Siapa yang tidak mengenal Soekarno, bapak proklamator Indonesia, juga salah satu dari empat founding fathers Republik Indonesia mengutip pada Majalah Tempo, namanya sejajar bahkan lebih bersinar daripada Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir dan Tan Malaka. Jika tidak ada Soekarno mungkin kita tidak akan merasakan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno memiliki andil besar dengan Indonesia sebagai negara yang merdeka, terutama dengan pemikiran Soekarno tentang politik kebangsaanya yang menempatkannya menjadi pemikir besar yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, pemikiran-pemikiran tentang politiknya masih menjadi sebuah harta yang memperkaya Indonesia dalam bidang politik, salah satu contohnya adalah Partai Politik Indonesia Perjuangan atau PDIP yang pokok dasar haluannya adalah pemikiran dari Soekarno itu sendiri.
Dalam tipologi pemikiran politik Soekarno dikategorikan sebagai pemikir yang beraliran Nasionalis Radikal, hal tersebut juga sesuai dengan latar belakang beliau tentang dunia politik, Soekarno yang memang aktif dalam dunia politik seringkali menyajikan pemikirannya dalam bentuk pidato, artikel dan buku. Terutama dalam bentuk tulisan Soekarno memiliki banyak sekali buku yang masih sering dibaca dan relevan hingga saat ini seperti; Indonesia Menggugat, Dibawah Bendera Revolusi, Filsafat Pancasila, dan masih banyak lagi. Tetapi pemikiran-pemikiran Soekarno tidak semua dapat dinilai positif, terlebih lagi dalam hal pengimplementasian. Salah satu pemikiran Soekarno yang terasa sangat kontroversial dan penuh dengan polemik bahkan dapat dikatakan bahwa itu adalah dosa besar bagi sejarah demokrasi Indonesia, pemikiran itu adalah Demokrasi Terpimpin.
Latar Belakang Demokrasi Terpimpin
Soekarno muda dipengaruhi oleh idealisme revolusioner dan anti penindasan, namun saat akhir jabatannya, Soekarno berubah menjadi seorang pemikir yang keras dan anti demokrasi. Bersembunyi terhadap dalih revolusi belum selesai ia menciptakan konsep demokrasi searah penafsirannya sendiri, hal tersebut dikarenakan menurut Soekarno demokrasi yang dikembangkan oleh dunia Barat (parlemen) tidak dapat dibandingkan atau disamakan dengan nilai budaya yang Bangsa Indonesia miliki dengan sifat gotong royong dan musyawarahnya. Sejatinya latar belakang dari konsep demokrasi terpimpin diawali sebagai respon terhadap situasi politik, sosial dan ekonomi yang tidak stabil dalam Demokrasi Liberal (1949-1959). Krisis ekonomi, inflasi tinggi, kesenjangan sosial, serta terdapatnya pemberontakan di beberapa daerah seperti PRRI dan gerakan separatis lain menjadi ancaman serius bagi keutuhan NKRI, juga dibuat lebih keruh lagi dengan situasi politik, konflik kekuasaan antara partai-partai politik di parlemen yang saling menjatuhkan satu sama lain, membuat kekecewaan dan kekhawatiran TNI Angkatan Darat pada terlebih pada tanggal 17 Oktober 1952 Kolonel A.H. Nasution mendesak Soekarno untuk membubarkan parlemen dan mengambil alih kekuasaan, meskipun Soekarno menolak karena tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Kolonel angkatan darat itu.
Dan pada tanggal 21 Februari 1957 dalam pidatonya dengan judul "Menyelamatkan Republik Proklamasi", Soekarno memperkenalkan gagasan yang disebut konsepsi presiden. Soekarno sesumbar bahwa 11 tahun Indonesia merdeka tidak cocok dengan sistem demokrasi liberal atau parlementer terutama dengan kepribadian Indonesia. Terlebih dalam demokrasi liberal atau parlementer ini terdapat konsep oposisi, yang oposisi inilah dicap Soekarno menciptakan penderitaan sebab prinsip oposisi memiliki arti dengan tantangan terbuka kepada pemerintah.
Konsep Demokrasi Terpimpin
Konsep demokrasi yang dipikirkan oleh Presiden Soekarno, secara pembuatannya tidak jauh dan tidak terlepas daripada konsep Nasakom-nya atau pemikiran persatuan daripada beberapa aliran atau sudut pandang yang dipaksa bersatu oleh kerangka berpikir Soekarno yakni Nasionalisme, Agama dan Komunis. Dalam sistem demokrasi terpimpin sebenarnya secara sederhana memuat tiga hal pokok yang terkandung di dalam konsep ini. Pertama, memperkenalkan gaya kepemimpinan serta sistem pemerintahan baru yang diperkenalkan dengan nama sistem demokrasi terpimpin. Kedua dalam mewujudkan konsep baru dibentuk juga kabinet gotong royong yang mengedepankan nilai khas Indonesia yakni gotong royong dan musyawarah mufakat yang dalam pembentukannya diisi oleh seluruh partai politik tanpa terkecuali Partai Komunis Indonesia. Ketiga dibentuknya juga Dewan Nasional yang terdiri dari beberapa kelompok fungsional seperti kelompok karyawan, buruh, tani. cendekiawan, dll.
Selain itu salah satu gagasan buah hasil pemikiran Soekarno yang mewarnai konsep demokrasi terpimpin ini adalah dengan pembubaran partai-partai politik juga dengan penggabungan partai-partai politik yang lain, hal ini menjadi jawaban akan ketakutan Soekarno akan oposisi. Soekarno juga dirasa tidak menyukai sistem multi partai yang malahan itu adalah ide dari wakilnya sendiri yakni Muhammad Hatta, sejatinya Soekarno hanya menginginkan adanya satu buah partai politik saja demi kestabilan pemerintahannya, tetapi tentu saja itu ditentang oleh segelintir kelompok dan golongan yang tidak sependapat karena dirasa mencederai demokrasi.
Akibat Demokrasi Terpimpin terhadap Rakyat Indonesia
Meskipun Demokrasi Terpimpin ala Soekarno bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik dan memperkuat persatuan bangsa, implementasinya membawa sejumlah dampak negatif, khususnya bagi rakyat Indonesia. Seperti; Pembatasan Kebebasan Politik, Demokrasi Terpimpin mengurangi ruang bagi partisipasi politik rakyat. Oposisi dilemahkan, dan hanya pandangan yang sejalan dengan kebijakan pemerintah yang diakomodasi; Konsentrasi Kekuasaan yang Otoriter, Kekuasaan yang terpusat di tangan Soekarno membuat pengambilan keputusan menjadi sangat personal. Akibatnya, banyak kebijakan tidak melalui proses checks and balances yang sehat; Kehadiran Militer dalam Kehidupan Rakyat, Peran ganda militer (dwifungsi) yang diperluas membuat militer terlibat dalam politik dan kehidupan sipil, sering kali dengan cara represif; Kemunduran Demokrasi, Demokrasi terpimpin mengorbankan prinsip dasar demokrasi, layaknya kebebasan berbicara, berkumpul, serta berorganisasi. Selain itu Kekecewaan ini pada akhirnya berkontribusi pada melemahnya dukungan terhadap Soekarno dan memicu pergolakan politik yang mengakhiri era Demokrasi Terpimpin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H