Siapapun orangnya pasti mengharapakan kebahagian dalam hidupnya, baik kebahagiaan lahir dan batin. Ada yang menyatakan, bahwa kebahagiaan itu bagi setiap individu dan kelompok adalah relatif terutama dari obyek yang membuat orang merasa bahagia. Terlepas dari itu semua artikel berupaya untuk fokus pada kebahagiaan yang tumbuh dari jalan berkeluarga.
Kehidupan berkeluarga berawal dari proses perkawinan dan biasanya proses perkawinan berlangsung setelah ada proses perkenalan atau saling menjajaki berbagai dimensi dari masing masing pasangan, yaitu laki laki mengenali perempuan demikian halnya perempuan mengenali laki laki. Proses perkenalan tersebut di tembu agar mendapatkan informasi seobyektif mungkin dari masing masing yang berujung pada kata "BERJODOH". Ada 4 hal yang biasa dijelajahi bagi pasangan yang ingin menempuh berkeluarga yaitu dengan cara PACARAN.
Dari aktivitas pacaran proses interaksi berjalan hingga batas waktu yang tidak ditentukan, walaupun proses yang ditempuh tersebut akan berujung pada berjodoh dan tidak berjodoh atau putus. Padahal, untuk menjelajahi atau mengetahui seluruh unsur kepribadian dan obyektivitas keluarga tidak harus menempuh pacaran. Hal ini juga ditempuh oleh seseorang untuk menuju berkeluarga dengan cara investigasi lain. Pada prinsipnya cara tempuh tersebut tidak menjadi masalah karena msing masing orang memilki prinsip dan cara masing masing.Â
Namun berdasarkan survei dan fenomena yang terjadi sebagian pasangan keluarga menyatakan, bahwa pacaran tidak sepenuhnya atau menjadikan jaminan akan mampu menggali secara mendalam tentang karaketer/sifat masing masing personal. Namun pada saat yang berbeda seseorang yang tidak menempuh dengan cara pacaran dalam waktu yang lama karena menempuh perkenalan (ta'aruf), justru ia menemukan dan mencari hal hal yang subtansi dari pribadi masing masing.
Usia perkawinan cenderung lebih lama dan tidak rawan terjadi permasalahan dalam perjalanan keluarga, karena bagi pasangan ini melihat tidak ada kesempurnaan pada pribadi seseorang dan harus saling mengisi. Berkeluarga adalah proses saling melengkapi dan membangun bukan sebaliknya,sebagian pasangan melakukan pendekatan demikian.
Nah, setelah berkeluarga atau pernikahan itulah kehidupan yang sesungguhnya dimana pasangan memulai membangun kebahagian dan cita cita baik jangka pendek dan jangka panjang dengan pendekatan dan cara masing masing. Berdasarkan hasil pengamatan di masyarakat umum sumber kebahgiaan yang paling utama itu adalah kepemilikan pasilitas dan status sosial (jabatan, pendidikan dan penghasilan).
Terkait dengan kepemilikan identik dengan terpenuhinya aspek sandang, pangan dan papan. Dengan jumlah yang memadai dan memberikan kenyamanan dalam keluarga. Demikian halnya dengan status sosial terutama tingkat pendidikan dan jabatan menjadi ukuran mencolok dan nyata dengan dukungan tingkat penghasilan. Biasanya penghasilan identik atau linier dengan tingkat kebahgiaan keluarga.Â
Namun dua jenis sumber kebahagiaan tersebut yang lebih dominan dan berpengaruh dalam ketahanan keluarga adalah kebutuhan batin. Kebutuhan batin ini sangat personilasi artinya terkait dengan soft skill bukan hard skill. Soft skill sangat identik kemampuan pribadi yang tidak ditempuh secara formal namun ia dapatkan dan ciptakan diluar pendidikan formal atau lahir secara genetik (bawaan), misalnya sifat dan kemampuan leadership, romantisme, kasih sayang, kreatifitas, sensifitas/responsif, kecepatan dalam memahami masalah dan bagaimana menyelesaikanya serta kemampuan komunikasi dan mempengaruhi orang lain. Untuk itu berdasarkan hasil survei dan pengamatan dimasyarakat, sumber keretakkan dan kebahagiaan keluarga itu berawal sangat identik dengan kualitas soft skillnya di bandingkan hard skillnya yaitu pemenuhan kebutuhan lahir.
Dengan demikian perhatian pasangan terhadap kebutuhan batin ini menjadi sangat penting tanpa harus melupakan kebutuhan lahir. Kualitas dan dinamisme hubungan intim adalah bagian sangat penting dalam berkeluarga karena salah satu tujuan berkeluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut hingga mendapatkan anak. Porsi pemenuhan kebutuhan pasangan atau hubungan intim dengan kualitas tinggi (kepuasan kedua pasangan) kadang di anggap tabu oleh sebagian besar pasangan bahkan tidak menjadi hal utama.
Tidak sedikit yang kemudian pasangan tersebut melakukan aktivitas atau kejahatan lain untu memenuhi kebutuhan batinya yaitu dengan cara cara tidak halal (perselingkuhan atau zina misalnya). Karena begitu pentingnya masalah ini bukan ini satu satunya cara atau senjata dalam penguatan keluarga, namun perhatian, saling pengertian dan saling membutuhkan tersebut menjadi faktor penting lagi dalam ketahanan keluarga. Jadi posisi pemenuhan lahir itu posisi dalam kehidupan berumah tangga sebagai pendukung bukan faktor utama pencipta kebahagiaan. Terbukti angka perceraian rata rata bukan akibat kurang atau terbatasnya fasilitas namun karena suami atau istri tidak terlalu memeprhatikan kebutuhan batin.Â
Jadi kebahagiaan itu tercipta BUKAN DARI APA YANG KITA LIHAT, NAMUN KEBAHAGIAAN ITU TERCIPTA DARI APA YANG KITA RASAKAN.