Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Polemik Beras Premium dan Solusinya

1 Agustus 2017   15:29 Diperbarui: 3 Agustus 2017   09:28 2693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://food.idntimes.com

Untuk itu pendekatan Harga Eceran Tertinggi (HET) menjadi patron yang lebih tepat untuk menghindari berbagai bias dalam tataniaga yang diatur secara legal dan kuat. HET harus mempertimbangkan biaya produksi harus didefinisikan dengan jelas. Produksi adalah proses mengubah input menjadi output, yang diindikasikan adanya perubahan fisik. Perusahaan pengolah beras menggunakan input gabah petani diolah menjadi beras medium dan premium.

Dalam dunia industri saat ini juga dikenal dengan R2RP, atau rice to rice processing. Beras ditingkatkan kualitasnya dari sisi kandungan beras kepala, warna, kotoran atau benda asing dan juga rasa (preferensi konsumen). Biaya distribusi harus dibedakan antara pemasaran melalui pasar becek dan melalui ritel modern. Sudah diketahui awam, harga produk pertanian yang sama dapat berbeda dua kali lipat di kedua tempat tersebut. Di Indonesia tidak ada aturan yang secara tegas membatasi keuntungan para pelaku usaha (profiteering). Dalam prinsip ekonomi. apabila pelaku usaha memperoleh keuntungan yang sangat besar (rasio harga dan biaya marjinal), maka diindikasikan ada persaingan tidak sehat. Untuk dapat menyatakan hal itu perlu investigasi secara mendalam.

Untuk beras, yang inputnya dihasilkan oleh lebih dari 80 persen petani yang secara UU wajib dilindungi, tentu saja penetapan HET dapat digunakan untuk menilai apakah struktur pasar berimbang: apakah setiap aktor yang terlibat dalam rantai nilai: petani, perusahaan pengolah beras dan pedagang memperoleh bagian yang proporsional (trade fairness).

Untuk mencapai HET yang ideal perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: (1) Pengumpulan data secara akurat: biaya produksi riil petani padi untuk berbagai varietas dominan (Ciherang, IR dll.) dan varietas lokal; biaya yang dikeluarkan oleh setiap aktor dalam rantai nilai (pedagang pengepul, penggilingan, pedagang besar, pengecer di pasar becek dan pengecer di pasar modern), (2) Singkronisasi data harga gabah; harga beras di penggilingan; harga beras di grosir dan harga beras di pasar eceran antar institusi Pemerintah, (3) Membandingkan rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh setiap aktor, bukan hanya marjin. Proporsional atau berimbang atau wajar dilihat dari rasio tersebut, bukan besaran/nominal, dan (4) Penegakan sanksi atas pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan.

Prinsip dari kebijakan atau langkah tersebut adalah untuk menuju win win solution atau terciptanya pasar yang berkeadilan yaitu produsen untuk, pelaku pasar/perusahaan untung demikian halnya dengan konsumen. Jadi substansi adalah masalahnya bukan menganulir keberadaan dan peran perusahaan sebagai fungsi supply dan lembaga bisnis namun sekaligus ikut serta meningkatkan pendapatan petani melalui pembelaian harga di atas HET dan berfungsi sekaligus sebagai control harga pada saat persediaan atau panen melimpah.

Jika faktor harga yang terlalu tinggi menjadi permasalahan sebaiknya didudukkan kembali berapa harga yang layak sesuai setelah menghitung seluruh variabel cost produksi. Atau fungsi bulog di aktifkan kembali tidak hanya sebagai buffer stok/stabilitas harga namun perlu memikirkan aspek bisnisnya ke depan jika pemerintah merasa kawatir terhadap derasnya fungsi bisnis perusahaan. Bukan diplintir kearah yang semakin tajam yaitu politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun