[caption id="attachment_310243" align="alignleft" width="276" caption="Foto: dok.pribadi"][/caption]
Malam itu, saya bergegas menuju minimarket 24 jam di dekat rumah di Banyumanik, Semarang. Hujan deras seharian yang mengguyur Semarang membuat udara malam terasa dingin menusuk tulang. Minuman jahe wangi kemasan yang tersedia di minimarket menjadi pilihan saya untuk menghangatkan badan.
Dipintu masuk minimarket, saya berpapasan dengan tiga orang bocah. Pastinya mereka juga baru saja berbelanja. Dari penampilan fisiknya, saya menduga anak-anak ini baru berusia sekitar 10 sampai 12 tahun. Ukuran badan mereka hampir sama dengan salah satu keponakan saya yang masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.
Sesaat tidak ada yang aneh dari ketiga bocah itu, sampai ketika secara tidak sengaja pandangan mata saya tertuju pada tas kresek yang ditenteng salah satu dari mereka. Saya tertegun. Dari bibir plastik, menyembul sebuah benda bening berkilat. Sebuah botol minuman keras dengan merk cukup terkenal. Anda yang biasa pergi ke minimarket 24 jam di sekitar rumah pasti akan mudah menemukan merk minuman alkohol seperti yang dibawa bocah tadi. Kandungan alkoholnya cukup tinggi.
“Enake diombe nang endi (Enaknya diminum di mana) ?” Tanya salah satu dari bocah itu. Yang lainnya hanya tertawa cekikikan tanpa menjawab. Mereka berjalan tergesa dan menghilang di balik belokan jalan di samping minimarket.
**
Satu dua tahun belakangan ini, kita dimanjakan oleh kehadiran minimarket modern yang banyak bertebaran di pinggir jalan atau pemukiman. Indomaret dan Alfamaret menjadi minimarket yang paling populer dan mudah kita jumpai. Kedua minimarket dengan sistem waralaba tersebut saling berlomba menjadi yang terdekat dengan konsumen. Tidak jarang lokasi keduanya saling berhadapan atau bahkan berdampingan berebut pelanggan.
Meski harga barang yang dijual relatif lebih mahal ketimbang di toko biasa, kehadiran minimarket ini menguntungkan warga yang ingin mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari tanpa susah-susah pergi ke toko atau pasar bahkan pada saat hari sudah larut malam. Mulai dari sabun mandi sampai minyak goreng, mulai dari tabung gas sampai korek telinga. Bagi sebagian orang, berbelanja di minimarket juga dirasa bisa meningkatkan status sosial ketimbang membeli barang yang sama di pasar tradisional. Akibatnya, serbuan minimarket modern dikeluhkan para pemilik toko kelontong atau pedagang pasar karena pelanggan mereka beralih ke minimarket yang menawarkan kenyamanan dan kedekatan lokasi, kelengkapan barang serta waktu operasional yang tanpa batas.
Di sisi lain, dampak negatif dari menjamurnya minimarket bukan semata karena kehadirannya yang mengancam eksistensi pasar tradisional. Yang luput dari perhatian pengelola minimarket adalah begitu mudahnya anak-anak atau remaja di bawah umur membeli barang-barang yang seharusnya belum layak mereka konsumsi. Contoh nyata adalah ketiga bocah yang membeli minuman beralkohol tadi.
Rokok, minuman beralkohol dan kondom adalah tiga jenis barang yang penjualannya seharusnya diatur dengan ketat di minimarket 24 jam yang menjamur belakangan ini. Survei kecil yang saya lakukan di beberapa minimarket menghasilkan kesimpulan yang sungguh ironis: letak ketiga jenis barang tadi di minimarket seperti Indomaret dan Alfamaret sangat mudah dijangkau, bahkan oleh anak-anak usia sekolah dasar sekalipun. Minuman beralkohol ditaruh dekat dengan susu atau minuman buah. Beberapa minimarket yang saya amati memang menaruh rokok di tempat khusus, tetapi ada juga yang meletakkan rokok di tempat yang sama dengan buku dan alat tulis. Lebih mengkhawatirkan lagi, alat kontrasepsi berada di rak yang sama dengan obat-obatan ringan untuk dewasa dan anak-anak.
Bisa dibayangkan jika ketiga barang tersebut bisa dibeli dengan mudah dan bebas oleh anak-anak atau remaja di bawah umur. Anak-anak atau remaja yang mengkonsumsi rokok dan minuman alkohol sudah pasti akan terganggu kesehatan, pertumbuhan fisik serta kecerdasan mereka. Lebih miris lagi jika mereka sampai menyalahgunakan fungsi kondom sebagai alat kontrasepsi.
Lagipula, ketiga bocah yang tadi terkekeh sambil menenteng minuman alkohol tadi tentunya belum mampu mencari uang sendiri. Itu berarti uang yang mereka belanjakan berasal dari orang tua yang seharusnya dipakai untuk membeli buku atau sekedar jajan bakso dan camilan di sekolah. Kalau sejak kecil saja sudah tidak bertanggung jawab atas amanat orang tua, bagaimana kalau mereka besar dan menjadi pemimpin nanti?
Sambil menulis dan ditemani hangatnya jahe wangi, di pelupuk mata saya terbayang wajah lugu ketiga bocah di minimarket tadi. Pada saat yang sama, saya kira mereka juga sedang menghangatkan badan dengan minuman yang belum waktunya mereka konsumsi…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H