Mohon tunggu...
Saefudin Sani
Saefudin Sani Mohon Tunggu... Buruh - Swasta

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ini Antara Anas dengan Monas

9 Januari 2014   19:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukan orang yang paham politik. Apalagi orang yang ahli hukum. Jauh panggang dari api kata peribahasa. Saya cuma Orang Biasa. Karena itulah, menyikapi permasalah yang dihadapi Anas Urbaningrum terkait tuduhan korupsi pada proyek hambalang saya sikapi secara sederhana.

Saya tidak peduli kasus Anas ini akan dibawa ke ranah politik atau wilayah hukum. Bagi saya tidak penting. Yang penting buat saya bahwa Anas secepatnya bisa ditahan dan selekas-lekasnya bisa diadili. Terserah mau pakai ilmu politik atau mengunakan ilmu hukum, atau menggabungkan kedua ilmu tersebut untuk mengadili Anas, buat saya tak ada masalah sama sekali. Yang penting Anas segera diadili. Titik.

Terhadap perilaku Anas sendiri yang tidak kooperatif, saya dibuat terheran-heran. Merasa berada pada pihak yang terzalimi tetapi ketika KPK memanggilnya untuk minta penjelasan, ia malah tak bersedia datang. Ada apa ini?

Seharusnya, inilah waktu yang tepat untuk menerangkan secara gamblang kepada KPK tentang posisinya sebagai orang yang terzalimi, jika ia memang terzalimi. Bisa pula memberikan fakta-fakta akurat yang menyebabkan ia pantas menyandang predikat sebagai orang yang jadi korban fitnah.

Tetapi, bila ia tetap bersikeras mengaku tak bersalah di mana-mana dengan cara-cara yang salah, bukan simpati yang didapatkan dari publik. Sebaliknya, caci maki dan antipati terhadap dirinyalah yang diperoleh. Bukannya iba hati, malah publik menjadi alergi terhadap Anas nantinya. Kalau sudah begitu, mau bilang apalagi coba?

Perlu Anas sadari, masyarakat sudah terlanjur muak dengan upaya cari-cari simpati melalui cara yang menempatkan seseorang pada pihak terzalimi. Masa kejayaan seperti itu sudah lewat. Sudah ketinggalan zaman. Masyarakat sudah belajar dari pengalaman yang lalu-lalu. Pengalaman mengajarkan, tak selamanya orang yang tampak terzalimi itu benar-benar berada pada pihak yang terzalimi. Mencitrakan diri sebagai yang terzalimi memang pernah sukses. Tapi itu dulu, bukan sekarang!

Pengalihan isu-isu sentral dengan isu-isu lain yang tidak ada kaitan dengan isu utama sudah tak laku lagi untuk dijual. Jangankan diobral seribu tiga, dibagikan secara cuma-cuma untuk oleh-oleh saat pulang ke rumah pun sudah tidak ada yang berminat.

Maka, menjadi Mission Impossiblebelaka jika cara-cara demikian masih tetap dipraktekkan dengan pe-de nya oleh Anas dan para loyalis. Tak perlu tunggu lama, publik pasti dengan sukarela akan segera meninggalkannya. Tinggallah Anas dengan PPI dan para loyalis yang berteriak-teriak keras minta dukungan, tapi tak ada yang menganggapnya sama sekali. Dianggap sepi meski telinga belum tuli.

Sebagai Orang Biasa yang memandang Anas dengan kaca mata biasa, sebenarnya saya melihat bahwa Anas sudah berada di ujung tanduk. Saya mengatakan di ujung tanduk karena meski Anas masih berstatus tersangka dan belum naik status jadi terdakwa, tapi publik sepertinya sudah punya pengadilan sendiri. Dan diam-diam sudah memvonis Anas secara diam-diam pula. Entah apa jadinya bila vonis diam-diam ini nantinya tidak sejalan dengan vonis pengadilan yang sebenarnya. Dan semua bisa sebagaimana sekarang ini bermula dari prilaku-prilaku Anas sendiri yang jauh dari simpati di dalam mencari simpati.

Akan beda hasil tentunya, bila Anas dengan sikap santun dan kooperatif memenuhi panggilan KPK tanpa banyak berpolah. Tak perlu bikin-bikin sensasi. Kalaupun mau berkicau, ya berkicau saja seperti Nazaruddin. Tapi nanti saat di pengadilan. Jadi bukan berkicau di sembarang tempat. Kalaupun setelah itu ada yang merasa terbidik ya biar saja. Toh KPK nanti pasti akan menindaklanjutinya.

Dan sebagai Orang Biasa yang tak paham politik maupun hukum, saya tidak peduli kasus Anas ini akan dibawa ke ranah politik atau wilayah hukum. Yang utama buat saya bahwa Anas secepatnya bisa ditahan dan selekas-lekasnya bisa diadili.

Terbukti atau sebaliknya, itu yang penting! Lagian, kasihan Monasnya yang terlalu lama menunggu dalam ketidakpastian.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun