Mohon tunggu...
Saefudin Sani
Saefudin Sani Mohon Tunggu... Buruh - Swasta

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sekalipun Golput yang Menang, Kursi Legislatif Tetap Terisi Penuh

27 Januari 2014   01:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:26 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamupintar, Kamu jujur, sedangkan Kamu terkenal sebagai orang yang bersih. Dan Kamu yang ada di sana, publik mengenalmu sebagai orang yang amanah. Lalu Kamu, siapa pula yang tidak mengakui tentang kecendekiawananmu. Adapun Kamu yang di sebelah situ, semuapun pasti menyepakati bahwa kamu orang yang kaya raya. Singkatnya, meskipun berangkat dari berbagai profesi dan latar belakang yang berlainan, reputasi Kalian sebagai orang baik dan lurus sudah diketahui oleh khalayak. Inilah kesamaan tak terbantahkan yang dipunyai oleh kalian.

Engkau pintar. Cerdas tentunya. Dan dengan karunia kecerdasan yang dimiliki, secara teliti dan jeli engkau bisa membaca ke arah mana negeri ini sedang menuju. Engkau katakan secara gamblang bagaimana keadaan yang akan datang bila rakyat nantinya diwakili oleh orang yang tidak berbudi.Bukan kejayaan, melainkan kehancuran.

Engkau jujur. Kejujuranmu inilah yang menjaga segala prilakumu dari sifat pendusta. Sering engkau mengurut dada menyaksikan para caleg saling tebar pesona dan mengumbar janji. Padahal begitu jadi langsung lupa diri. Diamnya saja sudah berbohong apalagi kalau ngomong. Begitu engkau berujar kepada orang-orang.

Engkau bersih. Karena bersih engkau paling membenci kotor. Maka katamu, jangan berharap halaman kotor bisa menjadi bersih bila menyapunya menggunakan sapu yang kotor. Jika ingin halaman bersih sudah semestinya untuk memakai sapu yang bersih. Sebab itulah engkau paling anti terhadap orang yang mengatakan ‘berani kotor itu baik’. Bagimu, ‘berani bersih itu baru yang baik’. Bukankah kebersihan adalah bahagian dari iman? Demikian engkau selalu bicara kepada khalayak.

Engkau amanah. Bahkan, sekedar dititipi salam saja engkau tak bisa tidur dengan tenang jika lupa menyampaikan. Tak pernah terbersit sedikitpun dalam hatimu untuk berkhianat terhadap orang yang mempercayaimu. Wajar, ketika ada yang tanya, siapa orang yang paling engkau benci, tanpa ragu engkau menjawab: Pengkhianat!

Engkau cendekiawan. Seorang intelektual. Selalu punya gagasan-gagasan cemerlang. Keilmuanmu tak disangsikan lagi. Mengupas suatu persoalan selalu dilakukan dengan rinci dan sistematis. Makanya, terhadap program-program caleg yang tak masuk akal, engkau pasti akan segera mengkritisinya. Rakyat harus tahu kualitas para calegnya. Katamu dalam setiap kesempatan.

Kemudian engkau. Engkau adalah orang yang kaya raya. Beberapa rumah yang seperti istana tersebar di beberapa kota. Usaha di mana-mana. Mobil pun ganti-ganti semaunya. Dan engkau mendapatkan kekayaanmu itu dari kerja kerasmu, bukan korupsi atau kolusi. Oleh karena itulah, engkau paling benci terhadap caleg yang menggunakan fasilitas negara untuk kampanyenya. Belum jadi saja sudah demikian, salah-salah begitu jadi uang rakyat diembat pula.

Akan tetapi, mengapa Kalian tak mau turun gunung?

Padahal Kalian teramat paham, bahwa kalian punya kemampuan untuk memperbaiki keadaan. Sayangnya, kemampuan kalian sama sekali tak diimbangi dengan kemauan. Kepintaran, kejujuran, kebersihan, sifat amanah, kecendekiawanan, kekayaan, dan bla .. bla .. bla .. sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk modal kalian berjuang masuk ke gedung legislatif. Apalagi yang kurang? Mereka yang kurang serius mencalonkanmu atau kamu yang kurang serius melakukannya?

Bila saja orang-orang baik dan lurus seperti kalian tidak mau ikut terjun mengisi kursi legislatif, jangan harap negeri ini akan berubah ke arah yang lebih baik. Bahkan, sekalipun Golput yang menang dalam Pemilu, kursi-kursi legislatif tetap terisi penuh. Tentang siapa yang memenuhinya, kalian tentu lebih paham!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun