Upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan terhadap negara ini sudah cukup banyak cara agar Indonesia dimasa mendatang jauh lebih baik kehidupan masyarakatnya demikian halnya dengan kualitas kehidupanya. Berbagai pendekatan lakukan salah satunya terhadap pengelolaan birokrasi mulai tingkat pusat hingga daerah melalui perundang-undangan dan peraturan terkait lainnya. Namun apa yang menjadi permasalahan sesungguhnya?realitanya  perundang-undangan dan segala peraturan diterbitkan belum memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan dan kemajuan Indonesia terutama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Kendalanya pada peraturanya, pelaksanaanya atau pada pelaksananya (birokratnya)?. Pertanyaan inilah yang harus di jawab dengan baik dan tepat tanpa meniadakan obyektivitasnya.
Saya mengilustrasikan prilaku dan karakter birokrasi tidak jauh berbeda dengan kehidupan dalam berkeluarga. Setiap keluarga pasti memilki visi dan misi demikian halnya dengan organisasi atau birikrasi. Visi dan misi merupakan petunjuk teknis dan operasional untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan baik jangka pendek dan jangka panjang. Selain visi dan misi biasanya ada perencanaan lain dalam upaya menterjemahkan misi yang menyertakan manajemen, anggaran, pengelolaan, pengawasan dan pelaporan.
Dalam menjalankan visi dan misi tersebut kunci utama yang harus ada dalam keluarga adalah kesamaan pandangan, fikiran, rasa dan sikap oleh seluruh anggota keluarga terutama suami dan istri. Suami sebagai seorang pimpinan tertinggi keluarga (leadership) harus mampu memposisikan sebagai pemimpin yang visioner, kuat dan mampu menghadapi bebagai kemungkinan yang akan menganggu dan merugikan keluarga terutama dalam meberikan perlindungan dan kenyamanan terhadap anggota keluarga.
Sikap yang harus ditunjukkan oleh seorang leader adalah mampu mengrahkan, mengelola dan mengambil keputusan secara matang dan proporsional sehingga seluruh keputusan dan sikap yang ditampilkan mencerminkan tujuan dari visi dan misi bukan kepentingan pribadi atau anggota keluarga tertentu (pilih kasih). Jika sikap tidak obyektif ini ditunjukkan oleh seorang leadership dihadapan anggota kelurganya, maka disinilah akan muncul benih-benih negatif yang akan berpotensi menganggu stabilitas keluarga. Pemimpin yang bertanggungjawab dan mengayomi semua kepentingan dan anggota keluarga serta tidak mengedepankan ego pribadi dan kelompok tertentu itulah yang sebenarnya diharaapkan dalam meraih visi dan misi.
Seorang suami/ayah harus mampu melakukan pendekatan dengan baik terhadap anak-anaknya terutama dalam mengarahkan cara berfikir dan bersikap. Orang tua harus mampu merangkul seluruh anaknya sekaligus membangkitkan semangat dan motivasinya dalam upaya mendidiknya dengan baik dan benar. Untuk itu seorang ayah atau ibu yang baik tidak akan pernah terfikir dan berbuat untuk kepentingan dirinya atau untuk anak-anaknya tertentu (pilih kasih).Namun, jika seorang orang tua atau ayah sudah melakukan sikap atau tindakkan deskriminasi terhadap anak, maka disitulah sumber permasalahan akan datang dan mencuat hingga tercipta suasana keluarga yang tidak harmoni kemudian menjauh dari visi dan misi yang pernah ditancapkan diawal saat menjalani berkeluarga.
Birokrasi Indonesia secara umum masih belum menjalankan prinsip-prinsip dalam berkeluarga yang sesungguhnya, karena masih ditungangi oleh berbagai kepentingan pribadi, kelompok dan belum matangnya orientasi dalam menjalan birokrasi yaitu bekerja secara jujur, profesional dan menjadi pelayan publik. Selalu saja kepentingan pribadi dan persaingan masih membayang-bayangi birokrasi apalagi apa kepentingan tersebut sudah lebih jauh hanya berorientasi tentang uang dan jabatan. Jika hal itu yang tumbuh dapat menjauhkan capain-capaian dari pembangunan secara menyeluruh.
Jadi diduga melambatnya keberhasilan reformasi birokrasi saat ini disebabkan oleh intervensi dari berbagai kepentingan tersebut ke dalam birokrasi dan tentu hal ini sangat merugikan negara terutama dari sisi anggaran. Padahala dalam Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur.
Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Tujuan akhir dari keseluruhan 9 program reformasi birokrasi adalah terciptanya pemerintahan yang bersih dari KKN, Akuntabel dan berkinerja serta Pelayanan publik yang berkualitas.
Selanjutnya kita bertanya? apakah birokrat dan birokrasi selama ini sudah benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana yang telah diamanahkan oleh undang-undang?Itulah pertanyaan yang harus terjawab didalam memastikan, apakah tujuan dari reformasi birokrasi tersebut telah tepat dan dilaksanakan oleh biroktar/pegawai. Belajar dari gejala secara umum tersebut, menurut saya kejanggalan dan penghambat tercapainya ouput yang dinginkan dari reformasi birokrasi adalah: (1) masih lemahnya kualitas kapasitas, integritas, perilaku (kejujuran) dan tanggungjawab para pemangku kepentingan/jabatan negara, (2) masih terjadi disorientasi dalam mengendalikan birokrasi terhadap kepentingan pribadi, kelompok dan anggaran sehingga kepentingan negara (output publik) terabaikan atau tidak maksimal, dan (3) belum terbagunnya budaya kerja yang kooperatif, saling mendukung dan kompetitif. Hal karena terkait dengan latar belakang pendidikan, tingkat pengetahuan dan persepsi terhadap visi dan misi birokrasi dan secara umum jumlah pegawai yang berpendidikan rendah masih sangat besar jumlahnya. Dalam pengertian lain jumlah pegawai yang produktif jauh lebih kecil dibandingkan yang tidak produktif. 3 aspek tersebut menurut saya masih menjadi pekerjaan besar pemerintah terutama Kementerian yang membidangi tentang kepegawaian atau birokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H