Soekarno, sebagai Bapak Proklamator sekaligus salah satu dari founding fathers yang dimiliki bangsa Indonesia, berbarengan dengan Mochammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka dan lain-lain. Soekarno sebagai Bapak Proklamator  memiliki banyak keistimewaan sehingga menjadikan dirinya terpilih menjadi Presiden Pertama Indonesia, keistimewaan yang dimiliki Soekarno meliputi; sosoknya yang karismatik, yang dimana dia sebagai tokoh yang disukai oleh berbagai golongan masyarakat secara umum dan dapat mempersatukan masyarakat Indonesia yang beragam. Kedua sifatnya yang karismatik ini ditunjang pula dengan gagasan pemikirannya yang tak lekang oleh waktu tentang pentingnya persatuan di tengah keberagaman Indonesia, pemikirannya tidak hanya merujuk pada upaya untuk merebut kemerdekaan, tetapi juga pada bagaimana mempertahankan persatuan bangsa yang terdiri dari ratusan suku, bahasa, dan budaya yang berbeda. Dua hal tersebut lah yang akhirnya menjadikan Soekarno terpilih sebagai Presiden pertama Indonesia mengalahkan nama-nama besar lain seperti; Tan Malaka, Sjahrir, dan Hatta yang padahal mempunyai gagasan atau buah pemikiran tentang Indonesia merdeka yang tidak kalah hebat juga dengan Soekarno. Bagi Soekarno, persatuan bukan sekadar slogan, melainkan sebuah fondasi bagi negara Indonesia yang mesti dibangun dengan penuh kesadaran akan perbedaan sebagai kekuatan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara yang amat beragam, terdiri dari berbagai macam suku dan budaya hal tersebut menjadikan sebuah tantangan terhadap Indonesia untuk merdeka dan bersatu. Tetapi Soekarno sebagai seseorang yang gila persatuan, melahirkan banyak sekali produk pemikiran terkait persatuan yang pada akhirnya masih relevan untuk dipelajari bahkan dalam politik kontemporer seperti saat ini.
Soekarno dan Gagasan Persatuan di Tengah Keberagaman
Pancasila sebagai Perekat Persatuan
Salah satu gagasan terbesar Soekarno dalam menyatakan bangsa adalah Pancasila. Di dalam pidatonya pada 1 Juni 1945, Soekarno merangkai Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Lima sila yang dirumuskan tersebut, yang terdiri dari Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial, dirancang dalam mengakomodasi keragaman masyarakat Indonesia sekaligus menumbuhkan rasa persatuan. Soekarno melihat serta menilai Pancasila sebagai simbol atau dasar dalam persatuan yang bisa diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia, terlepas dari latar belakang agama atau suku budaya mereka. Berhubungan dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, ia berupaya membuat fondasi ideologis yang mampu menyatukan seluruh elemen bangsa. Pancasila tidak hanya dipandang oleh Soekarno sebagai landasan politik atau hukum, melainkan juga sebagai pegangan hidup yang menuntut perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila yang dirumuskan oleh Soekarno, memiliki dasar falsafah yang kuat terutama dalam hubungan mempersatukan bangsa. Pancasila yang memiliki latar belakang merujuk kepada kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca. Pancasila juga dalam perjalanannya sebagai dasar negara, memiliki perjalanannya sendiri sehingga pada akhirnya dapat diterima oleh masyarakat luas, yaitu dengan mengganti bahasa sila pertama menjadi lebih general, dari mulai "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" pada sidang PPKI pada 18 Agustus 1945. Perubahan ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Hal ini sebagai bukti bahwa buah pemikiran Soekarno, terbuka dalam perubahan yang terpenting tetap diterima di seluruh rakyat Indonesia dalam menegakkan persatuan.
Nasakom:Â Nasionalisme, Agama dan Komunis
Salah satu produk pemikiran Soekarno dalam mempersatukan rakyatnya, terjadi setelah ia menjadi seorang Presiden Indonesia yang pertama. Nasakom yang memiliki singkatan dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme, merupakan sebuah konsep yang dirumuskan oleh Soekarno pada akhir 1950-an hingga pertengahan 1960a-an. Gagasan ini memiliki latar belakang saat terjadinya dinamika politik pada masa itu, dimana muncul secara kokoh tiga kekuatan ideologis utama yang memiliki pengaruh kuat di Indonesia pada masa itu, yakni Nasionalis, Agamis (Islam), dan Komunisme, dimana ketiga kelompok ini memiliki perbedaan ideologi yang tajam dan sering bersaing dalam mempengaruhi kebijakan negara. Ketegangan politik antara ketiga golongan ini pada akhirnya memicu instabilitas politik yang mengancam persatuan nasional dan kelangsungan pemerintahan.
Sebagai pemimpin yang menginginkan persatuan, baik dari segala aspek, Soekarno berusaha mencari jalan dalam menyatukan kekuatan-kekuatan politik tersebut. Soekarno akhirnya memperkenalkan konsep Nasakom sebagai bentuk jalan tengah,dengan harapan bahwa tiga ideologi tersebut dapat berjalan dengan baik untuk kepentingan bangsa. Soekarno percaya bahwa jika kelompok-kelompok tersebut bisa berkoalisi, maka konflik serta ketegangan internal dapat diminimalisir, dan negara akan menjadi lebih stabil dan kuat. Meskipun dalam pengimplementasiannya Nasakom tidak berjalan dengan baik, bahkan malah membawa malapetaka terhadap Soekarno kedepannya. Karena memang ketiga golongan tersebut tidak dapat dipersatukan terutama Komunis dan Agama, bahkan golongan komunis ini juga memiliki ketegangan dengan TNI.Â
Tetapi Nasakom sendiri, meskipun tidak berjalan dengan baik, memberikan nilai positif yang akhirnya dapat memberikan corak juga terhadap politik kontemporer hari ini, dimana dapat kita lihat pandangan partai politik agama yang dapat berkoalisi dengan paham sekuler yang lain.
Marhaenisme sebagai Konsep Pemersatu
Marhaenisme adalah konsep yang diperkenalkan oleh Soekarno sebagai ideologi perjuangan rakyat kecil dan kelas tertindas. Konsep ini berakar pada pengalaman Soekarno ketika bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen di Bandung pada tahun 1920-an. Petani itu memiliki tanah, alat kerja, dan produktivitas, tetapi hidupnya tetap miskin karena skala kepemilikannya yang kecil dan terpinggirkan dalam sistem ekonomi yang tidak adil. Dari pertemuan ini, Soekarno mengembangkan konsep Marhaenisme, yang bertujuan membela hak-hak rakyat kecil serta melawan penindasan dan eksploitasi ekonomi. Marhaenisme berfokus pada pembebasan rakyat kecil atau "kaum Marhaen" dari sistem penindasan yang menyebabkan kemiskinan dan ketidakadilan. Dalam konteks ini, kaum Marhaen meliputi para petani, buruh, pedagang kecil, dan kelompok masyarakat lainnya yang hidup dalam kondisi serba kekurangan akibat ketimpangan ekonomi dan sosial. Marhaenisme memiliki kaitan erat dengan upaya Soekarno untuk memperkuat persatuan bangsa Indonesia.
Marhaenisme adalah ideologi yang mengusung pembebasan rakyat kecil dari penindasan dan ketidakadilan, serta memperjuangkan kemandirian ekonomi dan keadilan sosial. Dalam hubungannya dengan persatuan, Marhaenisme menekankan perlunya mengatasi ketimpangan sosial sebagai bagian dari upaya memperkuat ikatan kebangsaan. Dengan merangkul kaum Marhaen sebagai kekuatan utama, Soekarno berharap persatuan bangsa Indonesia dapat dibangun di atas landasan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Melalui Marhaenisme, Soekarno mengajarkan bahwa perjuangan untuk persatuan tidak bisa terlepas dari upaya menciptakan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.
Menghidupkan Kembali Semangat Persatuan untuk Masa Depan
Gagasan-gagasan Soekarno tentang persatuan bukan sekadar bagian dari sejarah, tetapi juga landasan bagi masa depan bangsa. Menghidupkan kembali semangat perjuangan dan persatuan yang diwariskan oleh Soekarno tidak hanya penting untuk menjaga keutuhan bangsa, tetapi juga untuk membangun masa depan yang lebih baik. Dengan meneladani pemikirannya, kita dapat memperkuat identitas nasional dan menghadapi tantangan modern dengan rasa percaya diri. Persatuan yang dirajut oleh Soekarno harus tetap menjadi prioritas utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan semangat yang sama, bangsa Indonesia dapat merajut persatuan di tengah keberagaman, menjaga kemandirian, dan meneguhkan kepribadian sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Warisan pemikiran Soekarno adalah peta jalan untuk mencapai cita-cita Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan sosial. Pemikiran-pemikiran Soekarno tetap relevan sebagai inspirasi bagi generasi sekarang dan mendatang untuk terus merajut persatuan di tengah perbedaan, menjaga identitas nasional, dan memperjuangkan kemandirian dalam menghadapi berbagai tantangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H