Lebar dan labur, secara harfiah dekat dan hanya berbeda vokal saja.
Konon katanya di momen lebaran pada tetua kita dulu sering di manfaatkan untuk me-labur rumahnya, supaya terlihat lebih indah dan tentu lebih rapih.
Sebagaimana biasanya para tetua, bukan hanya secara lahiriyah saja dalam melakukan sesuatu, akan tetapi segala tindaknya sering kali mengemas makna filosofis yang apik.
Melabur rumah adalah perbuatan yang baik, merenovasi interior dan eksterior hunian supaya lebih betah lagi untuk di tempati.
Dan Karena para tetua kita memilih momen lebaran, sudah barang tentu kita bisa menebak, pasti ada keindahan makna didalamnya. Makna apakah gerangan?
Secara fisik melabur merupakan kegiatan memperbaiki citra, dalam hal ini identik dengan warna cat rumah. Menghilangkan kekusaman warna lama dan menggantinya dengan keelokan warna baru.
Secara filosofis sufistik, kegiatan melabur bisa dimaknai dengan dengan memperbaiki citra batin, membersihkan kekusaman hati agar tetap jernih untuk memindai naluri-naluri ilahiyah dalam menjalankan titah kehambaan dan kemanusiaan.
Para tetua mengajarkan kita untuk memanfaatkan momen lebaran ini bukan hanya waktu yang melegitimasi diri kita sebagai manusia fitrah, tapi lebih dari itu, momen lebaran adalah momentum pergerakan kita untuk melabur diri menjadi lebih baik lagi, sebagai hamba kepada Tuhannya dan sebagai manusia kepada ikhtiar kemanusiaanya.
Semoga di lebaran ini, kita bisa laburan. Amin.
Mirat, lewat tengah malam.
Firman Saefatullah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H