Mohon tunggu...
Saefudin Sani
Saefudin Sani Mohon Tunggu... Buruh - Swasta

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Antara Kau, Istrimu, dan Ikan Baung

21 Januari 2014   21:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:36 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Joran yang kau pegang bergerak-gerak. Tali pancing berputar-putar. Ups, nyaris saja joran terlepas. Kau pegang lebih kencang, lalu kau tarik pelahan-lahan, dan huup ..... Seekor Baung sebesar pergelangan tangan tampak menggelepar berusaha melepaskan mulutnya dari mata pancing. Apa daya, usaha yang sia-sia.

Selanjutnya kau lepas mata pancing tersebut dari mulut si Baung dengan hati-hati. Dan .. eit, hampir saja tanganmu terkena patil pada siripnya yang beracun. Setelah mata pancing terlepas dari mulut si Baung, engkau lempar ikan itu ke tempat lapang pada jarak yang tak memungkinkannya merayap ke sumber air. Ya, engkau ingin membawa pulang ikan tersebut dalam keadaan siap masak.

Pukul kepalanya beberapa kali. Menggelepar-gelepar sebentar, kemudian diam. Kau robek perutnya lalu kau buang isi yang di dalamnya. Kau cuci bersih-bersih, memasukkan ke wadah ikan, bergegas pulang, dan begitu sampai rumah langsung kau serahkan satu-satunya hasil pancingan ke istri untuk segera dibikin pindang.

Membayangkan urutan alur tersebut semakin membuatmu tak sabar untuk lekas-lekas mengeksekusi Baung itu. Maka, begitu kau temukan sepotong kayu engkau pun bersiap-siap memukul si ikan. Kau incar kepalanya! Satu …. dua …. ti ….

“Ampun, Bang! Jangan bunuh saya. Saya masih ingin hidup, Bang!”

Tinggal sedetik lagi, kayu yang kau ayunkan dipastikan akan mendarat tepat di kepala ikan. Tapi engkau urung. Suara siapa barusan? Tanyamu dalam hati. Tengok kanan-kiri engkau berusaha mencari sumber suara. Sepi. Tak ada tanda-tanda orang di situ selain kamu. Lalu menengok ke belakang, juga sama saja. Nihil.

Ah, cuma halusinasi! Pikirmu. Lantas teruskan lagi niatmu. Satu …. dua …. ti ….

“Ampun, Bang! Ampuni saya, saya belum mau mati!”

Lagi-lagi suara itu terdengar kembali. Lebih keras dan lebih jelas. Kali ini engkau malah bisa memastikan. Ini pasti suara perempuan! Gumammu sendirian. Tengok kanan-kiri lalu membalikkan badan memandang sekeliling. Siapa perempuan itu? Dan mengapa pula ia hendak dibunuh?

“Saya di sini, Bang. Tepat di belakang Abang!”

Engkau langsung membalik badan sebagaimana posisi semula. Di mana perempuan itu? Tetap tak ada siapa-siapa kecuali si ikan Baung yang tepat berada di depanmu. Sementara kayu pemukul masih kau genggam erat-erat.

“Buang kayu itu, Bang! Saya takut.”

Bukannya dibuang, kayu itu malah semakin kencang kau pegang. “Hei, siapa kamu? Tunjukkan dirimu! Jangan mengajakku main petak umpet!” Ujarmu berteriak.

“Saya sudah ada di depanmu, Bang,” jawab suara itu.

“Kamu jangan bercanda. Di depanku tak ada siapa-siapa kecuali seekor Baung. Memang kamu ikan Baung apa?”

“Benar, Bang. Saya memang ikan Baung yang barusan Abang pancing.”

“Apa??????”

“Tidak usah heran, Bang. Saya adalah Putri Baung.”

“Putri Baung?” Engkau heran. Baru kali ini engkau mendengar nama Putri Baung. Setahu kamu, dalam cerita-cerita yang pernah engkau dengar atau baca tak ada satupun yang namanya Putri Baung. Kalau Putri Salju, Putri Tidur, Putri Angsa, Putri Naga, Putri Keong Mas, engkau mengenalnya. Bahkan bilapun ada Putri Ikan setahumu tak ada yang namanya Putri Ikan Baung. Kalau Putri Ikan Mas ada. Itu lho, ikan mas yang berhasil ditangkap oleh pemuda bernama Toba. Ternyata ikannya itu adalah jelmaan seorang putriyang berparas jelita. Toba pun jatuh cinta pada sang putri dan bermaksud menikahinya.

Si Putri Ikan Mas bersedia dinikahi dengan syarat jika kelak dikaruniai anak agar jangan sekali-kali mengatakan si anak dengan sebutan Anak Ikan. Pemuda Toba pun setuju. Mereka pun menikah hingga dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Samosir ternyata tumbuh menjadi anak yang bandel. Hal inilah yang membuat Toba lupa dengan janjinya. Saat memarahi Samosir, ia melanggar janji dengan mengatakan anaknya tersebut dengan sebutan Anak Ikan.

Mengalami situasi yang pernah dialami pemuda Toba saat menangkap ikan, mau tak mau membuatmu berpikir. Jangan-jangan ikan Baung yang didapat adalah ikan yang juga ditangkap oleh si Toba. Tapi yang ditangkap Toba itu ikan Mas, sedang yang ini kan ikan Baung. Ujarmu dalam hati.

“Apa kamu masih bersaudara dengan ikan mas yang ditangkap Toba?” Tanyamu kemudian kepada si Baung.

“Tidak, Bang. Jangankan saudara, kenalpun saya tidak. Pernah dengar memang. Tapi itu duluuuu sekali. Cuma semenjak si Toba melanggar pantangan Putri ikan Mas, lalu sang putri marah sehingga terjadi banjir dan kemudian membentuk danau yang ada pulau di tengahnya, tak ada lagi yang tahu keberadaan Putri Ikan Mas tersebut.”

“Oooo, begitu, ya?”

Tiba-tiba muncul rasa penasaran di dalam hati. Isi kepalamu terlanjur dijejali oleh dongeng-dongeng yang kau dengar maupun baca, bahwa putri-putri dalam legenda selalu berparas cantik jelita. Akan halnya dengan si Putri Baung, cantik jelitakah pula ia?

“Bang, berhubung Abang urung membunuhku maka sebagai balas budiku kepada Abang, maukah Abang menjadikanku sebagi istri?”

Engkau terkejut dengan permintaan si Putri Baung. Ya, kalau cantik, lha kalau jelek, rugilah aku jadinya. Ucapmu dalam hati.

Rupanya si Putri Baung paham apa yang engkau pikirkan. Lalu katanya, “Abang takut ya jika saya ternyata buruk muka?”

Engkau tersipu. Lalu mengangguk malu-malu.

Baiklah, supaya Abang tak ragu-ragu lagi, saya akan memperlihatkan wujud manusia saya kepada Abang. Setelah itu terserah Abang, apakah setelah melihat rupa saya akan bersedia menikahi saya atau tidak, saya tidak memaksanya. Dan Abang pun tak usah khawatir bila saya akan meminta syarat tertentu seperti Putri Ikan Mas terhadap pemuda Toba. Saya bersedia menjadi istri Abang tanpa syarat. Bahkan, saya berjanji akan membuat Abang sebagai orang yang kaya raya bila mau menikah dengan saya.”

Bergetar badanmu demi mendengar ucapan sang Putri. Aduh, bagaimana ini? Dan sebelum engkau menjawab ucapannya, tahu-tahu asap tebal menyelimuti tubuh si ikan Baung. Tak sampai semenit, asap pun lenyap pelahan-lahan. Setelah asap tak bersisa, sesosok perempuan bertubuh semampai dengan wajah yang luar biasa jelita berdiri di tempat ikan Baung sebelumnya.

“Ka … kamu siapa?”

“Saya ikan Baung itu, Bang. Inilah wujud saya dalam rupa manusia. Setelah tahu wujud saya ini, apa keputusan Abang? Maukah engkau menikahi saya, Bang?”

“Ma … mau, eh, tidak. Aduh, bagaimana, ya?”

“Apa saya kurang cantik?”

“Cantik .. sungguh-sungguh cantik malah.”

“Atau tidak percaya jika saya bisa membuat Abang jadi orang yang kaya raya?”

“Percaya, aku percaya ucapanmu.”

“Tetapi kenapa Abang tetap ragu?”

“Maaf, aku sudah beristri. Sebab itulah tak bisa menikahimu.”

“Aku mau koq Bang jadi yang kedua?”

Maafkan diriku ….. memilih setia …..

Hp mu berbunyi. Nada dering ‘Aku memilih setia’ nya Fatin adalah nada khusus yang sengaja kamu pilih bila istrimu yang menghubungi.

“Halo, ada apa?” tanyamu pada si istri.

“Abang mancing di mana, sih? Ini sudah maghrib lho, kenapa belum pulang? Abang tidak kenapa-napa, kan?”

“Tak usah khawatir. Abang juga udah mau pulang koq.”

“Iya, Bang. Cepat, ya. Aku cemas menunggu sedari tadi!”

Percakapan pun ditutup. Sementara si Putri Baung belum beranjak dari tempatnya.

“Itu tadi istriku. Ia mencemaskan aku yang belum sampai ke rumah. Maaf, bila aku tak bisa memenuhi permintaanmu untuk menjadi istriku. Aku memilih setia.”

“Saya menghormati keputusanmu, Bang. Tapi, sekiranya Abang berupah pikiran, datanglah ke mari lagi. Panggil nama saya tiga kali. Saya pasti akan datang. O, ya .. di bawah pohon dekat pancing Abang saya siapkan beberapa ikan untuk dibawa pulang. Sampai ketemu lagi!”

Wuusss …. Putri Baung seketika menghilang. Tinggallah engkau sendiri. Lalu segera dibereskan semua perlengkapan pancingmu. Dan tak lupa pula engkau membawabeberapa ikan sebesar tapak tangan pemberian si Putri Baung. Setelah beres semua, engkau pun bergegas pulang.

=========================

Satu minggu ini istrimu dibuat terheran-heran oleh prilakumu. Tak seperti biasa yang banyak omong, kali ini engkau sangat pendiam. Terlihat lesu. Sering pula istrimu mendapati engkau sedang duduk melamun. Ada apa ini? Apa aku punya salah pada suamiku? Pikir istrimu. Tak tahan juga istrimu pada akhirnya. Dalam satu kesempatan yang dianggap tepat, istrimu lalu menanyakan tentang sebab-sebab perubahan prilakumu yang terasa sangat mendadak.

“Sebenarnya aku ingin mengatakannya kepadamu, tapi aku takut engkau salah paham,” ucapmu pada si istri.

“Memangnya mau ngomong apa sih, Bang. Insa Allah deh, aku tak salah paham.”

“Aku ingin memperbaiki keadaan perekonomian keluarga kita.”

“Lho, bagus itu, Bang. Aku setuju. Apalagi semua itu kan untuk masa depan keluarga kita!”

“Cuma aku takut kamu tak setuju caraku,” lagi-lagi engkau berkata pada istrimu.

“Sebetulnya cara apa sih Bang, yang ingin Abang tempuh?”

“Aku ingin memelihara ikan Baung!”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun