Mohon tunggu...
Saefudin Sani
Saefudin Sani Mohon Tunggu... Buruh - Swasta

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengharap Partai Demokrat Dibubarkan Sama Mustahilnya dengan Menyuruh Anas Digantung di Monas

4 Februari 2014   07:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1391474424383570168

Kejatuhan Rezim Orde Baru di tahun 1998 adalah sirene dimulainya masa Reformasi. Kran-kran kebebasan yang semula tertutup rapat-rapat lalu dibuka selebar-lebarnya. Semua yang sebelumnya bungkam tiba-tiba bersuara. Isi hati pun dengan segera dikeluarkan dari tempat pertapaan. Keluar bebas sebebas-bebasnya.

Semua menggugat! Dan segala sesuatu yang berbau Orde Baru menjadi sasaran tembak yang paling empuk untuk dibidik. Akan halnya Golkar, sebagai salah satu warisan Orde Barujuga mengalami nasib serupa. Apalagi sudah menjadi rahasia umum, Golkar adalah mesin paling ampuh dan efektif untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru ketika rezim itu masih Berjaya. Ya, bagaimana Golkar mau kalah bila para penguasanya membuat-kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan Golkar. Satu contoh saja ialah mengenai kebijakan monoloyalitas PNS yang mewajibkan PNS untuk memilih Golkar. Maka tidaklah mengherankan jika pada setiap Pemilu yang dilaksanakan ketika itu, sudah dipastikan bahwa Golkar lah yang tampil sebagai pemenang. Berturut-turut mulai Pemilu 1971, 1982, 1987, 1992, dan 1997 Golkar selalu mendapat suara mayoritas.

Ketika keadaan berbalik, maka Golkar dengan sendirinya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya harus menjadi bulan-bulanan massa. Bertubi-tubi pukulan dari segala penjuru mata angin mau tak mau mesti diterimanya. Hujatan, cacian, dan sumpah serapah seolah menjadi menu wajib yang mesti ditelan oleh Golkar setiap harinya.

Lalu atas nama reformasi, massa kemudian menuntut agar Golkar dibubarkan. Hebatnya, meski diserang dari mana-mana toh pada akhirnya Golkar tetap bisa menjadi salah satu peserta Pemilu 1999. Dan itulah pula kali pertama Golkar ikut pemilu tanpa ada bantuan kebijakan yang berarti seperti yang terjadi pada rezim Orba sebelumnya.

Suara Golkar pun menurun tajam. Meskipun demikian Partai berlambang pohon beringin ini masih mampu menempati urutan kedua setelah PDI Perjuangan. Artinya, pada saat itu suara Golkar masih tetap layak diperhitungkan.

Walaupun begitu, bukan berarti posisi golkar sudah aman dalam kancah politik. Tuntutan agar Golkar dibubarkan gaungnya justru semakin keras. Puncaknya adalah tatkala tuntutan ini sampai ke meja MA. Barulah Golkar bisa bernafas lega saat MA memutuskan untuk menolak gugatan pembubaran Partai Golkar.

Dan ironisnya, pada Pemilu 2004 justru Partai Golkar yang berhasil menempati urutan pertama dalam perolehan suara. Kemenangan ini diperoleh dimungkinkan oleh ketidakpuasan rakyat atas kinerja Pemerintahan Megawati. Dan kenyataan membuktikan bahwa gaung untuk membubarkan Golkar pun semakin lama semakin hilang tiada bekasnya sama sekali.

Akan halnya partai Demokrat, meski tak sama lika-likunya, akan tetapi ada kemiripan cerita dengan Golkar dalam beberapa episodenya. Baik Golkar maupun Demokrat sama-sama partai yang pernah mencicipi manisnya kue kekuasaan. Baik Golkar maupun Demokrat juga sama-sama partai yang jadi sumber hujatan menjelang akhir kekuasaannya. Bahkan kedua partai ini pun mengalami nasib serupa sebagai partai yang diingini untuk dibubarkan.

Banyaknya kader Partai yang tersangkut kasus-kasus korupsi menyebabkan partai berlambang mercy ini semakin kehilangan pamornya. Slogan “Katakan Tidak Pada korupsi” yang didengung-dengungkan selama ini terbukti sebagai isapan jempol belaka. Dan korupsi nyatanya tetap saja merajalela.

Tapi inilah uniknya negeri yang bernama Indonesia. Belajar dari sejarah Golkar yang pernah di-bully ramai-ramai karena dianggap sebagai salah satu sumber dari penyebab keterpurukan negara, maka Demokrat pun yang punya nasib nyaris sama dengan yang pernah dialami Golkar, bisa saja kemudian meyakini bahwa persentase suara yang diperoleh partainya nanti akan seperti perolehan suara Golkar pada Pemilu 1999. Ajaib memang, atau PD nya saja yang memang ke-pede-an.

Bila sudah demikian keyakinannya maka jangan harap Partai Demokrat akan dibubarkan. Karena itulah, mengharap Partai Demokrat dibubarkan sama mustahilnya dengan menyuruh Anas digantung di Monas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun