asasi manusia, dan agama, serta menyoroti isu-isu kontemporer dengan contoh kasus yang relevan. Namun karena buku ini bisa di jadikan bahan untuk diskusi dan seminar makan isi dalam buku nya pun lebih banyak narasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H