Mohon tunggu...
Saefuddin Muslimin
Saefuddin Muslimin Mohon Tunggu... -

It is not length of life, but depth of life.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Yang Penting Kau Mau Ke Sekolah!

29 Juli 2011   05:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:16 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13119172961829956815

Apapun sebutannya,  Ibu, Mama, Ammak, Mom, Bunda atau apa saja tergantung kebiasaanmu, inilah kisah tentangnya… 17 tahun lalu… Kau belum bangun ketika Ibumu sudah menyiapkan rantangan yang akan kau bawa sebagai bekal hari ini, kali ini ia menggoreng nasi dengan saos tomat karena kau tak tahan rasa pedis, di atasnya diletakkan sepotong telur mata sapi dengan siraman kecap yang sengaja dibentuk seperti wajahmu agar kau senang. Seragam Taman Kanak-Kanak yang akan kau pakai sudah rapi tergantung di pegangan pintu ketika Ibumu membangunkanmu untuk mandi. Setengah mati Ibumu membujukmu, kau masih saja sibuk menghitung mainanmu. Tapi  Ibumu selalu punya cara agar kau mau mandi, termasuk menjanjikan ice cream sepulang sekolah nanti. Setelah lengkap pakaianmu, Ibumu memberikan rantangan yang disiapkannya sejak subuh. Kau intip isinya lalu menangis, hari ini kau tak mau makan nasi goreng, kau mau roti isi keju seperti teman sebangkumu. Terpaksa Ibumu mengambil uang simpanannya di lemari lalu membelikan roti untukmu agar kau mau ke sekolah. Yang penting kau mau ke sekolah! Berjam-jam Ibumu menunggumu di balik dinding kelas, mengorbankan telenovela “Maria Cinta Yang Hilang” kesayangannya. Sesekali kau mengintip untuk memastikan bahwa Ibumu masih disitu, menunggumu hingga pulang. Kau duduk dengan mulut belepotan ice cream di taman dekat sekolah sambil kau terus bertanya pada Ibumu, “burung apa itu Bu?”, tanyamu ketika melihat merpati di pohon mangga seberang taman. “burung merpati Nak”, jawab Ibumu dengan lembut walaupun sudah tujuh kali kau ulang pertanyaan itu hari ini. 16 tahun lalu… Seragam sekolah yang tergantung di pegangan pintu sudah berubah warna, Ibu juga sudah tak perlu menunggumu seharian di sekolah, cukup mengantar dan menjemputmu saja. Dalam perjalanan pulang, kau meminta dibelikan sepatu baru seperti milik teman sebangkumu, minta tas baru seperti milik teman di bangku depan, juga minta dibelikan kaos kaki. Sampai di rumah, kau mulai mengeja tulisan apa saja yang kau lihat. sampai suatu ketika kau berhasil megeja kata “Dragon Ball”, kau perhatikan gambar bola naga itu, lalu kau merengek lagi, minta celana dalam yang ada tulisan “Dragon Ball”nya. Untung waktu itu kau bukan mengeja kata “Miyabi”. Makin besar kau makin merasa bisa sendiri, kau mulai malu jika ketahuan manja pada Ibumu. Tak mau lagi kau diantar ke sekolah, kalaupun terpaksa, Ibumu hanya kau izinkan mengantar sampai di ujung jalan agak jauh dari pagar sekolah. Makin besar, seleramu juga makin bagus. Sepatu, tas, kaos kakimu juga harus diubah ke gaya yang lebih dewasa. Celana dalam “Dragon Ball”mu kini diganti dengan yang polos. Walaupun permintaanmu semakin banyak, Ibumu akan selalu memenuhinya, Yang penting kau mau ke sekolah!. 10 tahun lalu… Jika kau laki-laki, mungkin  di periode inilah kau akan disunat, masa-masa paling mencekam sebagai kaum Adam. Ibumu tetap ada mengipasi kemaluanmu yang perih habis di potong sampai kau tidur. Ibumu juga sudah bangun lebih dulu memegang kipasnya ketika kemaluanmu bangun dini hari. Jika kau perempuan, mungkin kau akan kedatangan tamu bulanan untuk pertama kalinya, masa-masa paling panik sebagai kaum Hawa. Ibumu sudah siap megajari cara memakai pembalut lengkap dengan jadwal pergantiannya. Mentang-mentang sudah disunat dan datang bulan, kau mulai naksir pada lawan jenis. Kau mulai berdandan, pengeluaran Ibumu bertambah seiring kebutuhanmu akan bedak, pembalut,  parfum & minyak rambut. Kau pulang dengan senyum manis ketika jatuh cinta, senyum sendiri di depan cermin, kau peluk ibumu yang sedang menyapu, sayang pelukan itu sesungguhnya bukan untuk Ibumu, tapi untuk kekasihmu. Lalu kau pulang dengan air mata ketika putus cinta, menangis sendiri di depan cermin, kau peluk ibumu yang sedang menyapu, sayang pelukan itu bukan khusus untuk Ibumu, kau memeluknya tapi pikiranmu melayang ke sosok kekasih yang menyakiti hatimu. Ibumu akan selalu ada membangkitkan semangatmu yang rontok, Yang penting kau mau ke sekolah!. 7 tahun lalu Masa-masa paling indah buatmu ini sangat mengkhawatirkan bagi Ibumu, sudah berapa surat panggilan dari sekolah yang diterimanya akibat kau merokok, bolos, atau pacaran dalam kelas. Seiring berjalannya waktu, Ibumu sudah terbiasa menghadapi masalah jatuh & putus cintamu. Sesekali Ibumu mengingatkan agar kau tidak terjerumus dalam kemaksiatan, rupanya Ibumu termakan hasil survey BKKBN bahwa 50% remaja tak lagi perawan.  Kau boleh saja pulang dengan senyum atau air mata, Ibumu sudah menunggu di rumah, siap mendengarkan kisahmu, Yang penting kau mau ke sekolah!. 4 tahun lalu Ibumu kembali menyiapkan rantangan yang akan kau bawa sebagai bekal hari ini, kali ini ia menggoreng nasi dengan saos lombok karena kau sudah tahan rasa pedis, di atasnya diletakkan sepotong telur mata sapi dengan siraman kecap yang sengaja dibentuk seperti wajahmu agar kau senang. Seragam hitam putih yang akan kau pakai sudah rapi tergantung di pegangan pintu ketika Ibumu membangunkanmu untuk mandi. Kau harus siap menghadapi ospek, hari pertama sebagai Mahasiswa. Ketika kau berada di kampus, Ibumu selalu khawatir menyaksikan berita di televisi, Mahasiswa bentrok dengan polisi, Mahasiswa demo anarkis, Mahasiswa mati dikeroyok seniornya, Mahasiswa pengedar narkoba, hingga video porno “mirip” Mahasiswa. Televisi memang tak seimbang soal Mahasiswa, prestasi akademik jarang diberitakan. Semua kekhawatiran dibuangnya jauh-jauh Yang penting kau mau ke sekolah!. Kau duduk di samping Ibumu yang sudah tua di taman dekat sekolah sepulang acara wisuda, Ibumu melihat merpati, lalu bertanya padamu, “burung apa itu Nak?”. “Merpati Bu”, jawabmu lembut. Mungkin tak mendengar, Ibumu bertanya lagi, “burung apa itu Nak?”. “Merpati”, jawabmu agak keras. Di luar dugaan, Ibumu masih saja bertanya “burung apa itu Nak?”. Kau menjawab agak kesal, “Apa Ibu sudah tuli?, Itu burung Merpati”, jawabmu agak membentak. Ibumu hanya tersenyum lalu berkata lirih, “Ibu baru bertanya 3 kali dan kau sudah marah, bisakah kau ingat berapa kali kau menanyakan hal yang sama sampai kau betul-betul tahu bahwa burung itu adalah merpati?” Kini Berjalan seorang anak muda dengan jaket lusuh dipundaknya. Di sela bibir tampak mengering terselip sebatang rumput liar. Jelas menatap awan berarak Wajah murung s'makin terlihat, dengan langkah gontai tak terarah, Keringat bercampur debu jalanan. Engkau sarjana muda Resah mencari kerja Mengandalkan ijasahmu. Empat tahun lamanya Bergelut dengan buku untuk jaminan masa depan.Termenung lesu engkau melangkah dari pintu kantor yang di harapkan. Tergiang kata tiada lowongan Untuk kerja yang di dambakan. Tak peduli berusaha lagi Namun kata sama yang kau dapatkan Jelas menatap awan berarak Wajah murung s'makin terlihat, sia-sia semuanya Setengah putus asa Engkau berucap "Maaf Ibu..." (Klik untuk download lagu Iwan Fals : Sarjana Muda). Ibumu sudah menunggu di rumah, siap mendengarkan kisahmu, menanti pelukanmu khusus hanya untuknya. Yang penting kau mau berusaha..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun