Mohon tunggu...
Saefudin Sani
Saefudin Sani Mohon Tunggu... Buruh - Swasta

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mana yang Kamu Pilih: Bertemu Orang Jujur Tapi Sering Menyakiti Atau Berjumpa dengan Orang Santun Tapi Munafik

25 Maret 2015   01:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:05 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427258118556713195

[caption id="attachment_374845" align="aligncenter" width="300" caption="ilustrasi: maulud.files.wordpress.com"][/caption]

Bila saja ada yang menghadapkan kepada kamu suatu pilihan, mana yang akan dipilih: bertemu dengan orang jujur tapi bicaranya kasar, kosakatanya ember bocor, dan sering menyakiti hati ataukah berjumpa dengan orang yang tindak tanduknya sopan, ucapannya santun, dan menyejukkan hati tapi munafik. Barangkali di antara kamu ada yang dengan gagah perkasanya tanpa berpikir panjang langsung menentukan jawaban: “Saya memilih bertemu orang jujur” meski dengan konsekuensi pahit dan tidak mengenakkan yang akan diterima. Salut 4 jempol untuk kamu yang memilih pilihan pertama. Aku katakan 4 jempol untukmu sebab dengan memilih jenis yangini maka engkau bukan hanya menjadi orang yang hebat tetapi heeuuubaaat …..

Kalau aku sendiri pasti mikir-mikir seribu kali untuk bertemu dengan orang jujur macam itu. Jujur sih jujur, cuma apa iya jujur itu mesti diutarakan dengan cara yang kasar. Misal, aku ke bengkel beli busi baru buat motor. Coba-coba pasang sendiri tapi tak bisa. Lalu aku minta tolong sama tukang bengkelnya. “Bang, tolong gantiin businya ya. Udah tak coba sendiri tapi susah.” Lalu apa jadinya kalau si Abang Bengkel menjawab, “Dasar goblok. Masang busi aja nggak becus. Makanya lain kali jangan sok pintar. Motor rusak baru nyaho lu!” Tidak salah memang. Si Abang Bengkel sudah bicara jujur padaku. Aku sendiri mengakui kalau goblok masalah servis menservis motor. Tapi ucapan jujur kasarnya yang ia tujukan padaku di depan khalayak ramai jelas-jelas mempermalukan aku. Sakitnya tuuh di siniiii! Kata Cita Citata dalam syair lagunya. Untungnya si Abang bengkel tidak mengeluarkan kalimat kotor seperti itu, malahan ia justru berucap, “iya, Mas. Tunggu sebentar. Yang ini masih nanggung. Nggak apa-apa kan?”

Maksud kalimat boleh sama akan tetapi efek yang ditimbulkan dari dua kalimat tersebut jelas berbeda. Kalau kalimat pertama rasanya pasti langsung mak jleeb, sedang yang kedua mak nyeesss. Senang yang mak jleb atau yang mak nyess coba? Aku pribadi sih lebih sreg sama yang mak nyess.

Seperti yang sudah diungkapkan di muka, aku paling tidak suka ketemu sama jenis orang jujur yang mak jleb. Menurutku orang demikian itu cenderung temperamental. Sedikit-sedikit marah, sebentar-sebentar menyalahkan orang, tuduh sana curiga sini, kalau tak terbukti boro-boro mau minta maaf. Dijamin deh orang semacam itu paling alergi mengeluarkan kata maaf dari lisannya. Ketimbang maaf ia pasti lebih memilih diam sambil menebalkan kupingnya.

Sementara bila ia sendiri yang melakukan kekeliruan terus ada yang mengingatkan langsung tersinggung. Lantas sambil mengandalkan kejujurannya yang sudah terkenal seantero jagad lalu cari dukungan ke mana-mana dengan cara menguliti kesalahan orang yang telah mengingatkannya. Tak tanggung-tanggung semua ia lakukan sambil berkoar-koar di tempat umum. Kemudian keluarlah dari lisannya kata-kata makian ember bocor, baskom bolong, dan panci peyot. Makanya, apalagi sedang berdiri di pihak yang salah, biarpun aku berada pada posisi benar, sebisa-bisanya aku tetap berusaha menghindari untuk ketemu dengan orang jujur yang sejenis ini. Bawaannya jadi ikutan maraah muluu …..

Nah ini pastinya berbeda jika yang kita hadapi adalah orang sopan dan santun tapi munafik. Tetap ada nilai plusnya bagiku dibandingkan dengan orang jujur yang bicaranya kasar. Paling tidak, orang sopan dan santun sejenis ini tidak akan mempermalukan kita di tempat umum. Cuma bahayanya jelas ada. Kalau tak hati-hati kita bisa terpedaya oleh kesantunan tutur kata dan kesopanan tindak-tanduknya. Sebab itu, menghadapi orang munafik kita harus memakai logika terbalik. Artinya kita harus mantapkan dulu keyakinan bahwa lisan orang munafik tak pernah seirama dengan isi hatinya. Dengan kata lain, orang munafik suka berbohong. Diamnya saja bohong apalagi kalau sampai ngomong. Ini yang mesti dicamkan.

Karenanya sesantun dan sesopan apapun orang munafik maka yang ia ucapkan pasti merupakan kebalikan dari isi hatinya. Bilang suka pasti maksudnya benci, ngomong mendukung padahal itu menentang, bicara tobat artinya sedang kumat. Singkatnya, modal menghadapi orang munafik itu mesti tahu dulu antonim dari setiap kata-kata yang ia ucapkan. Dalam setiap kata tersebut terkandung maksud yang berlawanan dengan makna sebenarnya dari semua hal yang hendak ia utarakan. Tapi, biarpun aku sudah tahu rumusnya menghadapi orang munafik, tetap amit-amit juga deh! Kalau bisa jangan sampailah aku ketemu orang semacam itu. Sedikit saja lengah maka finishnya cuma malapetaka.

Itulah sebabnya, bila ada yang menghadapkan kepadaku suatu pilihan: bertemu dengan orang jujur tapi bicaranya kasar, kosakatanya ember bocor, dan sering menyakiti hati ataukah memilih berjumpa dengan orang yang tindak tanduknya sopan, ucapannya santun, dan menyejukkan hati tapi munafik; kupastikan aku tak bakal memilih satu di antaranya. Bagiku pilihan tersebut sama maknanya dengan memilih dibegal atau dirampok. Sama buruknya sama sialnya. Tetap ada pilihan ketiga yang lebih baik dibanding keduanya.

Memilih selamat adalah pilihan terbaik ketimbang dibegal atau dirampok. Begitu pula memilih bertemu dengan orang jujur yang tindak tanduknya sopan, ucapannya santun, dan menyejukkan hati tetap merupakan pilihan terbaik dibandingkan bertemu orang jujur tapi sering menyakiti dan berjumpa dengan orang santun tapi munafik. Bila ada pilihan terbaik yang bisa dipilih, lalu untuk apa pula bersikeras memilih yang buruk-buruk!

Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun