Tahun 1985 saat pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto digulirkanlah program transmigrasi secara besar besaran. Tidak sedikit masyarakat petani dari berbagai provinsi khususnya dari pulau Jawa yang di pindahkan ke berbagai pulau di Indonesia khsusnya Sumatera untuk mengikuti transmigrasi perkebunan sawit. Tentu masih ingat oleh kita pada tahun 85an kondisi perekonomian Indonesia masih sangat rendah dan pertanian masih menjadi tumpuan utama sumber devisa negara.
Pada saat yang sama pada tahun 85an jumlah penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di pulau jawa yang diikuti oleh angka pengangguran yang sangat tinggi sebagai akibat melambatnya pertumbuhan sektor riil khususnya pertanian ditambah lagi dengan rendahnya tingkat investasi saat itu di sektor pertanian. Kenyataan ini membuat pemerintahan Soeharto mengambil langkah tepat yaitu dengan mengurangi beban jumlah penduduk di Jawa untuk di pindahkan ke berbagai pulau dengan aktivitas pertanian. Bukan hanya motif problem kependudukan program tramigrasi di gulirkan, pada saat yang bersamaan Soeharto ingin menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi melalui transmigrasi tersebut.
Bayangkan. Pulau Sumatera yang pada saat itu penuh dengan hamparan hutan, gambut dan rawa di sulap menjadi sumber sumber ekonomi yaitu perkebunan sawit salah satunya. Tidak terbayangkan oleh saya, Â sudah berapa ratus ribu atau bahkan juta masyarakat jawa yang di distribusikan ke berbagai pulau untuk melakukan aktivitas ekonomi sekaligus memberikan sumbangan devisa yang sangat besar terhadap negara.
Mereka adalah para pekerja keras yang hidup dan bekerja di bawah rindangnya perkebunan sawit dan tidak sedikit dari mereka yang telah sukses betahan hidup dengan aktivitasnya dengan menghantarkan anak naka mereka ke jenjang pendididkan yang lebih tinggi, bahkan secara kapital petani sawit tersebut telah mampu mengembangkan dan mengusai kapital dalam unit bisnis bisnis tertentu di luar aktivitas perkebunanya.
Jika ingin jujur,kemajuan sektor pertanian Indonesia tidak terlepas dari daya juang dan kerja keras para petani perkebunan sawit. Namun, tidak semua dari mereka mampu bertahan hingga 25 tahun sampai 30 tahun untuk menekuni sebagai pekerja kebun sawit. Tidak sedikit dari mereka yang meninggalkan lokasi transmigrasi untuk kembali ke Jawa dan berpindah ke tempat yang lain. Maka, bagi mereka yang masih bertahan hingga sekarang merupakan pejuang sejati bagi pembangunan Indonesia karena meraka harus menikmati suasana baru seperti tahun 1980 karena seluruh pohon kelapa sawit mereka di tumbangkan (repalnting) untuk ditanam pohon sawit baru. Artinya pada saat itu sumber penghasilan mereka terhenti hingga 4-5 tahun ke depan sampai sawit menghasilan buah yang siap di panen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H