Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Golkar, PDIP dan PKS 3 Besar Pemilu 2014

1 April 2014   17:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:13 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertarungan Sengit Pemilu 2014

Pemilu 2014 dinilai oleh banyak pihak sebagai pertarungan sengit dan dinamis dibandingkan pemilu sebelumnya. Ada 3 alasan mengapa pemilu kali ini menyedot perhatian banyak pihak termasuk luar negeri yaitu sebanyak 34 negara siap untuk memantau dan menyukseskan pemilu?

Pertama, fase demokrasi telah dilalui kurang lebih 15 tahun dan semua partai telah terlibat penuh dalam proses politik dan demokrasi bersama kekuatan idiologi, platform dan programpartainya baik melalui lembaga legislatif, eksekutif dan program program sosial lainya selalam kurun waktu itu. Dalam fase ini seluruh partai teruji dalam menempuh persaingan sengit hingga berakhir pada titik pemilu 2014. Tentu, masing masing partai memiliki angka prestasi yang bervariasi baik dari sisi pengkaderan, soliditas, program dimasyakakat, perolehan kursi diseluruh provinsi dan pusat serta kontribusi di parlemen dan kementerian.Trend yang positif perolehan suara tentunya menjadi modal berharga dalam pertarungan 2014 yang diikuti oleh strategi pemenangan yang jitu dan efektif. Untuk itu pemilu 2014 merupakan pijakkan masa depan partai berikutnya.

Kedua, 15 tahun terakhir pembangunan Indonesia dinilai oleh banyak pihak belum memenuhi keinginan rakyat terutama dari aspek pengentasan kemiskinan, distribusi pendapatan, perluasan tenaga kerja, peningkatan infrastruktur dan kemandirian dari berbagai aspek serta penegakkan hukum. Melihat realita ini seluruh peserta pemilu menjual agenda perubahan dan penguatan kepemimpinan menjadi jargon kampanye.Sehingga semua partai ingin menunjukkan kepada rakyat , bahwa partainya siap untuk membuat perubahan dan Indonesia lebih bagus dari sebelumnya.

Ketiga, Indonesia tidak hanya dipandang sebagai luas wilayah dan jumlah penduduk serta potensi SDA yang sangat melimpah, tapi dipandang juga sebagai pasar masa depan bagi seluruh dunia terutama ASIA. EROPA dan AS sepanjang sejarah. Masing masing negara memperkuat basis ekonomi dan pengaruhnya terhadap Indonesia dalam upaya memperoleh keuntungan politik dan ekonomi. Tidak sedikit kelompok pengusaha/aktivis ekonomi ikut serta dalam mendanai sekaligus sebagai tim sukses non teknis dalam pemilu kali ini. Mengingat tahun 2015 merupakan fase masif persaingan pasar global, tentu seluruh pihak yang terkait dengan aspek ekonomi harus melihat dan melakukan terobosan terobasan melalui mekanisme politik.

Tiga hal inilah yang membuat pemilu 2014 kali ini semakin ketat persaingannya. Sehingga seluruh partai menempatkan seluruh sumberdaya dan kekuatan strateginya untuk mencapai perolehan suara yang rasional dan tinggi dalam upaya eksisitensi partai dan kontribusinya untuk Indonesia ke depan.

Pontensi Pemenang dan Perolehan Suara Partai

Hasil survey yang dilakukan oleh Rakyat Research and Consulting (RRC) menunjukan PKS masuk 3 besar Pemilu 2014 dengan perolehan 13,2% suara. Hasil ini sesuai dengan target nasional Partai Dakwah tersebut, yaitu masuk 3 besar pemilu nasional. Survey yang dilakukan dalam kurun waktu 10-15 Maret 2013 terhadap 1400 reponden di 33 Provinsi.

Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling, dengan metode wawancara tatap muka disertai Focus Group Discusion. Survei dilakukan dengan margin of erro 2,7%.

Hasil survei ini disampaikan oleh Hasan Sukoco, Direktur RRC pada Seminar Rakyat Menggugat pada Rabu (20/3).

Survei ini juga menunjukan partai baru Nasdem lolos ke senayan dengan suara 3,5 %, di atas Partai Hanura yang hanya memperoleh 3,1%, Sementara Partai pemenang pemilu 2009 melorot ke posisi 4 dengan perolehan suara 11%. Berikut ini adalah hasil lengkap survei yang dilakukan lembaga Research and Consulting.

Partai Golkar [18%], PDIP [ 14,8%], PKS [13,2%], PD [11%] Gerindra [5%], PAN [5%], PPP [4,2%], Nasdem [3,5%] dan Hanura [3,1].

Sumber Radar Bogor (Jurnalbogor/research-consulting/rrc)

Partai Penyeimbang dan Magnit Koalisi

Jika, perolehan suara dan surveil ini konsisten hingga 9 April 2014, maka ada bebrapa prediksi dan intepretasi terhadap perolehan suara tersebut.

Pertama, Golkar suskes dan kembali memetik keuntungan politik selama 15 tahun tiarap tidak kuat dan memegang kendali pemerintahan serta legislatif. Kembalinya Golkar sebagai pemenang pemilu dengan perolehan kurang lebih 18 % tidak berarti Golkar melenggang dan mulus menjadi RI 1 karena perolehan tersebut tidak cukup aman dan relevan untuk mencalonkan diri tunggal.Gokar harus bekerja keras dan berhitung serta cermat melakukan koalisi untuk memenuhi suara 30% lebih dan itu bisa hanya dilakukan dengan partai lain kecuali PDIP, Gerindra, Hanura, Demokrat dan Nasdem.

Mengapa Golkar tidak akan menjadikan partai tersebut sebagai mitra untuk Pilpres, karena ke 5 partai tersebut sudah memiliki kandidat presiden masing masing yang kuat terutama PDIP dan Demokrat jika perolehan suara konsisten. Gerindra dengan perolehan 5%, PAN 5%, PPP 4,2%, Nasdem 3,5% dan Hanura 3,1% menajdi partai yang terkubur mimpi mereka untuk menjadi capres karena perolehan suara yang tidak realistis.

Jika Gerindra, PAN, PPP, Nasdem dan Hanura koalisis untuk mengusung capres, maka suara mereka juga tidak cukup untuk memenuhi minimal 30%, satu satu cara adalah memikat PKS dan PD untuk berkolaisi. Namun, jalan ini tidak mudah untuk dilakukan, karena masing masing partai memiliki calon preseiden, sehingga yang layak dan memiliki bergaining posisi yang kuat adalah PKS dan PD dengan perolehan suara masing masing 13,2% dan 11%. PKS dan PD memiliki posisi tawar kuat baik sebagai capres dan cawapres dengan kerelaan partai lainya.

Jika PKS dan PD berkoalisi dengan Gerindra, PAN, PPP, Nasdem dan Hanura maka pesaing berikutnya adalah Partai Golkar dan PDIP. Namun Golkar dan PDIPjuga tidak memungkin melaju sendiri sebagai capres karena perolehan suara yang tidak cukup.

Jika Partai Golkar berkoalisi dengan PKS, maka 31% sudah sangat meenuhi untuk melaju mengusung capres dengan komposisi Golkar capresdan PKS cawapres.

Jika PDIP berkoalisis dengan PKS hanya mempeloreh suara 27,2, sehingga hanya membutuhkan suara kekuarangannya, hal itu bisa didapat melalui perolehan suara Gerindra, PPP, Nasdem, PAN dan Hanura. Namun, koalisi inisangat sulit terbangun, karena adanya perbedaan aspek idologis antara PKS dan PDIP.

Jika melihat, persfektif perolehan suara tersebut, Golkar, PDIP dan PKS menjadi partai yang sangat seksi sekaligus magnit bagi partai partai lain, terutama PKS. Dengan modal perolehan suara 13,2 % tidak hanya kuat dari aspek bergaining dengan partai lain untuk berkoalisi, namun menjadikan PKS sebagai partai yang akan diperhitungkan oleh partai manapun termasuk Golkar dan PDIP.PKS bisa menentukan koalisisnya dengan partai manapun sessuai dengan historis koalisi partainya selama 15 tahun sebelumnya. Tentu PKS memiliki pilihan yang realistis.

Potensi besar pilihan PKS dalam koalisi akan mengarah kepada Golkar, Hanura, dan Nasdem serta potensi dukungan dari partai partai lain. Mengapa mengarah pada 3 partai tersebut?karena PKS sudah memiliki hubungan historis koalisi kecuali Nasdem yang dipandang sebagai partai baru dan memiliki potensi kecil konflik dalm koalisi. Hanura dipandang dari asoek posisitif Wiranto, yang pada Pilpres 2009 juga menjadi pilihan PKS dan Haritanu yang memiliki komunikasi baik saat Pilgub Jabar.

PDIP dan PD sepertinya tidak menjadi pilihan PKS karena memiliki masa lalu yang kurang bagus.PDIP menjadi catatan kurang bagus bagi PKS karena menempatkan pasangan Jokowi dengan Ahok (aspek idiologis), dan PD yang telah memplintir PKS dalam rumah koalisi. Jika suara demokrat bertahan berdasarkan hasil survei, maka PD akan sangat kehilangan wibawanya sebagai MANTAN PEMENANG PEMILU 2 PERIODE. Dalam situasi seperti ini PD mendapatkan hukuman politik dan sejarah yang sangat menyakitkan karena prilaku politiknya yang dinilai kurang elegan dan kooperatif dengan partai lain terutama PKS.

Dalam perpekstif ini PKS menjadi cagak dan penentu koalisi 2014 untuk capres bagi partai partai lain sekaigus menjadi partai penyeimbang koalisi dengan menempatkan Golkar sebagai pilihan realistis koalisi dengan dukungan Hanura dan Nasdem.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun