Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Lumpuhnya KPK

17 Februari 2015   18:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:02 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada akhirnya publik semakin memahami dengan gamblang, bahwa benturan KPK dan Kapolri merupakan agenda setting banyak pihak dan ditunganggi berbagi kepentingan. Semua bermula dari uji coba pelantikan BG sebagai Kapolri pengganti Jenderal Sutarman yang dipaksakan oleh PDIP melalui Megawati dan Jokowi. Publik pecah pendapat begitu pula dengan media, aktivis anti korupsi dan para pengamat termasuk pakar hukum dan ketatanegaraan.

Disisi lain ada yang pro BG dilantik karena sudah prosedural dan hak prerogatif presiden, walaupun terlilit kasus hukum. Namun disisi yang lain ada yang kontra, karena KPK jauh lebih penting dan berharga dibandingkan Kapolri, maka berbagai pihak mendesak agar BG dibatalkan dilantik dan memproses kasus hukumnya alias dibatalkan pelantikan.

Semua keputusan ada di tangan presiden, dilantik atau tidaknya BG sebagai Kapolri apalagi DPR sudah memberikan tiket kepada Jokowi untuk diproses lebih lanjut. Dalam situasi demikian terbentuknya 2 kutup yaitu KPK dan Kapolri. Pada akhirnya kedua institusi ini bertarung bebas dengan amunisi kasus hukum.

Siapa yang kuat dan terbukti secara hukum itulah yang menang. Pada akhirnya tuntutan KPK terhadap BG di batalkan oleh peradilan, itu artinya kemenagan bagi PDIP dan Megawati bahkan para koruptor. Pada saat yang sama, satu persatu orang orang di KPK (seluruh Ketua) termasuk Jubirnya dikasuskan oleh Kapolri dan sebentar lagi mereka lenyap dari KPK.

Senada dengan hal ini Imam Prasojo menyatakan dalam akun twitternya, “GOOD LUCK  Mr PRESIDENT. SELAMAT TINGGAL INDONESIA !!! SILAHKAN KORUPSI SEPUASNYA”.

Jika situasi ini yang terjadi, mucul pertanyaan siapakah yang benar? KPK atau Kapolri? Dan ada motif/skenario apa dibalik peristiwa ini dan siapa yang paling diuntungkan?

Selama ini berbagai pihak sulit untuk mengkritisi KPK termasuk Kapolri, DPR, MK, Presiden dan Pakar Hukum dalam operasional pemberantasan korupsi. Bahkan pihak/pribadi yang mengkritik KPK dianggap pro koruptor atau nyleneh. KPK selama ini dijadikan sebagai satu satu alat penegakkan hukum yang kemudian dengan kebesaran dirinya alergi dikritik langkah langkahnya.

KPK menganggap penegak hukum yang lain tidak kredibel dan tidak layak menegakkan hukum. KPK benar benar di ats angin 10 tahun lebih melakukan operasi hukumnya. Bahkan KPK menganggap semua yang dihadapanya adalah target terutama politisi dan penyelenggara negara. Dengan posisi itu KPK leluasa untuk melakukan sesuai kemaunya kadang tanpa mempertimbangkan impact dari operasinya, misalnya PENYADABAN dan EKPLOITASI KASUS.

Tahun 2015 kesakralan/keperkasaan KPK benar benar tumbang!! Satu pesatu dari pimpinan KPK dan Jubir(Johan Budi) terlilit kasus hukum dengan bentuk dan jenis yang berbeda beda, dan hal ini akan menghantarkan pimpinan KPK satu persatu masuk ke jeruji, dan Kapolri akan siap siap mendukung upaya itu. BG pasti akan berhitung atas kasus yang menpermalukan dirinya di publik selama ini.

Pertanyaannya adalah? Presiden akan berada dipihak KPK atau Kapolri?Jika Presiden berada dipihak Kapolri, maka publik akan sangat kecewa karena sama halnya  Presiden membunuh KPK dan membiarkan korupsi liar dan leluasa di negeri ini. Begitu dengan para koruptor akan berteriak riang gembira. Artinya presiden tidak menepati janjinya dalam pemberantasan korupsi, apalagi nanti pimpinan KPK barunya orang orang pilihan/ususlan PDIP dan Megawati.

Jika Presiden memihak kepada KPK, maka publik akan merespon jauh lebih positif karena BG memiliki status tersangka versi KPK, itu sama artinya presiden menganulir seluruh pesanan atau keinginan PDIP dan Megawati. Namun disisi lain KPK tidak boleh sepenuhnya dibiarkan leluasa untuk bermanuver hukum berbau politis sebagai mana yang di sinyalir beberapa pengamat dan politisi.

Tapi, yang jelas kalahnya KPK dan dilantiknya BG merupakan kemenangan terbesar/special bagi PDIP dan Megawati termasuk para calon calon investor Jokowi (penyandang dana pilpres dan pileg) untuk segera mencicipi sumberdaya dan kekayaan ekonomi Indonesia(bisnis). KPK bagaimanapun dipandang musuh dan institusi menakutkan bagi koruptor dan pencuri pencuri kekayaan Indonesia. Dengan lumpuhknya KPK dan dilantiknya BG, maka KASUS KORUPSI YANG MENIMPA PDIP DAN KASUS BLBI yang menyeret MEGAWATI akan TERTELAN BUMI.

Publik akhirnya binggung atas peritiwa ini.

Namun disisi lain KPK harus introfeksi diri bahkan melihat dirinya sendiri. Jatuhnya KPK sebagai lembaga super body ternyata tidak terbukti, KPK dengan prilaku salahnya menyandung dirinya sendiri. Sehingga saya teringat betul statmen Bung Fahri Hamzah januari 2014 yang lalu pada saat acara ILC Tvone, yaitu terkait kritik FH terhadap kinerja KPK.

Kritik FH terhadap KPK

Sebab menurut saya, ini Undang-Undang (UU KPK) agak aneh. Kita mau merevisi dituduh pro-koruptor bahkan diintimidasi. Uniknya, semua pembuat UU KPK sudah tidak ada yang mendukung UU ini. Mulai dari Menterinya, Pak Yusril, Ketua Tim Penyusun UU KPK dari pemerintah Prof Romli. Sekarang, semuanya menyatakan UU ini salah. Nah kita mau merubah UU KPK ini, namun kita dituduh pro-koruptor. Akhirnya kita melakukan hal yang salah terus menerus.

UU KPK tidaklah Undang-Undang penegakkan hukum. Nah itu yang menurut saya merupakan kekeliruan terpenting. Kemarin di Debat TVOne saya menyatakan,“Tugas negara itu tidak memberantas korupsi. Tugas negara itu menegakkan hukum”. Maka dalam bahasa Arab negara disebut Hukumah, karena tugas utama negara itu adalah menegakkan hukum. Manakala hukum itu tegak, maka semua jenis kejahatan itu akan terproses dengan baik. Mendapatkan kepastian akan keadilan, mendapatkan seluruh ketentuan yang berlaku, yang menyebabkan semua jenis kejahatan tidak saja korupsi. itu akan hilang dari negeri ini.

Tetapi kalau dibalik, tiba-tiba negara diajak pada kampanye “Perang Melawan Korupsi” inilah yang menyebabkan munculnya “Tujuan Menghalalkan Cara”. Ini problem didalam peradaban umat manusia yang berulang berkali-kali. Itulah yang dilakukan di KPK. Sehingga hilanglah sikap kritis mereka.

Bung Johan, Anda ini sudah lebih 6 tahun menjadi juru bicara KPK. Sudah menyatu pada diri Anda itu kekacauan. Anda itu pernah ditolak DPR menjadi calon pimpinan KPK karena Anda melanggar etik. Anda menemani Ade Rahardja (saat itu Deputi Penindakan KPK) ketemu dengan Nazarudin. Pimpinan-pimpinan Anda (KPK) itu menolak untuk diadili. Takut diselesaikan didalam komite etik. Padahal didalam UU KPK, pelanggaran etik itu pidana 5 tahun.

Jadi otak kita ini sudah tidak ada yang sehat, karena berputar itu, negara dijebak dalam kampanye pemberantasan korupsi yang tidak jelas. Sementara hukum diacak-acak merajalela, menghalalkan segala cara, sehingga tidak ada kepastian.

Ini semua menurut saya, sihir yang sesat dan menyesatkan. Begitu negara kelihatan agak congkak, saya akan lawan duluan. Mau siapapun yang memimpin. Petantang petenteng orang-orang ini kok saya lihat. Menurut saya petanteng-petenteng ini harus diakhiri. Ini orang disetir penyidik-penyidik yang menikmati cara-cara kerja lama. Persetan Anda menyadap semua orang!

Semua yang Anda lakukan inikan hasil sadap. Dan hasil sadap itu alat untuk mengembangkan. Dalam semua kasus yang saya pelajari  Anda tidak menemukan apa-apa di awalnya, tapi karena Anda sadap semua orang.. akhirnya Anda temukan apa-apa. Boleh gak nyadap seperti itu? Dimana negara yang masih membolehkan cara nyadap seperti itu kecuali di negara-negara totaliter yang semuanya sudah di rubuh dimana-mana, tiba-tiba dilanggengkan di negara ini.

Kini publik terbelahak dan sadar, bahwa seluruh institusi negara ini pada dasarnya dalam kondisi rapuh tanpa pandang bulu, pusat dan daerah. Bagaimana jadinya negara ini akan menjadi negara besar dan maju, jika seluruh institusi dan penyelenggara neraga dalam pusaran masalah itu sendiri.

Maka, seluruh penyelenggara negara dan institusi harus mengakui kekurangan, kelemahan dan mau melakukan perbaikan setiap saat guna menuju kesempurnaan, bukan mempertahankan kemunafikan, kebohongan dan kejahatan sejenisnya serta sandiwara.

Sudah saatnya secara nasional melalui presiden Jokowi, membangun kembali institusi negara dan penyelenggranya yang berintegritas, jujur, profesionaldan bebas dari seluruh kasus hukum. Jika tidak, maka Indonesia ke depan akan takluk dan dikuasai oleh penikmat penikmat kekayaan. Mereka bisa mebeli dan mengusai siapaun yang dikehendakinya, karena politik dan demokrasi bisa di kendalikan dengan kapital sesuai keinginanya.

Ayo selamatkan Indonesia!!!!

Inilah kalimat yang dari awal di usung oleh KMP, bahwa masalah Indonesia bukan hanya pada kasus hukum (Korupsi) tapi pengusaan pihak pihak asing terhadap Indonesia dan mereka masuk dengan jalur kekuasaan dengan uang dan kekuatan meraka.

Semua tarikkan politik dan hukum berawal dari peran besar investor politik guna kepentingan ekonomi (keuntungan).

Sungguh kini terbukti secara nyata di depan KITA.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun