Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hutang Negara dan Lemahnya Manajemen

21 Juli 2016   08:16 Diperbarui: 21 Juli 2016   08:48 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak hanya cukup dengan ketersediaan SDM yang handal dan kuat dalam mambangun dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. demikian halnya potensi sumber daya alam yang melimpah. Syarat berikutnya yang harus dipenuhi adalah ketersediaan kapital dan anggaran memadai dalam memenuhi seluruh instrumen pembangunan. Mengingat kapital dan anggaran memiliki fungsi alokasi untuk memberikan dampak penambahan/peningkatan, maka bagaimana memperoleh anggaran dan bagaimana pengelolaanya menjadi sangat penting agar ada kepastian dampak dari anggaran tersebut untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Indonesai sejak awal pemerintahan Soekarno hingga SBY tidak bisa terlepas dari kebutuhan anggaran untuk pembangunan. Kebutuhan anggaran tersebut menjadi mutlak karena dari potensi sumberdaya alam yang ada belum mampu dimaksimalkan pengelolaanya akibat keterbatasan SDM (pengusaan teknologi) dan anggaran yang tidak memadai serta manajemen yang belum maksimal. 3 hal tersebut berdampak pada melambatnya perolehan income negara sementara kebutuhan anggaran untuk pembangunan suatu faktor yang tidak bisa di tunda seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan sektoral. Oleh sebab itu seharusnya manajemen pengelolaan negara dan bangsa ini menjadi sangat penting dengan dukungan berbagai pihak baik pusat dan daerah dalam upaya memaksimalkan potensi dan hasil hasil dari SDA dan peotensi pendapatan lainnya. 

Akibat SDA tidak mampu dimaksimalkan hasilnya dan pengelolaan potensi income negara juga belum maksimal, maka langkah untuk memenuhi kebutuhan tersebut di tempuh dengan melakukan pinjaman/hutang baik dari dalam dan luar negeri. Tentu harapan dari hutang tersebut akan mampu dikembalikan secara reguler seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang positif bukan sebaliknya. Sehingga pada sisi lain, anggaran sebenarnya tidak mutlak sebagai faktor positif men-drive pembangunan, jika pada saat yang bersamaan tidak diikuti oleh sistem pengelolaan yang profesional, efektif dan efisien. Kebocoran anggaran sebagai penyebab moral hazard harus dipastikan tidak terjadi demikian halnya kolusi dan nepotisme dalam pengelolaan. 

Berdasarkan kenyataan dilapangan pengelolaan anggaran APBN dan APBD belum memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan income negara yang menyebabkan devisit anggaran, karena disebabkan oleh faktor faktor sebagai berikut:

Pertama, paradigma pengelolaan dan pengalokasian anggaran belum sepenuhnya mengacu pada output/keluaran dari setiap kegiatan dan program pembangunan. Pilihan pilihan yang belum tepat terhadap kegiatan dan program prioritas juga menyebabkan bias anggaran, akibatnya tidak mampu terukur outputnya. Berikutnya daya dukung tahapan tahapan pembangunan juga menjadi faktor penting alokasi anggaran. Perencanaan yang maksimal dan terukur outputnya diserta faktor kotrol yang tepat juga menjadi syarat penting. 

Kedua, proporsi alokasi anggaran untuk sektor juga menjadi syarat penting. Berdasarkan berbagai literatur, seharusnya alokasi anggaran untuk sektor publik/pembanguna harus lebih banyak dibandingkan untuk belanja rutin (pegawai). Berdasarkan hasil studi dan riset, selama pembanguna berjalan terutama sejak otonomi daerah, proporsi alokasi anggaran belum mencermainkan syarat pertumbuhan, dimana alokasi untuk belanja ritin lebih besar di bandingkan untuk belanja publik/pembangunan, yaitu proporsinya 60% dan 40%. Jika, konsep atau paradigma ini dipertahankan, maka akan sangat sulit pertumbuhan ekonomi tercapai.

Ketiga, pengalokasian anggaran seharusnya mengarah pada pertumbuhan dan kemajuan  hulu dan hilir dari seluruh sektor yang ada. Kenyataan yang ada adalah?alokasi anggaran banyak ditumpukan pada sektor hulu, sementara sektor hilir tidak dimaksimalkan, seperti pembangunan infrastruktur pasca panen, pasar, jalan, sarana komunikasi dan akses teknologi. Hal ini terlihat dari bagaimana performa sektor pertanian belum mampu meberikan nilai tambah terhadap pendapatan petani secara signifikan, dampak selanjutnya adalah pertumbuhan PDRB sektor ini juga tidak progersif.

Keempat, ketidak efektifan dan efisienya anggaran akibat dari menguapnya anggaran juga merupakan faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi kurang mebaik. Untuk itu pemerintah harus mampu memastikan dan mencegah bocornya anggaran tersebut. Dimasa pemerintahan SBY upaya mebendung devisit anggaran telah dilakukan dengan maksimal yaitu dengan pengelolaan kebijkan moneter dan fiskal yang integratif. Sehingga pertumbuhan ekonomi perlahan positif yaiti di 6% lebih. Dampaknya adaah akumulasi kapital dan potensi devisit anggaran mampu di bendung, sehingga SBY mampu mengembalikan neraca anggaran menjadi surplus. Tentu ini tidak terlepas dari kerja keras seluruh kabinet dan kuatnya manajemen serta perencanaan.

4 hal tersebut tentu menjadi sangat penting dan harus menjadi paradigma dalam pengelolaan anggaran. Devisit anggaran dan hutang yang bertambah menunjukkan pengelolaan anggaran tidak tepat serta  manajemen dan perencanaan yang lemah/belum maksimal. Akumlasi hutang yang besar yang tidak diikuti oleh pengelolaan anggaran yang tidak efektif, efisein dan terencana, maka akan mengakibatkan beban pembangunan dimasa mendatang yang berpotensi terhadap menurunya pertumbuhan ekonomi; pengangguran meningkat demikian halnya kemiskinan.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun