Pekerjaan berat pemerintah saat ini adalah meningkatkan daya beli masyarakat yang diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang progresif terutama dalam mengenjot pertumbuhan sektor riil. Sementara pada saat yang bersamaan pemerintah dihadapkan pada permasalahan minimnya anggaran untuk membiayai pembangunan seluruh sektor terutama sektor pertanian sebagai tulang pungung pembangunan nasional. Tentu tentu pekerjaan berat ini tidak bisa hanya menghandalkan perencanaan yang matang, namun diperlukan faktor penting yaitu koordinasi dan sinergisitas lintas sektoral terutama sektor terkait.Â
Permasalahan mendasar selain minimnya anggaran, lemahnya sinergisitas lintas sektoral, pembangunan sektor pertanian juga dihadapkan pada masih belum maksimalnya pengelolaan pada sektor hilir terkaiat dengan penanganan pasca panen (kualitas-daya saing), harga yang diterima produsen/petani dan akses atau penguasaan pasar baik domestik dan internasional terutama untuk produk-produk permintaan besar luar negeri.
Saat ini, pemerintah masih fokus dan banyak menghabiskan energi, perencanaan dan anggaran pada sektor hulu dengan target swasembada pangan strategis (padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, sapi/daging dan tebu) dengan cita-cita jangka panjang Indonesia menjadi lumbung pangan pada tahun 2045.Â
Tahapan-tahapan untuk menju ke arah tersebut sudah disusun dalam bentuk Renstra, Grand Desain dan Roap Map program strategis Kementan, namun terkait pengelolaan dan penanganan aspek hilir belum mendapatkan perhatian serius, padahal salah satu indikator terhadap kesuksesan aktivitas pertanian selain capaian output (raw material) juga diukur oleh perubahan pendapatan petani (tingkat kesejahteraan) mereka. Untuk itu market share yang diperoleh petani melalui jalur perdagangan melalui mekanisme harga menjadi sangat penting.Â
Kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup rendah, yaitu mencapai 13,8 persen walaupun sektor kelapa sawit merupakan sektor yang paling berkontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi melalui sektor pertanian termasuk sektor perikanan.
Saat ini hampir 40 persen penyerapan tenaga kerja berada di sektor pertanian. Hanya saja, produk domestik bruto (PDB) pada sektor pertanian tidak mampu tumbuh pesat. Untuk itu, butuh dorongan dari pemerintah agar produksi pertanian dapat meningkat mengingat besarnya jumlah kebutuhan pertanian Indonesia per tahunnya pada 2030 mendatang.
Demikian dengan tingkat konsumsi semakin meningkat, bahwa ada 90 juta income per kapita di atas US$ 3.600 pada 2030. Ini akan berdampak pada pertumbuhan konsumsi pada sektor animal food. Apabila produksi pertanian di Indonesia meningkat hingga 6 persen, maka hal ini mampu untuk meningkatkan pendapatan hingga US$ 450 miliar.
Untuk itu, butuh upaya menyeluruh untuk meningkatkan produksi sektor pertanian dari seluruh jajaran pemerintah terkait. Sektor pertanian dan perikanan membutuhkan tingkat produktivitas dari petani tumbuh 60 persen. Begitu besar potensi yang dibangun. Tapi dari revenue potensial, kalau turun 6 persen capai US$ 450 miliar revenue untuk sektor pertanian dan perikanan.
Perhatian pemerintah tidak boleh lengah hanya untuk memperhatikan aspek hulu saja, dan harus serius untuk mengelola aspek hilir terutama terkait:
Pertama, paska panen, yaitu menyangkut penanganan yang masih belum maksimal terutama terkait efisiensi/mencegah kehilangan panen. Selama ini kehilangan hasil panen mencapai 10-15 %, tentu ini angka yang sangat besar. Dibutuhkan mekanisasi yang memadai dalam upaya mencegah hal tersebut, sistem pertanian sudah harus memperhatikan hal tersebut bukan menghandalkan pertanian tradisional.
Kedua, harga, yaitu menjadi alat ukur terpenting dari seluruh rangkaian usahatani. Untuk itu pemerintah harus mempu melindungi petani dari tekanan harga yang tidak layak sehingga merugikan petani. Kebijakan harga harus mempertimbangkan aspek kemanfaatan/keuntungan semua pihak yaitu petani, pedagang dan konsumen. Dengan harga yang layak dan memadai yang diterima oleh petani, akan memberikan semangat petani untuk berusaha tani, bahkan akan memacu angka produksi dan produktivitas yang lebih tinggi karena usahataninya menguntungkan. namun jika sebaliknya, maka pertanian akan tumbuh lesu/tidak bergairah dan akan menjadi sandungan terhadap target-target yang di inginkan dalam pembangunan