Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belenggu Tax Amnesty

3 Agustus 2016   11:34 Diperbarui: 3 Agustus 2016   11:46 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah saat ini benar benar dihadapkan kapasitas fiskal (ketersediaan anggaran) dalam membiayai pembangunan. Betapa tidak yang seharusnya pertumbuhan ekonomi trendnya meningkat justru sebaliknya yaitu mengalami penurunan. Situasi ini diikuti oleh melemahnya daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa demikian halnya kinerja sektor riil juga tidak menggairahkan. Pertumbuhan ekonomi yang kurang progresif menyumbangkan peningkatan angka kemiskinan dan pengangguran di berbagai sektor, sehingga penerimaan devisapun menghantui kapasistas APBN sebagai sumber pembiayaan pembangunan.

Trend demikian akan sangat mebahayakan keberlangsungan perekonomian nasional yang dampaknya tidak hanya berpengaruh terhadap rakyat namun juga kepeda kinerja pemerintahan terutama terhadap capaian output dan outcome. Melihat situasi demikian, pemerintah mengambil kebijakan riiil yaitu melalui pemangkasan alokasi anggaran baik dari belanja modal, non modal dan bahkan rutin. Pemangkasan tersebut memiliki alasan kuat yaitu rendahnya penerimaan devisa negara terutama dari sektor pajak. 

Paket kebijakan berikutnya adalah program pengampunan pajak (Tax Amnesty) melalui Menteri baru yaitu Sri Mulyani Indrawati. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku telah memerintahkan seluruh aparat pajak untuk menyetop seluruh pemeriksaan kasus perpajakan yang ditangani Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Hal ini semata demi kesuksesan program pengampunan pajak (tax amnesty).

"Kami stop semua pemeriksaan. Ini sudah ditegaskan. ‎Saya sudah kumpulkan seluruh Kanwil Pajak sesudah ketemu Bapak Presiden untuk melakukan konsolidasi dan menegaskan, kami sesuai dengan UU Tax Amnesty menutup dan menyetop semua pemeriksaan," tegas Sri Mulyani Indrawati. Kebijakan tersebut di ambil dalam upaya mencapai target penerimaan negara yang dibebankan kepada Kementerian Keuangan tidaklah main-main. Selain harus memenuhi target penerimaan dari tax amnesty sebesar Rp165 triliun, Kemenkeu juga harus merealisasikan target penerimaan pajak tahun ini yang lebih dari Rp1.320 triliun.

Saya melihat langkah yang di ambil SRI tersebut sebagai langkah tidak sistemik dan tidak mampu menyelesaikan masalah perekonomian dalam jangka panjang atau sifatnya hanya sesaat. Tax Amnesty diprediksi tidak akan mampu memberikan pertambahan kapasitas fiskal terlalu signifikan karena hanya mentargetkan peluang dan potensi bertambahnya rupaih yang beredar didalam negeri. Sementara kasus penunggakkan pajak yang disertai oleh kejahatan pajak dalam bentuk manipulasi jumlah setoran pajak jumlahnya jauh lebih besar di bandingkan kebijakan tax amnesty jika diterapkan.

Langkah kesulitan anggaran dan meredupnya pertumbuhan ekonomi tersebut seharusnya dipandang sebagai satu kesatuan permasalahan besar dari sektor mikro dan makro ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan berjalan efektif dan menghasilkan output yang signifikan jika ada keterkaitan antara kebijakan fiskal dan moneter yang saling terkait dan menguatkan dan hal tersebut sudah dilakukan oleh pemerintahan SBY selama 10 tahun, pertumbuhan memiliki trend positif sepanjang tahun dan salah satu hasil signifikan pada akhir periode pemerintahan SBY mampu mengurangi dan bahkan menghilangkan beban utang APBN hingga mencapi surplus anggaran.

Tax Amnesty menurut saya hanyalah kebijakan parsial dan tidak mampu menyelesaiakan masalah utama perekonomian. Pemerintahan Jokowi berkonsentrasi pada pengenjotan pembangunan infrastruktur yang diikuti oleh peningkatan anggaran dari pinjaman/hutang luar negeri, namaun pada saat yang bersamaan progres pertumbuhan sektor rill tidak mendapatkan dukungan maksimal dari kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan moneter cenderung mengurangi hak dasar rakyat mislanya melaui kebjakan pencabutan dan pengurangan subsidi, sementara kebijakan moneter belum mampu menekan besaran suku bunga. 2 model pendekatan kebijakan fiskal dan moneter tidak sejalan, bahakn ada kecenderungan kontra produktif. 

Menurut saya ini adalah masalah besar dan jika berlaurut larut akan memberikan beban besar terhadap pemerintahan berikutnya bahkan generasi berikutnya. Memang langkah penghematan anggaran khususnya untuk seluruh kementerian sudah tepat, namun motif pengurangan anggaran tersebut harus tetap berbasis kinerja tanpa mengurangi bahkan output maupun out come. Namun pada sisi yang lain seharusnya pemerintahan Jokowi harus juga melihat potensi besar seluruh sektor untuk dikembangkan dan menjadi fokus sumber devisa.

Hal ini dimungkinkan angggaran yang dimiliki dengan segala keterbatasanya dialokasikan untuk sektor produktif dan syarat dengan devisa tersebut. Tidak semua sektor melalui kegiatan dan program mendapatkan kucuran anggaran namun harus mengacu pada skala prioritas utama terutama untuk sektor pertanian, perindustrian dan jasa.

Memang tidak mudah untuk mengelola negara sebesar dan sedinamis Indonesia, dibutuhkan kerja keras, kecermatan dan kebijakan/regulasi yang tepat efektif dan memberikan output dan outcome yang jelas dan terukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun