Statemen yang menarik  perhatian publik dan sempat muncul secara menggelitik dan membangunkan kesadaran adalah ungkapan Budi Gunawan (BG) dan Perdana Menteri Australia Tony Abbott "AKAN MEMBONGKAR KASUS KECURANGAN PILPRES JOKOWI  2014. Keduanya ingin mengungkapkan hal tersebut bersamaan dengan tekanan publik yang mendera yaitu pembatalan pelantikan dan rencana eksekusi bali nine terkait narkoba.
Namun statemen MEMBONGKAR KASUS KECURANGAN PILPRES tersebut tidak terekspos dengan baik oleh media masa, pengamat dan akademisi bahkan LSM. Padahal menurut saya ini sangat prinsip dan krusial dimana kemenangan Pilprs kemarin ternyata ternoda dengan istilah lain kemenagan legal karena dibangun diatas kecurangan dan menghalalkan segala cara , sama artinya menodai proses demokrasi.
Benarlah bila rival Jokowi menyatakan bahwa ada upaya upaya secara sistematis, terstruktur dan masif dalam proses pilpres terutama dalam pemungkutan suara dan tabulasi. Dugaan kecurangan tersebut oleh kubu rival ternyata benar serta mendapat penegasan oleh banyak pihak terutama para pengamat. Berbagai kejanggalan tersebut telah dilaporkan (digugat) oleh pengadu ke MK dan Dewan Kehormatan KPU, namun hasilnya nihil. tetap saja kubu Jokowi dimenangkan oleh situasi dan taktik kotornya dalam pilpres.
Namun kenapa kasus ini begitu di bungkam dan tidak pernah muncul, justru pihak Australia memiliki dokumen sadapan selama yang bersangkutan melalukan manuver/langkah langkah meneuju kemenangan.
Kini buah dari kemenagan semu suara rakyat tersebut semain hari semakin kelihatan lemah kepemimpinan dan kebijakan yang cenderung pro kepada pemilik kapital dibandingkan rakyat.Perhatian dan rasakan seluruh hal hal yang menjadi kebutuhan pokok rakyat terambil haknya (non subsidi). Kini rakyat  merasa kecewa terutama para pendukung dan simpatis Jokowi JK karena berbagai produk kebijakanya yang tidak pro rakyat. Bahkan ada yang menyatakan seolah Indonesia tidak memiliki presiden. Para pemuja dan pendukung Jokowi tiarap dan diam seribu bahasa baik di dunia nyata atau di media sosial.
Inilah sejarah terburuk demokrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H