Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belajar dari Kasus Beras Premium

8 Agustus 2017   08:38 Diperbarui: 8 Agustus 2017   11:01 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah kedepanya harus meningkatkan koordinasi dan sinergisitas terutama terkait pelaksanaan program dan kegiatan yang menyentuh langsung masyarakat/petani. Koordinasi dan sinergisitas tersebut sangat penting terutama yang terkait aspek perencanaan dan operasional program dan kegiatan serta hubunganya dengan capain hasil yang diinginkan. Tentu koodinasi dan sinergisitas bukanlah pekerjaan yang mudah apalagi menyangkut aspek teknis. Namun hal tersebut harus dilakukan dan ditempuh untuk menghindari berbagai kemungkinan kedepanya apalagi jika dihadapkan pada permasalahan lapang yang berdampak negatif terhadap pemerintah dan melahirkan persepsi yang negatif di publik.

21 Juli 2017 yang lalu publik dihebohkan oleh berita media masa terkait operasi pemerintah (Kementan, Kemendag dan Satgas Pangan ) terkait perdangangan beras premium oleh salah satu perusahaan. Pemerintah mengklaim, bahwa penjualan beras premium tersebut telah melampui harga yang tidak wajar karena harga pembelian gabah dari petani relatif tidak signifikan. Tidak hanya itu pemerintah juga menyatakan, bahwa operasional perusahaan tersebut telah mengambil manfaat dari regulasi pemerintah melalui subsidi input ke petani melalui pupuk, benih dan alsintan. Tidak hanya sampai disitu pemerintah juga menyatakan, bahwa perusahaan telah melakukan oplosan terhadap beras yang dijual dan menyatakan bahwa beras premium tidak  bagus untuk kesehatan. 

Melihat situasi demikian berbagai pihak langsung merespon atas sikap pemerintah tersebut terutama dari pihak akademisi/perguruan tinggi, bahwa sikap dan tindakkan pemerintah berlebihan dan menimbulkan polemik dari berbagai pihak yang berujung pada serangan balik dari pihak luar ke pemerintah khususnya. Situasi ini menimbulkan persepsi baru di publik terhadap pemerintah dengan menyatakan pemerintah terlalu reaktif merespon situasi ditambah lagi saat konferensi pers telah hadir tokoh ormas dan menyatakan mendukung pemerintah secara tegas terkait kasus tersebut. Pada akhirnya alurnya menjadi diwarnai politis yang sebelumnya murni kasus mekanisme pasar/perdagangan. 

Kasus ini akhirnya menguras pemikiran dan mengundang diskusi masif diberbagai pihak untuk mencari solusi terbaik dalam kasus tersebut bukan sebaliknya menciptakan benturan antara publik dan pemerintah. Kajian empiris dan akademislah yang akan menyelesaikan permasalahan tersebut jika perilaku perusahaan merugikan pemerintah dan petani, bukan sebaliknya memberikan informasi yang bias ke publik dan ada upaya menyalahkan  fungsi perdagangan oleh perusahaan. Berdasarkan data yang ada, bahwa perusahaan yang bergerak dibidang beras premium tidak hanya perusahaan yang disebut pemerintah, namun masih banyak perusahaan lain yang skalanya jauh lebih besar namun tidak dipermasalahkan dan tentu perusahaan-perusahaan tersebut sudah sangat lama bergerak, kenapa baru akhir-akhir ini dipermasalahkan pemerintah.

Kemudian yang disesalkan oleh publik adalah?kenapa yang berhadapan dan bersuara langsung terhadap kasus ini Kementan, padahal subtansi masalahnya sudah terkait pembentukan harga dan menanisme pasar yang menjadi ranah Kementerian Perdagangan walaupun secara institusi Kementan sebagai bagian dari anggota Satgas Pangan, namuan porsi dan sikap yang ditunjukkan oleh Kementan menurut publik berlebihan dan kurang proporsional. Menurut berbagai pihak permasalahan tersebut bisa diselesaikan dan didiskusikan melalui pendekatan regulasi persuasif pemerintah dan pelaku perdagangan dengan meninjau ulang perilaku bisnis perusahaan. Jika pemerintah menganggap perusahaan telah mengambil keuntungan yang berlebih perlu ada justifikasi yang kuat darimana keuntungan tersebut didapatkan dan kemudian disikapi dengan mengambil jalan tengahnya bukan sebaliknya mendeskritkan perusahaan bahkan menutup fungsinya.  

Jadi pemerintah harus mampu memberi solusi bukan hanya memandang nilai keuntungan yang didapatkan dari perdagangan. Jika sikap tedensi tersebut terus dimunculkan oleh pemerintah tidak menutup kemungkinkan masalah baru akan mencul yaitu serapan gabah petani akan relarif kecil kemudian berdampak pada pendapatan mereka dan kelesuan dalam berusahatani. Karena apapun alasanya petani membutuhkan harga yang lebih baik dari harga eceran tertinggi (HET) bukan hanya murahnya input produksi dari subsidi pemerintah. Kasus ini memberikan pelajaran sangat berharga bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk menciptakan keuntungan bagi petani, konsumen dan produsen (perusahaan) dan tidak ada pihak manapun yang dirugikan. Inilah pentingnya koordinasi dan sinergisitas antara pemerintah dan berbagai pihak dalam upaya menumbuhkan gairah sektor pertanian. Saya sangat setuju jika pemerintah menyatakan, " perusahaan adalah mitra bagi pemerintah dan petani untuk menciptakan pertanian tangguh serta kesejahteraan petani". Belajar dari negara-negara majupun kehadiran perusahaan dalam bisnis pangan menjadi harapan besar dan  menjadi mitra bagi pemerintah, karena swasta memliki kelebihan dari aspek menajemen, modal dan mekanisme bisnis. Pemerintah berupaya menjadikan perusahaan sebagai mitra penting untuk bergerak di sektor hulu dan hilir (input dan output) bukan dipandang dan diposisikan sebaliknya. 

Yang publik kwatirkan adalah, jika tindakkan pemerintah ini hanya sepihak dan tidak diberlakukan terhadap perusahaan lain yang jauh lebih besar nilai keuntungan yang didapatkan. Jika hal ini yang terjadi, maka akan memberikan merugikan pemerintah ke depanya dan sangat memungkinkan petani akan memiliki sikap lain yaitu tetap akan berpihak pada perusahaan dalam penjualan hasil usahataninya. Untuk itu pemerintah harus segera berbenah dan menata ulang regulasi terkait kasus ini dari berbagai dimensi jika kemudian merasa dirugikan oleh pihak perusahaan dan Bulog harus segera perperan aktif dalam membeli gabah petani dan  mendistribusikan gabah/beras petani jika peran dari perusahaan dianggap sangat merugikan. 

Pemerintah tentu tidak berhenti pada kasus di komoditas padi dalam upaya merevitalisasi sektor pertanian dalam upaya menciptakan kesejahteraan petani. Prilaku perdagangan dikomodiats lainnya juga harus ditinjau ulang karena pada kenyataanya keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan jauh lebih besar sehingga pemerintah tidak dikesankan sepihak dalam menangani permasalahan. Motif awalanya harus dikembalikan dalam upaya meningkatkan kinerja sektor pertanian secara keseluruhan karena pemerintah tanpa peran dan ikut serta pihak swasta juga akan sangat kesulitan dalam membangun sektor pertanian. Kita berharap kasus beras premium ini berujung pada penyelesaian substansi permasalahan sektor pertanian secara keseluruhan. Pemerintah harus memeperbaiki dan penguatan sistem kelembagaan petani, tata kelola subsidi (inpt dan output), perbaikan tataniaga, peningkatan daya saing komoditas dan melakukan harmonisasi dengan pelaku usaha sektor pertanian dengan motif membangun sektor pertanian yang tangguh dan modern. Belajar dari kasus ini, pemerintah dan pelaku usaha diingatkan tentang pentingnya koordinasi dan sinergisitas dalam melakukan proses pembangunan bukan mengedepankan ego sektoral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun