Pembangunan pertanian ke depan setelah belajar dari sebelumnya harus di rancang dan dilaksanakan secara serius, fokus dan melibatkan seluruh pihak/stakeholder baik pemerintah dan non pemerintah. Hal ini menjadi sangat penting mengingat luas, beban dan permasalahan sektor pertanian sangat banyak dan dinamis, sementara hal tersesbut berhubungan langsung dengan ketersediaan anggaran. Permintaan atas pangan tidak bisa di tunda atau dianggap remeh karena terkait kebutuhan mendasar dan pokok baik atas permintaan dunia dan domestik seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan indsutri lainnya terutama pangan.Â
Untuk itu regulasi dan kebijakan pembangunan pertanian selain mempertimbangkan aspek ketersediaan anggaran juga harus mempertimbangkan rancangan kegiatan dan program yang lebih efektif, efisien dengan mempertimbangkan prioritas kegiatan dan program sehingga mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui penurunan angka kemiskinan, pengangguran dan menyumbangkan tingkat devisa yang memadai.
Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro 2017 RAPBN 2017 disusun dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik, yang tercermin dari asumsi dasar ekonomi makro sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi diperkirakan pada kisaran 5,3 persen yang akan didukung terutama oleh kinerja pembentukan modal tetap bruto (PMTB), konsumsi masyarakat yang terjaga dan memperbaiki pemerataan pembangunan ekonomi, (2) inflasi diperkirakan pada kisaran 4,0 persen terutama didukung oleh ketersediaan pasokan bahan kebutuhan pokok yang lebih stabil serta terselesaikannya proyek proyek infrastruktur yang mendukung kelancaran jalur distribusi. (3) Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan pada kisaran Rp13.300 per dolar AS, yang antara lain dipengaruhi oleh masih cukup tingginya potensi aliran modal masuk akibat dari keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit), perbaikan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, serta kebijakan stimulus fiskal di Jepang dan Kawasan Eropa.Â
Sementara, persepsi positif terhadap kinerja perekonomian nasional serta kebijakan amnesti pajak diperkirakan akan menjadi faktor positif dari sisi domestik. Pada sisi lain, belanja negara tahun 2017 direncanakan sebesar Rp2.070,5 triliun, yang meliputi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.310,4 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp760,0 triliun. Belanja Pemerintah Pusat dalam RAPBN tahun 2017 akan diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan, antara lain dengan (1) memacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan merata; (2) mengurangi kemiskinan; (3) mengurangi pengangguran; (4) mengendalikan inflasi.Â
Selain itu, Pemerintah juga akan terus meningkatkan kualitas belanja pemerintah pusat melalui penajaman efisiensi dan efektivitasnya, dengan mengarahkan pemanfaatannya untuk belanja produktif dan prioritas, termasuk program perlindungan sosial. (Sumber: RAPBN 2017 Kementerian Keuangan)
Untuk itu sektor pertanian harus mengambil peran menjdi leading sector dalam memenuhi tuntutan kebutuhan pangan dan energi. Badan Litbang pertanian dalam perspective ke depan harus berada pada garda terdepan untuk menjawab tantangan atau masalah di masa akan datang melalui berbagai riset unggulanya. Tantangan sektor pertanian pada tahun 2050 dihadapkan pada pertumbuhan dan jumlah penduduk dunia yang mencapi kurang lebih 9,6 trilyun, dimana Asia memberikan kontribusi jumlah penduduk sebesar 7,3 trilyun atau 60 persen dari total dunia, dimana Indonesia menduduki peringkat ke 4 seltelah Tiongkok, India dan USA.Â
Dalam situasi demikian produksi pangan harus mengalami pertumbuhan atau capaian minimal sebesar 70 persen, artinya tuntutan dan kebutuhan pangan sangat besar sementara pada saat yang bersamaan sektor pertanian dihadapkan pada: (1) lahan subur (arable land) yang terbatas, (2) peningkatan kebutuhan terhadap air bersih (aktivitas pertanian menghabiskan 70 persen supply air dunia), (3) terjadinya perubahan iklim, (4) terbatasnya pasokan energi, dan (5) pengelolaan sumberdaya manusia (SDM) dan pemerataan kesejahteraan.
Untuk itu diperlukan arah dan kebijakan pembangunan pertanian terutama fokus pada pangan startegis yang menyangkut: regulasi, infrastruktur, produksi, hilirisasi, tata niaga domestik, pengendalian impor dan dorngan terhadap ekspor dan kedaulatan pangan. Terkait produksi dan produktivitas pangan diarahkan pada fokus 7 komoditas, regulasi/deregulasi, membangun infrastuktur, pengembangan dan peningkatan mekanisasi pertanian, penguatan on-farm, fasilitasi kredit, asuaransi dan penganganan pasca panen.Â
Hilirisasi produk pertanian diarahkan pada: (1) mendorong investasi industri gula, jagung dan sapi, (2) hilirisasi produk kelapa sawit, kako dan kopi, (3) penguatan KUR untuk kopi, kakao, pala dan teh, (4) pengolahan hasil padi, jagung dan pangan lainnya, dan (5) pengembangan integrasi sawit-sapi dan pangan-ternak. Terkait dengan tata niaga domestik adalah : (1) fokus pada 11 komoditas pangan strategis, (2) regulasi/deregulasi dan harga pemebelian pemerintah (HPP), (3) memperbaiki rantai tata niaga dan stabilitas harga, (4) sinergisitas dengan Kemendag dan Bulog, dan (5) pemebrian penghargaan terhadap petani melalui tokoh tani indonesia (TTI). Sementara itu terkait dengan pengendalian impor dan mendorong ekspor pemerintah melakukan langkah langkah: (1) fokus pada 11 komoditas komersial/ekspor, (2) regulasi/deregulasi pengendalian impor, (3) regualsi/deregulasi untuk mendorong ekspor, (4) peningkatan mutu dan daya saing produk pertanian dan (5) membangun sinergisitas Kemendag dan Kemenperin.
Langkah tersebut perlu dan harus ditempuh pemerintah melalui Kementerian Pertanian dalam upaya menciptakan dan mewujudkan kedaulan pangan. Tentu dukungan teknologi pertanian sangat di perlukan dalam mencapai upaya tersebut terutama oleh Badan Litbang Kementan baik dari sisi ketersediaan benih unggul/atau varietas unggul baru (VUB), teknologi pengelolaan/budidaya pertanian, pengelolaan dan pengembangan mekanisasi pertanian dan pengelolaan pasca panen.Â
Saat ini Badan Litbang mengarahkan seluruh aktivitas penelitian sesuai dengan arah kebijakan pengembangan IPTEK untuk mewujudkan kedaulatan pangan nasional yaitu melaui pengembangan IPTEK dalam perspektif bioekonomi. Â Langkah langkah tersebut ditempuh karena dalam kenyataanya kondisi pertanian saat ini selain dihadapkan pada masalah hulu juga masih perlu pembenahan di aspek hilir yang langsung bersentuhan dengan pendapatan/tingkat kesejahteraan petani. Untuk itu pengembangan IPTEK berbasi bioekonomi menjadi cara dan langkah penting dalam memecahkan permasalahn selama ini yaitu kemiskinan dan pengangguran khususnya di pedesaan.