2 tahun sudah pemerintahan Jokowi berjalan, 2 tahun pulu berbagai program dan kegiatan digulirkan, terlepas dari pro dan kontra atas hasil kerja yang dihasilkan. Tentu sebagain besar pendudukung Jokowi puas dan memahami atas hasil kerja pemerintah, namun sebagian yang lain yang bukan pemilih Jokowi akan sangat kecewa dan marah karena tidak memuaskan. Baik yang pro dan kontra sama sama memiliki alasan mendasar, bahkan tidak tanggung tanggung di tingkat media sosialpun telah terjadi pertarungan hebat dan jatuh pada saling menyudutkan. Tidak hanya di media sosial, dalam kehidupan sehari hari melalui interaksi formal dan non formal kinerja Jokowi menjadi bahan diskusi dan perdebatan walaupun dengan kerabat satu rumah.
Beberapa topik dan tema diskusi yang sering bergulir lebih mengarah pada kebijakan yang kurang pro terhadap rakyat, misalnya kebijakan tentang kenaikan harga BBM, kebijakan tentang kenaikan tarif dasar listrik, kebijakan tentang pengampunan pajak, kebijakan tentang pemberhentian pengangatan PNS selama 5 tahun, kebijakan tentang peminjaman dana untuk injeksi APBN dan kebijakan lain yang di pandang merugikan Indonesia dalam jangka panjang.
Dimungkinkan perang opini dan debat atas kinerja Jokowi tersebut akan berlangsung hingga tahun 2019. Hal ini wajar terjadi karena disisi lain masyarakat telah mendapatkan ruang untuk memberikan suara jika haknya sudah mulai terganggu selain itu kelompok pendukung non  Jokowi secara statistik juga signifikan.Â
Menurut saya perbedaan ini wajar dan merupakan bagian dari syarat dinamika demokrasi. namun siapakah yang paling bertanggungjawab terhadap potensi negatif terhadap pro dan kontra ini?yang paling bertanggungjawab adalah presiden beserta seluruh unsur pendudkungnya (pemerintah) dan partai politik sebagai basis dari suara rakyat. Perbedaan ini harus di kelola secara baik, agar menghasilkan hal hal yang postif terutama dalam upaya meberikan pendidikan politik terhadap masyarakat, sehingga di pilpres 2019 nanti kualitas demokrasi semakin mebaik bukan sebaliknya.Â
Seluruh kekukarangan dan kelebihan Jokowo harus di pandang secara proporsional, sehingga ada ruang untuk membangun dan meberikan kontribusi pemikiran dalam proses perjalanan kepemimpinanya. Bukan sebaliknya, seluruknya opini dan suara dibiarkan menggelinding tanpa ada pengelolaan/pelembagaan secara formal. Ada beberapa pemikiran dari saya yang mungkin dapat di jadikan sebagai regulasi/kebijakan Presiden Jokowi, agar pemerintahanya akan berakhir dengan sangat baik ke depan demi masa depan bangsa dan kesejahteraan rakyatnya.
Pertama, media masa baik cetak dan elektronik harus bersifat netral dalam memberikan informasi dan membangun opini. Pemberitaan benar benar riil, obyektif dan apa adanya tentang apa yang sesungguhnya terjadi dan dilakukan oleh pemerintah dari berbagai dimensi. Jika, hal ini mampu di regulasi oleh pemerintah tidak akan ada dualisme pemikiran di masyarakat. Tidak ada satu mediapun yang dikendalikan untuk mebalikkan fakta, ini penting karena sangat berpengaruh terjadap persepsi masyarakat terhadap pemerintah.
Kedua, Presiden harus mengeluarkan paket kebijakan/regulasi yang benar benar berpihak pada rakyat sesuai amanah UUD 1945 yaitu untuk kesejahteraan rakyat. Paket kebijakan yang pro kepentingan nasional atau rakyat sangat penting karena hal tersebut tidak bertentangan dengan amanah pembangunan dan sesuai dengan butir butir pancasila. Paket kebijakan yang lebih menguntungkan pihak asing/luar negeri harus di eliminir karena tidak hanya akan merugikan secara ekonomi, namun juga akan merugikan secara politik dan sosial.Â
Ketiga, Pemerintah dan Presiden Jokowi arus menghindari kebijakan/regulasi yang merugikan atau menyentuh hal hal yang sifatnya idiologi/agama. Kebebasan memmeluk agama dan mengapresiasikan ajarannya meupakan bagian dari HAM dan telah di akui oleh dunia, oleh sebab itu hala hal yang terkait agama/privat sebaiknya tidak menjadi bagian bagian mendasar dalam kebijakan/regulasi.
Keempat, Presiden Jokowi dan Kabinetnya harus merealisasikan seluruh janji janjinya yang pernah di dekalir saat kampanye pilpres beberapa tahun yang lalu, yang menurut publik janji janji tersebut sangat lekad dengan kepntingan rakyat, terutama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melelaui berbagai paket kebijakkan pembangunan.Â
Kelima, Presiden Jokowi seharusnya tidak terlalu menerima intervensi pemikiran dan kebijakan dari partai karena diindikasikan bernunasa politis. Pada saat Jokowi terpilih sebagai presiden pada saat bersamaan ia sudah menjadi milik rakyat bukan lagi partai atau kelompok. Untuk itu gaya kepemimpinan pak Jokowi sebaiknya gaya kepemimpinan yang proporsional atau diterima oleh semua pihak.
Keenam, Presiden Jokowi seharusnya membuat lembaga formal lintas elemen dalam upaya memberikan kritikan dan masukan terhadap kepemimpinaya, sehingga seluruh masukan atau kritik tersebut mampu memperbaiki kualitas kebijakkanya. Hal tersebut bisa melibatkan akademisi, ormas, praktisi, tokoh nasional dan daerah serta kaum profesionalisme. Lembaga ini penting agar roda pemerintahanya mendapatkan ruang penyegaran. Kalaupun opsi in sulit untuk dilembagakan, maka presiden Jokowi seharusnya meberikan ruang gerak bagi oposisinya untuk bebas memberikan kritikan dan masukan, namun terlembagakan/tersalurkan secara baik.