Pembangunan yang tak kalah pentingnya di setiap negara sepanjang masa adalah pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDA). Negar yang awalnya lemah secara ekonomi dan infrastruktur bangkit, berkembang dan maju berkat kontribusi SDM yang kuat dan berkualitas. Sebut saja misalnya Jepang, begitu hiroshima hancur luluh latah pihak sekutu beranggapan tamatlah sudah eksistensi Jepang. Namun apa yang terjadi?pemerintah segera mengambil sikap untuk melakukan kebangkitan negaranya untuk menyekolahkan kader kader terbaiknya untuk menuntut berbagai bidang ilmu keluar negeri dari berbagai disiplin ilmu terutama yang terkait teknologi. Kini Jepang dikelompokkan negara maju dan memiliki industri otomotif terbesar di dunia. Demikian halnya Jerman dan negara negara eropa lainnya, melalui penguatan SDM melalui revolusi indsutri mampu mengkapitalisasi sumber daya almnya (SDA) menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang pesat dan mampu memberikan efek kesejahteraan terhadap rakyatnya.
Kebangkitan suatu negara memang tidak cukup dengan kekuatan demokrasi dan politik, karena apapun mekanismenya setelah demokrasi terbangun pekerjaan berikutnya penguatan dan pengembangan  pembangunan sektoral teruatam sektor pendidikan. Tentu upaya untuk menghasilkan SDM yang kuat dan berkualitas serta berdaya saing tersebut tidak mudah. Pendidikan yang identik dengan kurikulum harus mengarah pada penguatan 2 skill, yaitu soft skill dan hard skill. Negara negara maju sudah sangat lama mengembangankan model pendidkkan dengan penguatan 2 aspek tersebut, terencana dan terstruktur dalam jangka panjang. Mereka meiliki konsistensi kerikulum pendidikan, tentu dukungan anggaran sangat penting dan besar untuk mencapai outpt pendididikan yang mereka inginkan. Bagi mereka pendidikan yang berkualitas merupakan investasi jangaka panjang yang akan memapu menyelematkan negara dari berbagai kemungkinan krisis termasuk ekonomi.
Pendididkan di Idonesia masih mengarah pada peningkatan kapasitas hard skill yaitu pendidikan yang mengarah pada peningkatan ketrampilan tangan atau skill teknis (seperti pengusaan ketrampilan elektronik, mekanik dan teroristis). Arah orientasi pendididkan seperti bagaimana SDM mampu mendapatkan pekerjaan dalam waktu cepat, bahkan masih banyak mengarah pada tingkat SLTA (STM/SMK) dan Diploma. Secara kapasitas masih sangat terbatas seiring dengan masih rendahnya sarana dan prasarana yang dimiliki di setiap lembaga pendidikan seperti laboratorium atau unit unit pratikum lainnya termasuk teknologi yang digunakan oleh lembaga pendidikan. Sementara pada negara negara maju proses perekturan tenaga kerja terutama perusahaan/institusi yang berkelas sudah tidak lagi mengedepankan hard skill semata namun harus ada daya dukung soft skill yaitu kemampuan atau kasitas non teknis yang dikuasai oleh SDM yaitu berupa kemampuan leadership, kejujuran, rasa tanggungjawab, kreativitas dan kemampuan kemapuan manajerial.
Untuk itu pendidikan di Indonesia menghadapi pasar bebasa tenaga kerja harus membuka mata terhadap realita dunia yang demikian, yaitu dengan mengembagkan dan menguatkan kemapuan SDM dengan penguatan soft skill yiatu melalui pengembangan keorganissasian pendidikan dengan berbagai turunanya. Kalau saat sudah ada dan berkembang, namun harus lebih di arahkan pada kemampuan SDM dalam item item soft skill. Memang tidak mudah diperoleh dalam waktu singkat soft skill tersebut, karena harus melalui proses latihan yang rutin, terencana dan alamiah.Â
Perpaduan keuatan hard skill dan soft skill akan sangat menunjang terhadap kinerja SDM dalam melaukan berbagai tugas/pekerjaan terutaam dalam meningkatkan produktivitas kerja suatu perusahaan atau institusi. Syarat rekrutmen tenaga kerja, pegawai dan karyawan harus mempertimbangan kapasitas soft skill agar mampu mengasilkan maksimal output yang diinginkan, sehingga nilai tambah akan didapatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H