Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tamatkah Ahok 2017?

4 Agustus 2016   16:51 Diperbarui: 5 Agustus 2016   02:31 2508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2017 tinggal mengitung bulan karena pertempuran hebat akan bakal terjadi di Ibu Kota Negara melalui panggung Pilkada DKI 1. Perhatian publik benar benar mengarah pada DKI 1. Pilkada DKI seolah magnet kuat oleh siapapun para kandidat dan partai untuk meraihnya. Saya tidak mengerti mengapa setelah reformasi partai dan para kandidat sangat terpikat dengan DKI 1?apakah karena motif untuk membuktikan visi dan misinya atau terhpnotis oleh langkah langkah Jokowi dari Solo menuju Jakarta kemudian berubah menjadi RI 1 dalam waktu yang sangat singkat.

Siapaun yang hadir dan memimpin Jakarta  yang notabene sebagai kota miniatur Indoensia dengan berbagai kemajemukan dan permasalahanya tidak hanya dibutuhkan kecerdasan dan kemahiran dalam memimpin birokrasi, namun lebih dari itu yaitu kemampuan menyelesaikan masalah Jakarta secara efektif dan sistemik. Jika kasus yang sama diulang oleh gubernur sebelumnya, maka siapapun yang merapat ke Jakarta sama halnya bunuh diri atau mempermalukan partai pengusung dan komunitas pendukungnya. Jakarta tidak bisa di samakan dengan Solo, Bangka Belitung dan Surabaya, namun siapapun kandidatnya yang melangkah memimpin Jakarta sudah banyak berhitung dan membaca seluruh kelemahan kelemahan pemimpin DKI sebelumnya. 

Saya melihat para candidat DKI 1 yang akan bertarung di pilkada nanti adalah sosok pemberani dan siap mempertaruhkan harga diri dan institusi pendukungnya. Jika sosok Risma dan Sandiaga Uno mencalonkan diri kemudian mereka menjadi satu paket pasangan, maka respon masyarakat Jakarta sangat positif dan akan menjadi kekuatan dan gelombang besar untuk menghadang melajunya Ahok dan pasangannya nanti.

Sosok Risma sudah tidak bisa di pungkiri lagi oleh publik Jakarta dan Surabaya. Sudah banyak prestasi kerjanya selama menjadi walikota Surabay, tanpa pencitraan dan rekayasa media. Risma juga dikenal masyarakat Surabaya sosok walikota yang real action, santun dan terkenal tegas namun sangat humanisme terhadap masyarakat Surabaya. Sosok sederhana dan menghargai keaneragaman dan sangat diterima oleh siapapun. isu isu benturan idiologi tidak pernah ia munculkan selama menjadi walikota sehingga kerukuan beragama terjalin. Kepemimpinannya terkenal menginspirasi dan memberikan solusi terhadap permasalahan masyarakat bukan mengerdilan atau menyingkirkan.

Sementera sosok Sandiaga Uno adalah sosok muda yang tidak asing lagi bagi para pengusaha bahkan dunia Internasional. Kapasitas Sandiaga Uno selain sebagai sosok muda yang memahami aspek ekonomi juga memiliki jaringan komunikasi yang luas terhadap banyak kalangan, baik partai, politikus, tokoh masyarakat dan media masa. Sosok Sandiaga Uno juga memiliki kepribadian menarik dan cocok untuk Jakarta terutama untuk mewakili kalangan profesional. 2 sosok ini menurut saya cukup melengkapi dan menawan sebagai agen perubahan Jakarta. 

Ditengah resistensi warga Jakarta terhadap kepemimpina  Ahok dan kasus hukum yang membelitnya, peluang Risma dan Sandiaga Uno sangat di untungkan secara politis jika mereka berpasangan. Tabpa mengabaikan sosok pasangan dan candidat yang lain seperti Adhyaksa Dauld dan lainnya, maka secara politis obsesi Ahok dimungkinkan kandas di Jalan demikian halnya dengan mimipi mimpinya. Ahok sudah terlanjur membenamkan dirinya dengan berbagi kasus yang pernah ia lakukan terhadap masyarakat Jakarta dan hukum yang mebelitnya walaupun media telah dibelinya, namun sosok Risma yang mewakili komunitas Jawa di Jakarta akan menajadi gelombang besar untuk menghentikan langkah Ahok.

Banyaknya kesalahan Ahok dan telah mengecewakanya para pendukungnya sepertinya tidak akan menarik buat partai manapun untuk mencalonkanya. Resiko dan kerugiannya akan semakin besar. Makanya ada partai yang mengadang Ahok namun Ahok tidak diminta mahar alias free, ini artinya partai tersebut setengah hati untuk mengorbitkan Ahok. 

Jakarta harus dipimpin dengan diam namun bekerja, bukan berisik dan bersuara namun menyakitkan dan tidak nyata hasilnya. Masyarakat Jakarta sudah jenuh dengan pencitraan dan kekerasan karena mereka adalah masyarakat yang rasional dan butuh sentuhan kemanusiaan. Untuk itu kehadiran pemimpin baru yang menyenangkan dan membawa perubahan signifikan sangat dinantikan. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun