17-20 Maret 2010 (saeful adha)
Adalah suatu hal yang mengairahkan bagi para filmaker di indonesia. Yang tergabung atau tidak dalam komunitas, yang sadar akan kapasitas sebagai generasi muda yang peduli akan perfilman indonesia, yang dikatakan ‘agak’ memenuhistandar atau cuma ‘suka-suka’ bikin film dapat hadir di kagiatan ini. Saya katakan ini HAJAT nasional yang akan membawa dampak besar bagi perfilman indonesia, perubahan peta kreasi dan produksi sampai perubahan paradigma film (komunitas) bisa terjadi.
Karena kebodohan dan ketidak-tahuan (komunitas) atau paham kapital yang merajai film dan perfilman indonesia, mungkin yang melandasi kegiatan ini. Maka orang-orang yang peduli seperti Mba Puput, Mas Alex, Mas Dimas dan kawan-kawan berbaik hati mengundang para pembuat, pemerhati dan pegiat film baik di komunitas, sekolah film ataupun LSM di acara ini. Positif dan negatif dapat terjadi di sini. Bahkan sebelum acara ini terselenggara, kalau tidak salah terjadi beberapa perbincangan di forum diskusi di jejaring internet soal kongres ini. Menarik memang, sampaidalam kondisi kelas-kelaspun tak lepas dari kondisi dimana para peserta menghadapi situasi panas.
Beberapa pemetaan dari standarisasi produksi dan pendidikan film dalam ranah sekolah dan non sekolah, alat produksi sampai pada persoalan film dan perfilman indonesia dikupas. Pemahaman akan karya seni buatan dalam negeri disegarkan, dikhusus-umumkan dalam kerangka berkelanjutan. Kedangkalan beberapa kalangan dalam memandang potensi dan prestasi dalam dunia film diungkap.
Karena ini bukanlah tulisan yang layak, yang menyatakan
“Suatu masa dimana BOLA PANAS dan LIAR (perumpamaan bagi komunitas) menjadi suatu hal yang membahayakan dan atau membanggakan bagi sebagian atau banyak orang . . . . . . mari kita meyakinkan diri untuk selalu memurnikan landasan dan niat untuk melakukan REVOLUSI FILM sekalipun... (saeful adha)”
Undang-undang soal perfilman indonesia telah menjadi patokan, bahkan suatu saat.... kawan-kawan yang bergerilya-pun akan terjerat oleh pasal-pasal tersebut. Ada dimana ada pasal khusus yang mengatur bagaimana komunitas dan aktifitasnya diatur ini dan itu. Bahkan, yang membuat dahi terengut, kawan kita harus berurusan dengan yang berwajib karenanya. Katakutan yang berlebihan memang. Namun para senior yang masih dikatakan IDEALIS dan ga terlalu komersil pasti lubuk hatinya tersakiti oleh kondisi perfilman indonesia yang sebagian org katakan sudah mati. Persoalan-persoalan tentang film, tivi, para artis filmnya sampai para pembuat film yang tak mampu mempertahankan dirinya untuk berkarya dengan hati bisa saya katakan itulah sekarang adanya.
Impian akan keaslian DUNIA FILM INDONESIA saya, dan kita pikir itu bukan hanya dalam benak saja.
.... ini bagian coretan pertama. Diantara ‘kesedihan’ akan kondisi bangsa, akan terus ku teriakkan.... Jaya Film Indonesia!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H