Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulitkah Swasembada Daging?

15 Juli 2016   16:52 Diperbarui: 15 Juli 2016   17:03 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak permasalahan sebenarnya di sektor pertanian baik permasalahn teknis dan non teknis. Membangun sektor pertanian Indonesia memang tidak semudah di negara lain taruhnya di malaysia, thailand dan phlipina, selain ada perbedaan kultur dan historis masyarakatnya juga terjadi perbedaan luas wilayah dan model pendekatanya. 

Menurut saya salah dan tidak relevan jika pertanian Indonesia di bandingkan dengan negara lain dalam berbagai aspek. Menurut para pakar pembangunan, bahwa pembangunan tidak hanya menghandalkan potensi, besarnya anggaran dan kuatnya perencanaan, namun pembangunan dan keberhasilanya sangat tergantung dari kuatnya aspek kelembagaan, motivasi, orientasi dan penguasaan teknologi. Untuk itu setiap kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan aspek aspek tersebut termasuk kultur dan mentalitas manusianya.

Berita terhangat baru baru ini adalah melonjaknya harga daging sapi dan sebagai akibatnya salah satu dirjend terkait mendapatkan hadiah berhentikan dari jabatanya. Naiknya harga daging sapi tentunya sebagai akibat supply/stok terbatas sebagai akibat stok dalam negeri tidak bisa terpenuhi. 

Hal ini terjadi seiring dengan kaidah hukum ekonomi, dimana harga akan pada titik keseimbangan jika jumlah demand dan supplt pada titik keseimbangan. Menurut saya pemecatan tersebut tidak relevan karena tidak semudah mebalikkan telampak tangan dalam mencapai swasembada daging dalam tempo yang sangat singkat yaitu kurang dari 2 tahun. 

Sementara pembangunan di sektor perternakan dihadapkan pada permasalahan penting terutama dari aspek ketersediaan bibit/anakan, lemahnya kelembagaan peternakan, alokasi anggaran infrastruktur peternakan yang minim dan masih berlangsungnya impor daging sapi dari luar negeri. 

Tentu permasalahan tersebut tidak bisa terselesaikan dalam waktu singkat mengingat Indonesia sangatlah luas untuk di tangani sementara jangkaun anggaran belum memungkinkan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Agar permasalahan daging sapi dan harga tersebut tidak menjadi momok sepanjang tahun, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah bersama swasta dan peternak serta asosiasi asosiasi peternakan lainnya.

Pertama, manajemen atau pengelolaan impor harus benar benar sesuai ketentuan yang ada, dimana import dibuka pada saat kebutuhan dalam negeri tidak mencukupi akibat permasalahan teknis dan non teknis (kematian ternak akibat penyakit dan bencana bencana lain yang emungkinkan). Impor dilakukan dalam upaya mengkontrol harga dalam negeri agar layak atau tidak terlalu mahal. 

JIka impor di lakukan tidak berdasarkain kaidah kaidah tersebut, dampaknya tidak hanya mengurangi devisa negara, naum peternak domestik tidak akan bergairah beternak akibat gempuran impor jauh lebih besar dibandingkan pemanfaatan produksi dalam negeri. Dalam hal ini pemerintah yaitu kementerian perdagangan dan kementerian terkait harus bekerjasama dan berkoordinasi.

Kedua, kelembagaan peternak dalam negeri harus diperkuat baik secara administrasi, pengusaan teknologi dan pengelolaan ternak. Selam ini secara umum peternak tidak memiliki kelembgaan yang kuat atau cenderung terpisah pisah. Sehingga sangat mempengaruhi target target dalam pencapain produksi dalam negeri. Kelembagaan peternak yang kuat akan mampu meberikan pengaruh signifikan terhadap adopsi teknologi dan mudahnya koordinasi lintas kelompok peternak.

Ketiga, pemerintah harus meberikan isentif input produksi baik terkait pakan dan kandang serta penunjang lainnya dalam peningkatan kualitas dan jumlah produksi dengan dukungan akses pasar serta jaminan harga yang memadai. Jika peternak masih di bayang bayangi oleh ketidakpastian pasar dan harga, maka sangat sulit keinginan swasembada akan tercapai.

Keempat, pengelolaan ternak Indonesai sudah harus berubah paradigmanya, dari pengelolaan tradisional harus dirubah secara modern. Jika ada regulasi yang serius dari pemerintah pusat dan daerah menurut saya bisa. Yang menjadi permasalahan, pemerintah pusat dan daerah tidak terlalu fokus terhadap hal ini, jadi peternak di biarkan bertarung dengan kekuatan pasar swasta dan tekanan import. Perubahan pengelolaan ini harus didukung oleh kemajuan riset di bidang peternakkan oleh lembaga lembaga penelitian baik Kementerian dan Perguruan Tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun